Gelar Aksi dan Serahkan Petisi, Masyarakat Tolak Kenaikan PPN 12 Persen

Nasional

Kenaikan PPN menuai aksi penolakan dari berbagai kalangan, mulai dari warga, pekerja, hingga  Kpopers. Aksi ini ditujukan untuk menyuarakan keresahan atas kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil bagi kelas menengah ke bawah.

aspirasionline.com – Penetapan pemerintah mengenai Pajak Pertambaban Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada Senin, (16/12) lalu mengundang mendorong masyarakat untuk menandatangani  petisi dan menghadiri aksi penolakan yang digelar di Taman Pandang Istana pada Kamis, (19/12). 

Massa yang tergabung dalam aksi yang diinisiasi oleh Bareng Warga, berkumpul dengan tujuan utama untuk menyerahkan petisi penolakan kenaikan PPN menjadi 12 persen yang telah ditandatangani lebih dari 113.000 orang kepada Sekretariat Negara (Setneg).

Aksi yang dihadiri oleh mayoritas penggemar budaya Korea atau Kpopers itu semula dijadwalkan pukul 13.30 WIB, meski sempat tertunda akibat hujan deras. Aksi penolakan tersebut baru benar-benar dimulai pada pukul 14.25 WIB. 

Awalnya, massa berniat melakukan aksi di depan Istana Negara, namun rencana ini dihalang-halangi oleh pihak kepolisian, sehingga aksi bergeser ke Taman Pandang Istana.

Salah satu perwakilan dari Bareng Warga, Risyad Azharai, mengungkapkan kekecewaannya terhadap tindakan aparat yang dianggap menghalangi niat baik mereka. 

“Ini bukan demo, enggak ada alat peraga, enggak ada toa, enggak ada kebisingan suara,” ungkap Risyad kepada ASPIRASI pada Kamis, (19/12).

Sementara itu, petisi penolakan yang telah ditandatangani oleh ratusan ribu warga akhirnya diserahkan kepada pemerintah melalui delegasi yang telah dibatasi menjadi sepuluh orang dengan dua perwakilan utama, yakni Risyad Azharai dari Bareng Warga dan Afif Abdul Qoyim dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). 

Namun, petisi yang telah diserahkan kepada Setneg tersebut belum mendapatkan jawaban langsung hingga berita ini terbit. 

Kenaikan PPN Dinilai Merugikan bagi Masyarakat Kelas Menengah

Aksi ini menuntut pemerintah untuk membatalkan kenaikan PPN 12 persen, yang dinilai akan memberatkan masyarakat terutama pada masyarakat kelas menengah ke bawah. 

Salah seorang pekerja, Sonnet, yang turun meramaikan aksi merasa bahwa dirinya dirugikan atas kenaikan PPN  tersebut.

“Ekonomi menengah itu yang paling dirugikan dari PPN 12 persen. Karena kita tahu list-list item mewah, yang enggak ngerti maksudnya mewah ini beneran mewah apa enggak, itu berdampak pada orang-orang yang di golongan miskin enggak, di golongan kaya juga enggak,” kata Sonnet saat diwawancarai ASPIRASI di Taman Pandang Istana pada Kamis, (19/12).

Lebih lanjut, Sonnet juga mempertanyakan bagaimana pengalokasian pajak selama ini, karena dirinya sebagai masyarakat merasa belum ada hasil yang bisa dinikmati dari pajak yang dibayarkan selama ini.

Sonnet merasa kenaikan pajak 12 persen tidak memiliki nilai esensial yang jelas. Belum ada suatu sustainabilitas dari aspek-aspek kesehatan sampai pendidikan yang nyatanya masih merogoh kocek besar.

Selaras dengan pernyataan Sonnet, Eno Liska Walini, atau yang akrab disapa Eno, seorang pekerja dari YLBHI juga menuturkan bahwa kenaikan pajak ini sangat tidak adil.

“Di tengah situasi kita yang lagi nggak baik-baik aja, justru pemerintah memilih untuk menaikan pajak 12 persen. Padahal kalau mereka mau, mereka bisa memajaki orang kaya,” tutur Eno kepada ASPIRASI pada Kamis (19/12).

Narasi Pemberlakuan Barang Kena PPN Dinilai Sebagai Pengaburan Fakta

Risyad menyampaikan bahwa petisi yang disampaikan secara garis besar berisi penolakan atas peraturan yang tidak relevan.

“Hari ini kita ngerasa sebaiknya enggak perlu (kenaikan PPN), karena itu peraturan lama tahun 2021, dan kondisi ini udah enggak relevan,” ucap Risyad menjelaskan.

Kebijakan kenaikan PPN yang akan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2025 didasari ketetapan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang menjelaskan kenaikan tarif PPN secara bertahap.

Stimulus ekonomi yang dipaparkan oleh pemerintah atas kenaikan PPN ini memicu pertanyaan besar di kalangan masyarakat, pasalnya tidak semua kalangan merasakan dampak dari stimulus ekonomi tersebut.

Selain itu, narasi pemerintah yang menyebut kenaikan PPN hanya berlaku untuk barang-barang mewah dinilai sebagai pengaburan fakta. 

“Ada upaya-upaya buat mereduksi kenaikan PPN ini tidak sebegitu hebatnya, dibuat seolah-olah biasa-biasa aja, dibenturkan dengan narasi hanya untuk barang mewah,” jelas Risyad.

Selain itu, masyarakat mempertanyakan alasan pemerintah menaikkan PPN secara keseluruhan ketika sudah ada mekanisme pajak untuk barang mewah, yaitu Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

“Padahal kita tahu ada yang namanya pajak barang mewah, tapi kenapa PPN yang dinaiki, itu juga sangat aneh,” tukas Risyad.

 

Foto: ASPIRASI/Zhufar

Reporter: Hanifah Nabilah | Editor: Rara Siti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *