Eksistensi Al-Zaytun Disebut Mengancam Idealisme NKRI

Nasional

Pesantren Al-Zaytun belakangan menarik perhatian publik sebab ajaran-ajarannya yang dianggap menyimpang dengan cara menanamkan doktrin-doktrin yang tidak sesuai ideologi bangsa.

Aspirasionline.com – Pesantren Al-Zaytun menjadi buah bibir di dunia maya karena diduga menanamkan doktrin-doktrin yang menyimpang dari ideologi Pancasila sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Hal ini selaras dengan keterangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa memang beberapa ajaran Al-Zaytun berkaitan dengan Negara Islam Indonesia (NII).

Secara khusus, ajaran Pesantren Al-Zaytun telah mencoreng sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menjelaskan bahwa bangsa Indonesia harus menjalankan agamanya secara berkeadaban.

Menurut Satino, Dosen Kewarganegaraan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ), berkeadaban yang dimaksud adalah setiap warga negara Indonesia harus beragama di antara lima agama yang diakui di Indonesia dan melaksanakan ajaran agamanya berdasarkan kitab suci masing-masing agama.

“(Kitab suci) itu sudah lurus, kalau-kalau menyimpang (dari kitab suci) pasti juga akan bertentangan dengan sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,” jelas Satino saat diwawancarai ASPIRASI pada Kamis, (13/7).

Beberapa ajaran dalam Pesantren Al-Zaytun sendiri tidak sesuai dengan kitab suci umat Islam dan berbeda dengan ajaran agama Islam yang ada. Salah satunya adalah menyampaikan salam dengan menggunakan salam bangsa Yahudi. Hal tersebutlah yang membuat pesantren terbesar se-Asia Tenggara ini dituding menyelewengkan sila pertama Pancasila.

Kenyataan bahwa ajaran Al-Zaytun yang menyimpang memang tidak bisa dipungkiri. Namun, Satino berpendapat bahwa yang harus diubah adalah manajemen dari pondok pesantren itu, bukan dengan membubarkan pesantren tersebut.

“Al-Zaytun berdiri. Harus berdiri. Cuma yang diganti adalah manajemennya yang ada di situ. Seandainya Al-Zaytun itu sendiri ditutup, bagaimana nasib anak-anak didik kita yang ada di sana?” tanyanya.

Pengaruh Doktrin pada Individu yang Menerimanya

Dilansir dari artikel Re-Jabar bertajuk “Ini Tiga Kesesatan Doktrin Panji Gumilang Al-Zaytun”, terdapat tiga hal menyeleweng yang ditemukan pada pesantren tersebut. Salah satu di antaranya adalah penodaan agama d imana Panji Gumilang, pemimpin Pondok Pesantren Al-Zaytun, mengatakan, “Kalau Allah berbahasa Arab, nanti susah bertemu orang Indramayu, Gusti Allah nggak ngerti.”

Hal ini tentu saja tidak sepatutnya dilontarkan oleh seorang pemimpin dari pondok pesantren Al-Zaytun. Tak hanya itu, ternyata sudah banyak doktrin-doktrin sesat yang ditanamkan dalam ajaran pesantren ini.

Lainatul Mudzkiyyah, Dosen Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, menjelaskan bahwa doktrin sendiri merupakan ajaran yang diberikan kepada individu yang memang belum memiliki dasar pengetahuan kuat.

“Doktrin sendiri adalah sebuah pengajaran atau pemberian pemahaman kepada individu yang belum memiliki dasar-dasar pengetahuan yang kuat sebelumnya ataupun mungkin sudah juga, tetapi informasi ini yang diberikan berkaitan dengan nilai-nilai,” jelas Lainatul Mudzkiyyah kepada ASPIRASI, Selasa, (4/7).

Oleh karena itu, sebenarnya doktrin tidak bisa terlepas dari dunia pendidikan dan pengajaran. Namun, yang membedakan adalah apakah doktrin tersebut baik atau buruk. Sifat dari doktrin menjadi penting untuk dinilai karena kebanyakan doktrin yang diberikan oleh lembaga pendidikan seperti pesantren ini akan dianggap suatu ajaran yang benar.

Belum lagi, kehidupan para santri kebanyakan dihabiskan di dalam pondok dan interaksi mereka sangat dibatasi dari dunia luar. Ilmu-ilmu seperti ritual keagamaan baik secara pengetahuan maupun praktek hanya mampu didapatkan dari pesantren. Hal ini yang membuat para santri tidak dapat membandingkan ilmu yang mereka terima selama berada di pondok dengan dunia luar. 

Lainatul memaparkan jika perbedaan yang justru baru disadari ketika mereka keluar dan kembali ke masyarakat inilah yang berpotensi menimbulkan konflik. Para santri akan menganggap orang-orang yang berbeda keyakinannya dengan mereka sebagai orang yang sesat.

“Sehingga santri ini, yang memiliki keyakinan itu, pada saat pulang kepada masyarakat, pulang kepada keluarganya, menilai keluarganya ini tidak memiliki kesamaan ideologi, tidak memiliki kesamaan ajaran yang sama seperti yang diterimanya. Maka mereka ini dianggap kafir,” tutur Lainatul pada ASPIRASI pada Selasa, (4/7).

Doktrin seperti ini jelas bisa sangat berdampak pada kehidupan seseorang, baik dalam bersikap maupun berperilaku. Hal ini karena doktrin berperan dalam membantu individu mengendalikan perilakunya.

Namun, bukan berarti doktrin yang telah tertanam pada diri seseorang tidak dapat dihilangkan. Doktrin dapat hilang dari diri seseorang apabila dihadapkan dengan doktrin baru yang sama atau lebih kuat sehingga dapat mematahkan doktrin sebelumnya.

“Sehingga doktrin itu apakah bisa berubah atau tidak? Bisa. Ketika si individu yang mendapatkan doktrin ini ketemu sama kelompok lain atau orang lain yang memiliki doktrin yang berbeda dan mampu mematahkan pemahamannya tentang doktrin yang sebelumnya bahwa doktrin yang dipahami selama ini adalah salah,” ucap Lainatul.

Teliti dalam Memilih Lembaga Pendidikan

Orang tua tentunya menginginkan pendidikan yang baik untuk anaknya. Terutama bagi orang tua yang berlatar belakang religius, menyekolahkan anaknya di suatu lembaga pendidikan berbasis agama menjadi pilihan utama.

Namun, acap kali ajaran agama yang menyimpang menjadi isu berbahaya yang cukup mengkhawatirkan dalam lingkungan pendidikan. Hal ini tentunya membuat orang tua harus lebih teliti dalam memilah lembaga pendidikan yang transparan dan tepat untuk anak.

Lainatul lantas memberi saran kepada orang tua untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan tokoh agama yang diyakini dapat menjadi langkah pertama untuk memilah lembaga pendidikan berbasis agama yang ajarannya sesuai dengan apa yang kita yakini. 

Lalu, memanfaatkan teknologi informasi juga dapat menjadi opsi kedua. Dewasa ini, cukup dengan mencari kata pada laman pencarian, semua informasi yang kita inginkan didapatkan dalam sekejap. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk melihat reputasi, informasi dan value yang diinginkan.

Untuk pesantren sendiri, terdapat lembaga yang menaungi pesantren yang tersebar di Indonesia, yaitu Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI). RMI merupakan organisasi yang terdiri dari pengasuh-pengasuh pondok pesantren di Indonesia, di mana pondok pesantren yang terafiliasi dapat dinilai dan dinyatakan bersih.

Pesantren yang tergabung di RMI telah secara administrasi maupun kelembagaan sah secara hukum. Belum lagi, pemimpin atau pengasuh pondoknya memiliki asal-usul dengan jejak serta latar belakang yang jelas.

Karena di dalam RMI sendiri itu ada kegiatan seperti bulanan, yang mana selalu membahas tentang isu-isu yang ada di pesantren di Indonesia, yang mana di dalamnya itu yang bergabung adalah pengasuh-pengasuh seluruh pondok pesantren yang ada di Indonesia. Nah itu mungkin bisa jadi pertimbangannya,” tutur Lainatul sebagai penutup.

 

Foto: Caritau.com

Reporter: Anastasya Regina. | Editor : Alfianti Putri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *