Kehadiran TNI di dua kampus negeri di Indonesia memunculkan ketakutan akan campur tangan militer terhadap otonomi dan independensi kampus. Hal ini menciptakan kekhawatiran kembalinya bayang-bayang intervensi militer dalam ruang akademik.
Aspirasionline.com – Kehadiran personel berseragam militer di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Udayana (UNUD) pada paruh awal tahun 2025 menciptakan berbagai tanggapan di media sosial.
Hadirnya personel militer dalam ranah akademik memunculkan berbagai ketakutan akan intervensi terhadap prinsip otonomi dan independensi kampus yang seharusnya bebas dari campur tangan militer.
Dosen Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ), Fatkhuri, menilai bahwa kehadiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam kampus sah-sah saja selama tujuannya jelas untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
“Jadi, sepanjang mereka bekerja sesuai dengan rule of the game (aturan permainan), sesuai dengan konstitusi, saya kira tidak ada yang perlu kita takuti, karena semuanya sudah punya batasan masing-masing,” tegas Fatkhuri dalam wawancara ASPIRASI pada Minggu, (4/5).
Di sisi lain, ia menegaskan bahwa jika kehadiran TNI bertujuan mengawasi atau membungkam kampus, maka hal tersebut harus digugat. Menurutnya, otonomi kampus yang telah diatur oleh Undang-Undang (UU) Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi dapat mencemari ranah pendidikan dengan pendekatan politis.
“Ada Undang-Undang 2012 tentang Perguruan Tinggi mengenai otonomi kampus, di mana kampus itu memiliki otonomi, kampus memiliki kebebasan akademik yang tidak boleh siapapun mengintervensi soal itu. Kalau ini sudah diganggu oleh elemen-elemen tertentu misalnya dalam hal ini TNI, maka pasti kita harus melawan,” ujar Fatkhuri.
Meski begitu, rentetan kehadiran TNI di dua kampus sejak Maret hingga April tahun 2025 memicu penolakan keras mahasiswa, khususnya mahasiswa dari kampus yang dikunjungi oleh personel militer.
Kehadiran Nyata Personel Militer di Dua Kampus Picu Ketakutan Mahasiswa
Kehadiran anggota TNI berseragam lengkap dalam acara Konsolidasi Nasional Mahasiswa (Konsolnas) di UI pada 16 April lalu turut menimbulkan keresahan di kalangan sivitas akademika dan masyarakat luas.
Menurut rilis pers yang dikeluarkan oleh akun Instagram @bpmfiaui sebagai Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi (BPM FIA) UI, kronologi kehadiran Komandan Distrik Militer (Dandim) Depok merupakan undangan tidak resmi dari Muhammad Faridz, selaku mantan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIA UI.
Dalam rilis pers diungkapkan bahwa Faridz dalam ruang chatnya dengan Dandim mengirimkan flyer terkait Konsolnas yang diikuti pesan, “InsyaAllah hari ini ada konsol di UI, Pak,” sebagai undangan tidak resmi kepada Dandim.
Dinilai mencederai idealisme dan independensi mahasiswa, Marvel Yosia, selaku Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI, menyatakan bahwa hadirnya TNI di ruang akademik menjadi salah satu dampak tak langsung dari pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang menormalisasi campur aduk militer di ranah sipil, hingga akademik.
“Pengesahan RUU TNI tentu memberikan lebih banyak kewenangan bagi TNI, lebih banyak ruang bagi TNI untuk bergerak di ranah sipil, sehingga pada akhirnya salah satu dampaknya intervensi TNI ke dalam lingkup akademik, dalam lingkup mahasiswa, bahkan dalam lingkup gerakan mahasiswa juga,” terang Marvel kepada ASPIRASI melalui Google Meet pada Selasa, (20/5).
Keresahan mahasiswa pada intervensi militer tentu bukan tanpa alasan. Melalui rentetan peristiwa sejarah yang terjadi, ketakutan ini tumbuh dari perjalanan panjang militer yang membayang-bayangi mahasiswa.
“Tentunya ketakutan-ketakutan, kekhawatiran, dan juga kecemasan itu pastinya ada. Apalagi melihat sosok anggota TNI berpakaian full dinas, full loreng gitu. Kalau kita melihat dari sejarahnya, pihak TNI ini sering menjadi kontranya mahasiswa, sering jadi pihak yang memukuli mahasiswa, mengejar, bahkan pernah menembaki mahasiswa dan sebagainya,” tambah Marvel.
Tak hanya itu, Marvel menegaskan, kasus ini sekaligus menjadi pengingat gerakan mahasiswa bahwa aparat pemerintah kini menjadi ancaman nyata yang dengan mudah menyusup ke ruang diskusi akademik yang semestinya bebas dari intervensi.
“Ini bisa menjadi early warning (peringatan dini) kalau ruang kebebasan berakademik kita, ruang kebebasan untuk kita berekspresi, sudah mulai terancam dan tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja,” pungkas Marvel.
Di sisi lain, kehadiran nyata militer juga ditandai dengan kerja sama antar UNUD dan Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) mengundang penolakan keras, berekor dari pasal-pasal dalam MoU yang memperlebar kuasa militer untuk menduduki ranah pendidikan sipil.
Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Udayana, Tirta Harum, menyuarakan penolakan keras terhadap penandatanganan MoU yang dilakukan tanpa melibatkan mahasiswa. Ia juga menilai banyak pasal dalam MoU tersebut merupakan pasal rancu dan berpotensi merugikan mahasiswa.
Lebih parah, intervensi kian nyata ketika mahasiswa sempat mengalami tekanan seperti permintaan untuk menghapus unggahan media sosial yang berisi kritik terhadap kerjasama tersebut.
“Ada beberapa pimpinan-pimpinan universitas yang memang meminta untuk menghapus beberapa postingan dan lain-lain, itu yang mungkin menjadi salah satu bentuk juga dari intervensi mereka, walaupun masih tidak secara keras, namun sudah termasuk di dalamnya untuk adanya intervensi itu sendiri,” jelas Tirta dalam wawancara bersama ASPIRASI pada Selasa, (6/5).
Lebih lanjut, dilansir dari CNN Indonesia, Rektor UNUD, I Ketut Sudarsana, mendengar penolakan aspirasi dari mahasiswa usulan pencabutan kerja sama antar UNUD dan Kodam Udayana secara resmi dituangkan dalam Surat Kesepakatan Bersama yang ditandatangani oleh Rektor UNUD bersama BEM UNUD dan Ketua DPM UNUD pada (8/4) lalu.
Dirinya mengatakan usulan pembatalan kerja sama tersebut akan disampaikan kepada pihak Kodam Udayana untuk ditindaklanjuti. Namun, hingga saat ini pengajuan pembatalan tersebut belum mendapatkan respon dari pihak Kodam Udayana.
Ilustrasi: Najwa, Mg./ ASPIRASI
Reporter: Najwa, Mg. | Editor: Ihfadzillah Y