Larangan Aksi Demonstrasi Kebiri Hak Kebebasan Ekspresi Mahasiswa Baru UPNVJ
Penambahan poin larangan bagi mahasiswa baru untuk terlibat dalam kegiatan demonstrasi menuai kritik dan kekhawatiran terkikisnya kebebasan ekspresi di kampus.
Aspirasionline.com — Belakangan ini, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) memperbaharui surat pernyataan yang wajib ditandatangani oleh setiap mahasiswa baru angkatan 2024.
Salah satu poin tambahan dalam surat tersebut berisi larangan bagi mahasiswa baru untuk terlibat dalam kegiatan unjuk rasa atau demonstrasi.
“Tidak terlibat dalam kegiatan unjuk rasa/demonstrasi yang berorientasi memprovokasi mahasiswa melakukan penghakiman, perusakan, merendahkan, menghina & pencemaran nama baik lembaga, pimpinan, dosen, tenaga kependidikan, dan sesama mahasiswa.”
Perubahan tersebut menimbulkan kekhawatiran mengenai hak kebebasan berekspresi dalam lingkungan akademik, termasuk hak untuk berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa, dan telah diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28E Undang-Undang Dasar 1945.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengkritik poin pelarangan tersebut karena menurutnya bersifat inkonstitusional dan melanggar kebebasan ekspresi di kampus.
“Klausul larangan itu sebenarnya inkonstitusional ya bertentangan dan pelanggaran terhadap kebebasan bersuara, kebebasan berpendapat di kampus,’’ jelas Ubaid kepada ASPIRASI saat dihubungi melalui telepon WhatsApp pada Senin, (15/7).
Ubaid menambahkan, sebagai panggung intelektual semestinya kampus memberikan ruang perdebatan akademik seluas-luasnya, bukan justru menunjukkan pembatasan kebebasan akademik.
“Kebebasan bersuara diberangus, kebebasan untuk berpikir, berpendapat juga diberangus. Ini menurut saya sebuah kemunduran yang luar biasa,” tegas Ubaid.
Sejalan dengan dengan hal tersebut, Wakil Ketua Umum VOX Populi Institute sekaligus Pengamat Pendidikan, Indra Charismiadji menegaskan bahwa penambahan poin tersebut merupakan upaya inkonstitusional yang menyampingkan hak asasi manusia dan konstitusi negara.
Indonesia sebagai negara dengan landasan hukum yang jelas, menurut Indra, berhak memberi ruang kepada mahasiswa untuk mengajukan kritik secara akademis.
“Jadi bukan salah mahasiswa, tapi salah pejabat-pejabat kampus yang tidak memahami konstitusi, tidak memahami hak asasi manusia, yang seharusnya memang nggak layak menjadi akademisi,” ungkap Indra kepada ASPIRASI saat diwawancarai melalui Zoom Meeting pada Selasa, (16/7).
Selain itu, bilamana pihak-pihak yang mengabaikan dasar hukum berdampak pada pengabaian hak-hak warga negara dan kemungkinan ada upaya untuk menggeser dengan landasan hukum yang lainnya, perlu ditindaklanjuti dengan melakukan penuntutan.
Karena menurutnya, larangan aksi demonstrasi dalam surat pernyataan mahasiswa baru tersebut jelas melanggar Undang-Undang Dasar 1945.
“Kita ke Mahkamah Agung (MA) bisa, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bisa, ke Ombudsman bisa, ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bisa, ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bisa, banyak hal yang bisa dilakukan oleh teman-teman mahasiswa,” tutup Indra.
Ilustrasi: Tim Produksi LPM ASPIRASI
Reporter: Nabila Adelita | Editor: Nayla Shabrina.