Tantangan dan Peluang Transformasi Dunia Nyata melalui Metaverse

CategoriesForum Akademika

Peluang transformasi dunia nyata melalui metaverse hadir seiring dengan tantangan besar, mulai dari kesiapan teknologi hingga ketimpangan akses digital.

aspirasionline.com – Metaverse kini bukan lagi sekadar konsep dalam film fiksi ilmiah. Inovasi digital ini mulai menunjukkan wujud nyatanya dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, bisnis, hingga pelayanan publik. 

Secara harfiah, metaverse dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melampaui batas-batas dunia nyata yang ada pada saat ini.

Menurut Riya Widayanti, dosen Teknik Informatika Universitas Esa Unggul, menjelaskan bahwa hadirnya inovasi metaverse ini merupakan hasil dari bagian ekosistem teknologi digital yang canggih.

Teknologi ini memungkinkan pengalaman digital yang membawa masuk penggunanya untuk dapat merasakan kehadiran di ruang maya  yang seolah menjadi nyata.

“Dia (metaverse) merepresentasikan bagaimana wujud dari dunia. Ketika kita menciptakan sebuah teknologi yang seakan-akan bisa dirasakan,” tutur Riya saat diwawancarai ASPIRASI melalui Zoom Meeting pada Kamis, (27/3). 

Metaverse sebagai Inovasi Digital yang Melampaui Dunia Nyata

Mengutip hasil penelitian Endarto dan Martadi yang berjudul Analisis potensi implementasi metaverse pada media edukasi interaktif. Metaverse merupakan teknologi digital yang mampu menciptakan dunia virtual 3D berbasis Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR).

Perbedaan antara AR dan VR terletak pada pengalaman penggunanya. Dalam AR, teknologi menambahkan elemen digital ke dunia nyata. Sedangkan VR merupakan teknologi yang menciptakan dunia digital sepenuhnya.

Sebagai contoh, Riya menyebutkan bahwa penggunaan dasar inovasi berbasis AR dapat dijumpai pada kelas virtual yang memungkinkan siswa dan guru dapat saling berinteraksi layaknya di ruang kelas fisik dengan konsep bernama avatar. 

Dalam contoh penerapan lain, terdapat pula fitur filter yang dapat memungkinkan pengguna mencoba berbagai gaya rambut dan pakaian yang kerap kali ditemukan dalam perbelanjaan digital dan dunia hiburan games

“Padahal kita cuma pakai kacamata VR tapi seakan-akan kita bisa memilih (belanja) secara real, contoh lain dalam kantor itu biasanya ada sudut untuk menghilangkan stres, ada namanya station untuk kita relaksasi itu ada permainan (VR),” jelas Riya.

Kendati demikian, Riya juga mengungkapkan salah satu konsekuensi dari penggunaan metaverse adalah perubahan dalam cara manusia berkomunikasi dan bersosialisasi.

Kehadiran Artificial Intelligence (AI) sebagai peran kunci dalam menciptakan pengalaman realistis di metaverse membuat ruang interaksi digital dan komunikasi terasa lebih “nyata”, tetapi juga berisiko mengurangi interaksi sosial fisik penggunanya. 

“Karena AI merupakan satu mesin yang kita perintah, dan lama-lama dia akan pintar dan cerdas dan dia tahu manusia ternyata butuh kayak gini nih, dan mesin-mesin itulah yang membahayakan kita jadi merasa sendiri,” ungkap Riya.

Menapaki Peluang Transformasi Dunia Nyata dalam Dimensi Metaverse

Pengadopsian inovasi teknologi ini dipercepat dengan adanya wabah Covid-19 yang terjadi beberapa tahun lalu. Riya menguraikan, bahwa pada situasi pembatasan sosial yang terjadi, aktivitas seperti belanja online (e-commerce) berkembang pesat.

“Meskipun dulu e-commerce itu udah ada banyak, namun semakin membumi dan luar biasa sekali semakin pesat pertumbuhannya ketika (wabah) Covid,” ungkap Riya.

Selain itu, muncul juga profesi-profesi baru, seperti desainer dunia virtual, pengembang teknologi VR/AR, hingga konten kreator. Ini menciptakan tantangan sekaligus peluang baru bagi tenaga kerja untuk beradaptasi dan mengembangkan keterampilan baru dalam dunia kerja.

“Sampai saat ini profesi makin hari makin bertambah, seperti konten kreator. Sebenarnya, efek dari dunia intelegensi atau metaverse ini juga menumbuhkan peluang. Jadi menumbuhkan beberapa pekerjaan yang lain,” papar Riya.

Berangkat dari itu, Riya menilai ada beberapa sektor selain ekonomi bisnis yang memiliki potensi besar untuk bertransformasi melalui metaverse, termasuk sistem pemerintahan, manufaktur, pendidikan, kesehatan, hingga transportasi.

Meski memiliki potensi besar, adopsi metaverse masih menghadapi sejumlah hambatan, seperti tingginya biaya perangkat VR/AR, belum meratanya infrastruktur digital, serta rendahnya literasi dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan gaya hidup dan cara kerja.

Bahkan, untuk saat ini, sistem metaverse berbasis VR dinilai masih cukup jauh untuk dapat diterapkan secara luas dan menjadi bagian dari keseharian masyarakat.

“Kalau untuk metaverse, butuh alat yang benar-benar siap, dan itu masih nggak terlalu secepat saat waktu Covid yang dipaksakan. Jadi kalau menurut saya ini masih dalam dunia hiburan, kalau di dunia ekonomi bisnis itu belum,” pungkas Riya.

 

Ilustrasi : Khaila Adinda

Reporter : Khaila Adinda | Editor : Zhufar Athalla

About the author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *