MM di UPNVJ: Melengkapi Trias Politica dengan Lembaga Yudikatif Kampus

CategoriesBerita UPN

Telah digagas sejak tahun 2020, MPM UPNVJ kini tengah mempersiapkan langkah konkret untuk meresmikan pembentukan Mahkamah Mahasiswa sebagai perwujudan fungsi yudikatif di lingkungan kampus. Menjelang pengesahan yang semakin dekat, proses pemilihan hakim menjadi titik krusial yang menyita perhatian berbagai pihak.

Aspirasionline.com Rencana pembentukan Mahkamah Mahasiswa (MM) kembali menjadi pembahasan dalam forum reses terbaru Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) yang bersanding dengan topik Amandemen Pemilihan Raya (Pemira). 

Mahkamah ini dirumuskan sebagai institusi yudikatif di lingkungan kampus yang bertujuan melengkapi tatanan ketatanegaraan mahasiswa melalui penerapan prinsip Trias Politica serta mekanisme checks and balances terhadap Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan MPM UPNVJ yang selama ini menjalankan fungsi eksekutif dan legislatif di tingkat universitas.

Dalam wawancara bersama ASPIRASI, Ketua MPM UPNVJ, Sadam Syahrir, mengungkapkan bahwa wacana pembentukan MM bukanlah gagasan yang baru muncul. Ia menjelaskan bahwa ide tersebut telah tercatat dalam notulensi rapat MPM sejak tahun 2020. 

Meskipun MM sudah dibahas sejak 2020, Sadam menambahkan bahwa mulai dari tahun 2021 hingga 2024, MPM UPNVJ berfokus melakukan studi banding ke beberapa kampus yang telah menerapkan MM, sehingga menilai bahwa di 2025 ini UPNVJ sudah siap memiliki lembaga yudikatif tersendiri.

“Aku pikir sekarang waktunya bukan stuban (studi banding) lagi lah. Kita sudah matang, sudah bisa langsung bikin barangnya (Mahkamah Mahasiswa),” jelas Sadam saat diwawancarai oleh ASPIRASI pada Sabtu, (17/5).

Menurut Mirza Athaya Ghaisan Hakeem, selaku Kepala Badan Legislasi (Baleg) MPM UPNVJ, ketiadaan lembaga yudikatif yang independen di lingkungan kemahasiswaan menjadi alasan fundamental bagi inisiasi pembentukan MM guna mengisi kekosongan peran tersebut.

“Pembentukan MM itu penting di dalam sistem UPNVJ ini karena MM ini berperan sebagai lembaga yudikatif yang mana dia berperan dalam pemenuhan Trias Politica, check and balances antar lembaga. Jadi tidak hanya ada eksekutif, tidak hanya ada legislatif, tetapi juga ada yudikatif,” ujarnya kepada ASPIRASI pada Sabtu, (17/5).

Menyelisik Urgensi Peran MM

MM yang merupakan gagasan langsung dari MPM UPNVJ, dipandang sebagai solusi strategis untuk mengisi kekosongan fungsi yudikatif yang selama ini belum mendapat tempat dalam struktur kelembagaan organisasi kemahasiswaan.

Keberadaan lembaga ini memiliki signifikansi yang besar dalam menjaga stabilitas dan legitimasi proses demokrasi di lingkungan mahasiswa. Salah satu peran krusialnya tercermin dalam kemampuannya menyelesaikan berbagai bentuk sengketa atau konflik yang muncul selama berlangsungnya Pemira. 

Menanggapi hal ini, Ketua BEM Fakultas Hukum, Daniel Erlangga, turut menyoroti pentingnya rencana perluasan otoritas MM melalui mekanisme judicial review, yang dinilai sebagai langkah progresif dalam memperkuat fungsi yudikatif di ranah kemahasiswaan.

“Mahkamah Mahasiswa ini ingin dibikin bisa judicial review gitu kan, menguji Perkema (Peraturan Keluarga Mahasiswa) terhadap Perdas Kema (Peraturan Dasar Keluarga Mahasiswa),” ujar Daniel saat diwawancarai ASPIRASI pada Rabu, (14/5).

Pernyataan senada juga disampaikan oleh Ketua BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Zufar Hafiz. Ia menambahkan bahwa MM perlu diberikan kewenangan untuk menguji peraturan yang disahkan oleh MPM UPNVJ, terutama apabila peraturan tersebut bertentangan dengan kondisi faktual di lapangan atau tidak sejalan dengan ketentuan konstitusi mahasiswa yang lebih tinggi.

“Kalau ada undang-undang yang dibuat sama MPM (UPNVJ), tetapi enggak sesuai sama realita di (lingkungan) mahasiswa ataupun enggak sesuai sama peraturan di atasnya, MM juga harus hadir,” ungkap Zufar kepada ASPIRASI pada Jumat, (16/5).

Sementara itu, Ketua BEM Universitas, Kaleb Aritonang, menegaskan bahwa MM seharusnya difungsikan sebagai lembaga permanen dengan otoritas yudikatif yang utuh, tidak hanya bersifat sementara seperti Dewan Yudisial Pemira (DYP) yang selama ini dijalankan oleh MPM. 

“Per hari ini kan kita cuma ada di ranah legislatif dan eksekutif, dan ranah yudikatifnya pun enggak secara menyeluruh, itu di-provide sama teman-teman MPM, kayak ada DYP,” tutur Kaleb saat diwawancarai ASPIRASI pada Jumat, (23/5).

Prosedur Institusional dalam Seleksi Hakim MM

Pembahasan terkait susunan hakim dalam struktur MM masih menjadi topik yang ramai diperbincangkan di lingkungan fakultas. Salah satu pandangan menyarankan agar komposisi hakim mencerminkan representasi dari seluruh fakultas yang ada. Sementara itu, pendekatan lain menawarkan fleksibilitas lebih, dengan membuka peluang bagi mahasiswa dari fakultas mana pun untuk menjadi hakim, selama memenuhi kualifikasi dan memiliki kapabilitas yang memadai.

Meski begitu, muncul kekhawatiran dari Zufar apabila nantinya hakim MM direkrut dari luar Fakultas Hukum tanpa disertai dengan pembekalan maupun pemahaman hukum yang memadai. Hal ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi kualitas putusan serta kredibilitas lembaga dalam menjalankan fungsi yudikatif di lingkungan kampus.

“Yang ditakutkan adalah ketika komposisinya dari tujuh fakultas mungkin teman-teman enggak se-ngerti anak-anak hukum untuk menjadi hakim. Bahkan anak-anak hukum juga mungkin enggak semuanya bisa jadi hakim,” jelas Zufar.

Menanggapi pertimbangan yang berkembang, tim Baleg MPM UPNVJ dalam Forum Reses Fakultas Hukum pada Sabtu, (17/5), memberikan penjelasan bahwa setiap fakultas memiliki hak untuk mengirimkan satu orang perwakilan sebagai hakim MM. 

Namun, hak tersebut bersifat opsional, artinya fakultas dapat memilih untuk tidak mengirimkan wakilnya. Dalam kondisi demikian, fakultas yang tidak menggunakan haknya dianggap telah memberikan kepercayaan kepada fakultas lain untuk mengisi posisi hakim lebih dari satu orang.

“Jadi setiap fakultas diberikan haknya, tetapi dia boleh pakai dan dia boleh tidak pakai haknya. Kalau dia pakai, artinya dia berpartisipasi penuh, tapi kalau dia tidak pakai artinya dia mempercayakan haknya ini dipakai sama fakultas yang lain,” jelasnya Sadam.

Susunan hakim dibuat sedemikian rupa agar melambangkan setiap fakultas dan menunjukkan integritas, dengan tujuan menjaga supremasi konstitusi di lingkup kampus. Akan tetapi, susunan hakim tersebut tidak dapat terjadi begitu saja, masih ada rangkaian tahapan seleksi yang cermat dan sistematis dibalik terbentuknya struktur ini.

Berdasarkan ketentuan Pasal 8 huruf B dalam Rancangan Perkema, proses seleksi dan pemilihan hakim MM akan dilakukan oleh Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk secara resmi oleh MPM UPNVJ. Melihat kesiapan yang telah dirancang dengan matang oleh MPM UPNVJ dalam pembentukan lembaga yudikatif ini, terdapat harapan besar agar Mahkamah Mahasiswa dapat menjalani uji coba perdana dalam pelaksanaan Pemira pada bulan Oktober mendatang.

“Semoga paling-paling kalau kita mau main tanggal pasti, per tanggal 1 Oktober sudah bisa diuji coba gitu loh, udah bisa langsung menggantikan DYP di Pemira tahun ini,” tutur Sadam.

 

Ilustrasi: Ghasya, Mg.

Reporter: Ghasya, Mg. & Meelfha, Mg. | Editor: Fabiana Amhnun

About the author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *