
Buntut Aksi Demonstrasi Korupsi UPNVJ, Mahasiswa Terancam Digugat Pelanggaran Kode Etik
Merespon aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa UPNVJ terkait kasus korupsi pembangunan Gedung Medical Education and Research Centre (MERCe) beberapa waktu lalu, pihak kampus justru melakukan pemanggilan tertutup dan melayangkan dugaan pelanggaran kode etik.
Aspirasionline.com – Aksi unjuk rasa yang dipelopori sejumlah barisan mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) terhadap dugaan kasus korupsi berujung pemanggilan beberapa mahasiswa atas dugaan pelanggaran kode etik pada Kamis, (13/6).
Setidaknya, dilakukan pemanggilan kepada dua mahasiswa dari Fakultas Hukum (FH) atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilayangkan oleh Komisi Disiplin (Komdis) FH dengan surat tertanggal 24 Juni 2024.
Pemanggilan tersebut ditujukan khususnya kepada Masita Marasabessy yang merupakan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPNVJ serta Kaleb Otniel Aritonang yang saat ini menjabat sebagai Menteri Bidang Hukum dan Hak Asasi Mahasiswa BEM UPNVJ.
Berdasarkan keterangan Kaleb pemanggilan tersebut bermula disampaikan melalui pesan yang diteruskan dari Staf Pendidikan dan Pengajaran (Dikjar) FH kepadanya melalui Kepala Bidang Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma) BEM FH. Cara pemanggilan tersebut sama juga terjadi kepada Masita.
“Awalnya, aku dikasih tahu sama Kepala Bidang Adkesma dari FH, dia dapat WA (WhatsApp) dari dikjar untuk meneruskan pesan itu ke saya,” ungkap Kaleb kepada ASPIRASI pada Sabtu, (6/7).

Keesokannya, tepatnya pada Selasa, (25/6), pemanggilan sidang kode etik berupa agenda pemeriksaan dipenuhi kehadirannya oleh Masita dan Kaleb. Namun menurut Kaleb, agenda tersebut lebih terasa sebagai upaya intimidasi kepadanya.
Hal itu karena dirinya merasa mendapat tekanan untuk mengakui bahwa dirinya bersalah atas pelanggaran kode etik, yang tidak jelas dasar aturan dan pasalnya.
“Jadi, saya pun bingung sih kalau dikagetin sama Pertor (Peraturan Rektor) juga, jadi kayak, seakan-akan tuh saya harus menyatakan bahwa saya bersalah,” imbuh Kaleb.
Meski begitu, saat agenda tanda tangan kehadiran Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada Kamis (4/7), Kaleb mengaku sempat melakukan penolakan untuk menandatangani dokumen karena tercantum poin yang menyatakan dirinya bersalah.
“Di poin ketujuh, saya ini dinyatakan bersalah karena melakukan tindakan tidak sopan kepada jajaran Rektor,” sebut Kaleb tidak terima atas BAP yang dibacanya hari itu.
Hal serupa juga dirasakan oleh Masita yang juga dipanggil secara terpisah pada hari yang sama. Selama persidangan berlangsung, Komdis FH hanya mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan peranan dan beberapa adegan pelanggaran kode etik yang terjadi dalam aksi tanpa penjelasan lebih jauh.
“Mereka bilang, itu etika aja loh kepada pimpinan, masa kalian lempar-lempar duit, terus topeng-topeng gitu,” ungkap Masita kepada ASPIRASI melalui sambungan telepon pada Senin, (8/7).
Masita menyebut terdapat empat adegan pada aksi demonstrasi yang dianggap melanggar kode etik, yang diantaranya adalah pelemparan uang palsu kepada rektorat, adanya topeng berwajah beberapa jajaran rektor, propaganda, hingga kalimat yang dianggap tidak sopan, dan sikap menunjuk-nunjuk ke arah jajaran rektor.
Lebih dari itu, Masita juga sempat merasa heran dengan pertanyaan yang diajukan ketika agenda sidang pemeriksaan. Dia menyebut, terdapat pertanyaan yang dilontarkan Komdis terkait potensi demonstrasi yang lebih besar jika dilakukan pemanggilan kepada pemimpin organisasi mahasiswa di kemudian hari.
“Pertanyaan menariknya adalah pas di akhir-akhir, mereka nanya, kalau misalnya semua pimpinan pada dipanggil, kira-kira bakalan ada aksi yang jauh lebih besar lagi apa nggak sih. Lucu sih, karena kayak, jatuhnya mereka takut,” ungkap Masita sedikit tertawa.
Meski sidang tersebut sudah berjalan lebih dari 2 minggu yang lalu, baik Masita maupun Kaleb mengaku belum mendapatkan informasi resmi terkait hasil pemeriksaan yang dilakukan.
“Belum dikasih tahu untuk hasilnya,” jawab Masita.
Mahasiswa FISIP Layangkan Surat Keberatan atas Pemanggilan Sidang Kode Etik
Selain mahasiswa dari FH, Kristian Hamonangan Siregar mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) juga terlibat dan dipanggil oleh Komdis FISIP atas dugaan pelanggaran yang serupa.
Kristian menyebutkan bahwasannya pemanggilan ini bukan yang pertama kali untuknya. Pemanggilan pertama dilakukan langsung oleh Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan, Ria Maria Theresa atau akrab disapa Dokri, satu hari setelah aksi demonstrasi melalui WhatsApp pribadi.
“Malamnya, setelah aksi, aku dipanggil oleh Dokter Ria, jam 20.44,” unjuk Kristian secara langsung kepada ASPIRASI saat diwawancarai pada Sabtu, (6/7).

Kristian menambahkan pertemuan tersebut turut dihadiri pula oleh Masita, perwakilan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) UPNVJ, serta tujuh Wakil Dekan dari setiap fakultas, hingga pihak Kemahasiswaan dan tim kuasa hukum UPNVJ.
Pertemuan ini dibenarkan juga oleh Masita yang menyebut bahwasannya pihak retorat menyayangkan aksi yang dilakukan oleh mahasiswa UPNVJ yang dinilai berlebihan dan kurang sopan.
“Mereka (pihak kampus) sangat menyayangkan aksi kita (mahasiswa). Katanya, ada beberapa aksi kita yang menurut mereka itu terlalu berlebihan, kayak anarkis bakar ban terus habis itu lempar-lemparan duit, kata-kata kasar,” sebut Masita.
Pertemuan tersebut itulah, menurut Kristian, adalah titik awal mula adanya surat pemanggilan kepada beberapa mahasiswa terkait pelanggaran kode etik.
“Di sana juga dikatakan bahwa aksi kemarin tidak kondusif, terus juga tidak sopan dan lain-lain. Ya itu mungkin arahnya, dari sana mulai ada katanya dugaan pelanggaran kode etik di Pertor atau peraturan rektor, kalo nggak salah nomor 18 (tahun) 2020 lah,” lanjut Kristian menambahkan.
Tak berhenti sampai situ, Kristian dan beberapa mahasiswa FISIP lainnya pun turut dipanggil secara informal oleh pihak fakultas. Pemanggilan ini, menurut Kristian masih berkaitan dengan pelanggaran kode etik atas aksi demonstrasi yang diikutinya.
Kendati demikian, Kristian mengatakan bahwasannya saat pemanggilan tersebut hingga surat pemanggilan resmi diturunkan, dirinya belum juga mendapatkan penjelasannya yang cukup terkait alasan pemanggilan tersebut.
“Di surat pemanggilannya pun, akhirnya kemarin yang turun ke kami nggak dijelasin itu loh, terkait apa pasal yang kami langgar, kronologinya seperti apa, kejadian atas dasar kejadian apa,” keluhnya.
Merasa tidak terima, Kristian beserta mahasiswa FISIP lainnya menyatakan surat keberatan untuk merespon surat pemanggilan pelanggaran kode etik yang ditujukan kepada mereka.

Bahwa tercantum dalam Surat Nomor 920/UN61/FISIP/2024 tertanggal 3 Juli 2024, Kristian sekaligus mewakili beberapa mahasiswa FISIP, yakni Fadli Yudhistira, Thariq Rifqi Verdyansah, dan Zufar Hafiz menyatakan keberatan atas adanya surat pemanggilan sidang kode etik karena tidak adanya penjelasan secara terperinci mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan.
“Beberapa anak-anak FISIP yang dipanggil, dan aku sebagai Ketua BEM dari FISIP mau mengakomodir mereka (mahasiswa FISIP). Kita mau ajukan surat keberatan bahwa kita perlu dijelaskan asal dipanggil apa, kronologi seperti apa dan apa yang dilanggar,” tegas Kristian.
Pihak Fakultas Enggan Memberikan Komentar
Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan III FISIP sekaligus Ketua Komdis FISIP, Musa Maliki, menyebut bahwa pemanggilan yang dilakukan kepada Kristian dan beberapa mahasiswa FISIP lainnya hanya bertujuan untuk mengkonfirmasi.
“Tadi, team Komdis yang ditunjuk oleh rektorat melalui fakultas hanya ingin konfirmasi saja terkait dugaan pelanggaran kode etik saat menjalankan demo tanggal 13 Juni 2024. Namun, teman-teman mahasiswa menyatakan surat keberatan,” melalui pesan WhatsApp kepada ASPIRASI pada Senin, (8/7).
Di sisi lain, Komdis FH, baik ketua maupun anggotanya sangat sulit untuk ditemui dan dimintai keterangan oleh ASPIRASI hingga berita ini ditulis. Upaya untuk meminta keterangan Wakil Dekan III FH sekaligus Ketua Komdis FH, Slamet Tri Wahyudi, selalu menemui hambatan.
Slamet menolak untuk diwawancarai secara daring dengan beralasan kurang tepat jika dilakukan melalui sambungan telepon. Namun, Slamet justru selalu berhalangan untuk ditemui secara langsung hingga terkesan mengulur waktu.
“Setelah diskusi dengan tim komisi disiplin, wawancaranya akan dilakukan oleh 3 orang, Kaprodi (Kepala Program Studi), Wadek 1 dan Wadek 3. Permintaan tim di hari Jumat dan secara langsung,” tulis Slamet melalui pesan WhatsApp kepada ASPIRASI pada Selasa, (9/7).
Sayangnya, Slamet tidak dapat memenuhi janjinya untuk ditemui ASPIRASI dan mengalihkannya kepada Abdul Kholiq selaku Kaprodi FH. Namun, Abdul Kholiq juga merasa kurang mendapatkan informasi yang jelas dan melemparkannya kembali kepada Slamet.
Ilustrasi: ASPIRASI/Nayla
Reporter: Natasya Oktavia | Editor: Nayla Shabrina.