Debat Kedua Pemira 2024, Soroti Penekanan Kebebasan Berpendapat di UPNVJ

Berita UPN

Debat terbuka kedua Pemira BEM UPNVJ berlangsung di Auditorium Bhineka Tunggal Ika, dengan fokus pada berbagai isu mengenai kebebasan berpendapat di UPNVJ. Acara ini juga menyoroti pembatasan kebebasan berpendapat di kampus hingga pembatasan aksi yang terjadi pada Patribera 2024. 

Aspirasionline.com – Pemilihan Raya (Pemira) untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPN “Veteran” Jakarta (UPNVJ) berlangsung sengit dalam debat terbuka kedua yang diadakan di Auditorium Bhineka Tunggal Ika, Kampus Pondok Labu pada Rabu, (6/11).

Dihadiri oleh para panelis dan Keluarga Mahasiswa (Kema) UPNVJ, debat terbuka kali ini tentunya juga dihadiri oleh tiga Pasangan Calon (paslon) BEM UPNVJ, diantaranya Kaleb Otniel Aritonang dan Faiz Ata Aliya sebagai paslon nomor urut 01, Haikal Kasyfi dan Davinci Pasiak yang merupakan paslon nomor urut 02, serta Muhammad Raul Zikra Sarya dan Alpin Stephanus Hasiholan sebagai paslon nomor urut 03. 

Pada sesi pertama, salah satu panelis yang merupakan Ketua BEM fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Kristian Hamonangan, menyampaikan kritik terhadap panitia karena baru mengubah tema debat dari isu perempuan menjadi kebebasan berpendapat tepat sehari sebelum acara.

“Beda ya yang sudah disampaikan kemarin itu katanya tentang keperempuanan, tapi H-1 disuruh pindah jadi kebebasan berpendapat ya, jadi menurut saya ini ada evaluasi juga kalau mau memberikan waktu itu harus diperpanjang,” ungkap Kristian di depan audiens pada Rabu, (6/11).

Menyoal Pembatasan Kebebasan Berpendapat di Kampus

Pada debat terbuka kedua ini, perwakilan dari setiap fakultas turut hadir. Mereka diberi kesempatan untuk mengajukan beberapa pertanyaan serta sanggahan kepada para paslon, dan menyampaikan langsung berbagai permasalahan yang dihadapi kepada para kandidat.

Panelis dari Senat FISIP, Firman Nauli Ritonga, mengajukan pertanyaan kepada paslon 01 mengenai kasus pembekuan BEM FISIP yang terjadi di Universitas Airlangga (Unair). Firman mempertanyakan terkait penggunaan diksi dan pembatasan dalam berpendapat. 

Menanggapi hal ini, Kaleb selaku calon Ketua paslon 01 menjelaskan bahwa terdapat batasan dalam menyampaikan pendapat. Ketika kebebasan berpendapat yang dimiliki oleh mahasiswa haruslah kebebasan yang bertanggung jawab. 

“Kalau misalkan ditanya apakah ada batasan, tentu kebebasan yang bertanggung jawab itu yang pasti. Apalagi kita di sini sebagai mahasiswa, kaum akademis, kaum intelektual, harusnya kita bisa mengkritik yang membangun, kritik yang konstruktif,” tutur Kaleb di hadapan audiens debat pada Rabu, (6/11).

Tak berhenti disitu, panelis dari BEM Fakultas Hukum (FH), Ahmad Farouk Djayadiningrat, mengarahkan pertanyaan kepada paslon 03 tentang bagaimana mereka akan menghadapi pembatasan tema program kerja (proker) yang sensitif. 

Hal ini disampaikan lantaran kasus tersebut telah terjadi di FH. Tema proker yang diajukan oleh BEM FH dinilai terlalu sensitif dan politis sehingga ditolak oleh pihak kampus. 

Mendengar pembatasan tersebut, Paslon 03 secara tegas menyatakan bahwa mereka akan berada di garis terdepan untuk mahasiswa UPN “Veteran” Jakarta. 

“Saya siap beroposisi dengan rektorat, saya siap berada di garis keluarga mahasiswa UPN Veteran Jakarta dan juga hak-hak yang seharusnya kita miliki,” tegas Raul di atas panggung debat Rabu, (6/11).

Di kesempatan yang sama, Samuel Hamonangan Jeremiah Silalahi, panelis dari Senat Fakultas Ilmu Komputer (FIK) turut melayangkan pertanyaan untuk paslon 02, mengenai langkah konkret mereka dalam antisipasi penekanan kebebasan berpendapat di kampus. 

Terkait hal ini, Haikal yang merupakan ketua paslon 02 menguraikan salah satu program kerja mereka, yaitu Veteran Issues Discussion, sebuah forum diskusi yang akan menjadi ruang bagi mahasiswa untuk menyampaikan pendapat.

“Cara elegan yang harus dilakukan oleh mahasiswa sebagai tokoh akademisi adalah dengan menuangkan pikiran-pikiran mereka secara rasional baik itu berbasis tulisan ataupun lisan,” ungkap Haikal kepada civitas akademika yang hadir pada Rabu, (6/11).

Lempar Batu Sembunyi Tangan Isu Kebebasan Berpendapat dan Pembatasan Aksi di Patribera 2024

Pada sesi debat antar ketua pasangan calon, setiap ketua diberikan kesempatan untuk saling melemparkan pertanyaan kepada ketua pasangan calon lainnya. 

Mengawali sesi debat, ketua paslon 02, Haikal, melontarkan pernyataannya terkait pembatasan penggunaan handphone selama aksi massa dalam kegiatan Patriot Bela Negara (Patribera) yang lalu. Menurutnya, pembatasan ini merupakan bentuk pengekangan terhadap kebebasan berekspresi.

“Apakah nanti ada pembatasan-pembatasan yang sama seperti yang dilakukan tahun ini, karena bagi kami (paslon 02) tidak sepakat dengan pembatasan handphone yang dilakukan oleh teman-teman panitia terhadap maba (mahasiswa baru), karena itu membatasi kebebasan berekspresi yang ada di kampus,” tutur Haikal. 

Berdasarkan laporan reportase ASPIRASI dalam Buletin Edisi Khusus PKKMB 2024, BEM UPNVJ sempat melaksanakan aksi di tengah Patribera 2024. Sebelum aksi dimulai, para mentor menginstruksikan untuk mengumpulkan handphone mahasiswa baru 10 menit sebelumnya.

Menanggapi pernyataan tersebut, Ketua Paslon 01, Kaleb, menyatakan bahwa ia tidak merasa membatasi kebebasan berpendapat. Ia berkomitmen untuk mencari langkah-langkah yang rasional dalam menghadapi penyampaian pendapat selama Patribera.

“Rasa-rasanya kita tidak membatasi, tetapi kita coba cari cara langkah, biar ini tuh enggak merugikan salah satu pihak ataupun kedua belah pihak nantinya,” ucap Kaleb. 

Berbeda dengan Kaleb, Raul selaku ketua paslon 03 menanggapi bahwa tuntutan terkait kebebasan berpendapat yang diajukan ketua paslon 01 dan 02 sangat kontradiksi dengan tindakan mereka sebagai salah satu panitia Patribera. 

“Mereka berdua itu panitia Patribera, tapi mereka mendiamkan hal itu terjadi depan mata mereka,” kata Raul. 

Menanggapi hal tersebut, Haikal yang juga sempat menjadi Staf Mentor pada Patribera 2024 menyangkal, arahan yang datang dari Divisi Kode Etik tidak semua mentor sepakat dengan pembatasan tersebut. 

“Arahan tersebut datang dari (Divisi) Kode Etik di mana temen-temen mentor harus lakukan. Dan tentu bagi kita, ini melanggar kebebasan berpendapat yang ada di lingkungan kampus UPN “Veteran” Jakarta,” kata Haikal menyangkal.

Lebih lanjut, menurut Raul, dirinya sangat menyesalkan untuk teman-teman aksi yang sudah datang untuk bersuara dan menyampaikan keresahannya tentang korupsi, permasalahan birokrasi, dan lainnya, tetapi malah dibatasi. 

“Saya rasa sangat berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan oleh mereka berdua tentang kebebasan berpendapat kalau mereka mendiamkan pembatasan pendapat di dalam lingkungan mereka tersendiri,” tukas Raul.

 

 

Foto: ASPIRASI/Tia Nur

Reporter: Tia Nur, Anggita Dwi | Editor: Nabila Adelita 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *