Rentan Kriminalisasi, PBB Ajukan Rekomendasi Perlindungan Persma kepada Dewan Pers

Nasional

Berangkat dari kasus-kasus kekerasan yang terus menimpa Pers Mahasiswa (Persma), akhirnya pada Kamis, (19/12) Persma Bersuara Bersama (PBB) yang diinisiasi oleh para aktivis Persma kawasan Jabodetabek resmi mengajukan rekomendasi kepada Dewan Pers mengenai perlindungan dan skema advokasi saat terjadi kekerasan terhadap Persma.

Aspirasionline.com — Pada November lalu, Dewan Pers telah merilis Indek Kebebasan Pers (IKP) Nasional 2024 yang terus menurun dengan skor 69,36 persen. Hal ini dibuktikan dengan terus terjadinya tindak represi terhadap jurnalis, khususnya terhadap Persma.

Catatan dari Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) menunjukkan data peningkatan kasus represi yang dialami oleh pers mahasiswa pada periode 2020-2021 mencapai 185 kasus.

Ditambah beberapa waktu lalu kembali terjadi kasus represi terhadap UKPM Catatan Kaki (UKPM CAKA) yang merupakan Pers Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar. 

Permasalahan ini yang pada akhirnya menggerakan PBB untuk membuat surat rekomendasi dan menyerahkannya secara langsung kepada Tenaga Ahli Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Hendrayana usai Diskusi Publik yang berlangsung di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta pada Kamis, (19/12) lalu.

“Kami terus mendorong Dewan Pers agar tidak ada lagi kekerasan yang dialami pers  mahasiswa,” ujar Fadli Faturrahman selaku Koordinator Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ) pada Kamis, (19/12).

Adapun rekomendasi yang diserahkan PBB kepada Dewan Pers memuat lima tuntutan sebagai berikut:

  1. Mendesak Dewan Pers memberikan pengakuan dan perlindungan kepada pers mahasiswa sebagai bagian dari aktor demokrasi dan ekosistem pers nasional.
  2. Mendesak Dewan Pers untuk menyosialisasikan kerja sama dengan Kementerian Pendidikan soal Perlindungan Pers Mahasiswa.
  3. Mendesak Dewan Pers untuk menjalin kerja sama dengan Kementerian, Lembaga, maupun Institusi lain yang di dalamnya ada aktivitas pers mahasiswa. Senyampang, Dewan Pers juga harus merumuskan kebijakan yang lebih progresif berkaitan dengan perlindungan pers mahasiswa. 
  4. Menuntut dan mendesak semua kampus dan pihak terkait untuk mentaati perjanjian Dewan Pers dan Kementerian Pendidikan. 
  5. Meminta kampus untuk terus mendukung dan memfasilitasi aktivitas pers mahasiswa tanpa mencampuri urusan redaksi dan hal-hal yang melanggar kode etik jurnalistik.

Tuntutan yang diajukan tersebut pada intinya menekankan agar Persma dapat diberikan ruang bebas dalam menjalankan kerja jurnalistik dan apabila terjadi sengketa dapat dijalankan upaya advokasi yang sesuai dengan mekanisme pers.

Dewan Pers Menjamin Terwujudnya Perlindungan Bagi Persma

Program Officer Yayasan Persahabatan Indonesia Kanada (YAPPIKA), Sari Wijaya menyatakan bahwa kampus sudah semestinya mengakui kebebasan pers mahasiswa dan ekosistem kritis di dalamnya. 

“Suara dari mahasiswa di kampus wujud dari kebebasan akademik. Harus diakui negara dan kampus,” ungkap Sari saat diskusi publik pada Kamis, (19/12). 

Menanggapi hal tersebut, Hendrayana menerima rekomendasi yang diajukan dan berkomitmen untuk terus terlibat dalam upaya perlindungan Persma. Ia menjamin Dewan Pers akan membantu apabila kedepannya terjadi lagi kekerasan terhadap Persma.

“Kami siap membantu, bersurat saja ke Dewan Pers,” ungkapnya dikesempatan yang sama pada Kamis, (19/12).

Hendrayana juga menambahkan bahwa saat ini pers mahasiswa sebenarnya telah memiliki rujukan penyelesaian sengketa pemberitaan berupa Perjanjian kerja sama antara Dewan Pers dengan Kementerian Pendidikan Tinggi yang diteken pada 18 Maret lalu.

Perjanjian yang telah ditandatangani oleh Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Arif Zulkifli sebagai pihak kesatu dan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Sri Suning Kusumawardani sebagai pihak kedua ini memuat dua poin penting, yaitu mengenai perlindungan dan peningkatan kapasitas pers mahasiswa. 

Maka dari itu, Dewan Pers mendesak seluruh perguruan tinggi untuk menaati perjanjian kerja sama tersebut yang dinilai dapat menjadi landasan bagi pers mahasiswa untuk bekerja lebih leluasa tanpa ada ketakutan pembredelan atau intimidasi.

Dilansir dari Tempo mengenai diskusi Perlindungan terhadap Pers Mahasiswa yang digelar oleh PPMI pada Sabtu, (27/4) Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Arif Zulkifli menyebut perjanjian ini menjadi pintu masuk untuk melindungi aktivitas pers mahasiswa yang rentan mendapat intimidasi.

“Kalau ada kasus, mudah-mudahan kampus bisa mentaati perjanjian kerja sama ini. Tidak boleh ada pembredelan,” ujar Arif pada Sabtu, (27/4).

 

Reporter: Rara Siti | Editor: Nabila Adelita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *