Kontra Mahasiswa di Balik Ragam Benefit Kelas PBI FEB UPNVJ
Berbeda dari tahun sebelumnya, program kelas PBI di FEB kini hadir dengan menawarkan berbagai benefit kepada para pendaftarnya. Hal ini tentunya menimbulkan kontra dari mahasiswa pendaftar PBI pada tahun sebelumnya yang tidak mendapat benefit serupa.
Aspirasionline.com – Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) menjalankan kembali kelas Pengantar Bahasa Inggris (PBI) pada Tahun Akademik (TA.) Genap 2022/2023. Kelas PBI sendiri sudah dimulai di FEB sejak TA. Genap 2021/2022 lalu.
Kembali diadakannya kelas PBI setelah sempat tidak berjalan pada semester sebelumnya bukan tanpa sebab. Pemberian beberapa benefit (keuntungan) dari fakultas menjadi salah satu alasan dari berjalannya kembali kelas ini.
Perlu diketahui, benefit kelas PBI sudah diberlakukan mulai TA. Ganjil 2022/2023 dari putusan Rapat Evaluasi Semester Genap TA. 2021/2022 pada Jumat, (22/7) tahun lalu. Dari rapat tersebut, benefit berupa bebas syarat kelulusan minimal skor Test of English as a Foreign Language (TOEFL) 450 dan sertifikat keikutsertaan kelas internasional yang dapat digunakan untuk Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) telah sepakat akan diberikan.
Meski sudah diberlakukan benefit, Wakil Dekan (Wadek) I Bidang Akademik FEB UPNVJ Jubaedah menyebutkan bahwa peminat kelas PBI hanya dua sampai tiga mahasiswa pada TA. Ganjil 2022/2023 yang mengakibatkan kelas gagal berjalan.
Akhirnya, terang Jubaedah, demi menarik minat mahasiswa untuk mengikuti kelas PBI, dilakukan penambahan benefit bebas syarat mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
“Melihat kondisi seperti itu kami membuat strategi, mahasiswa itu sepertinya harus dikasih benefit baru dia mau ikut daftar,” ucapnya kepada ASPIRASI pada Selasa, (21/3).
Penerapan strategi benefit ini turut didukung oleh kehadiran mahasiswa pertukaran pelajar dari Kazakhstan dan Walailak di FEB saat ini. Menurut Jubaedah, esensi dari pertukaran pelajar ini baru akan berjalan ketika terdapat interaksi langsung antara mahasiswa asing dengan mahasiswa FEB di kelas PBI.
“Kan ini tujuan mereka kuliah di sini ingin berinteraksi dengan mahasiswa di Indonesia kan, kalau mereka kuliah cuma satu kelas teman-temannya sendiri, dengan hanya dosen orang Indonesia rasanya tuh tujuan mereka kesini tidak tercapai,” jelasnya kembali.
Pro Kontra Relevansi Benefit dengan Kelas PBI
Segelintir keuntungan yang dapat mahasiswa terima dari mengikuti kelas PBI ini nyatanya masih menerima sejumlah pro dan kontra terkait dengan relevansinya, terutama pada pembebasan syarat TOEFL dan PKM. Banyak mahasiswa yang menganggap jika benefit tersebut relevan, tapi tidak sedikit pula yang beranggap kebalikannya..
Mahasiswa kelas PBI Behaviour Economics saat ini, Meryl Juan, beranggapan bahwa benefit pembebasan syarat TOEFL yang diberikan relevan mengingat komunikasi dan interaksi di kelas PBI menggunakan bahasa Inggris.
“Kita komunikasinya secara ga langsung baik tulisannya maupun conversation (percakapan) itu pakai bahasa Inggris, jadi secara otomatis juga kan harusnya ya nilai TOEFL kita ya paling ga jelek-jelek amat,” ujar Meryl kepada ASPIRASI melalui Zoom Meeting pada Sabtu, (18/3).
Pernyataan Meryl seolah disepakati oleh Jubaedah yang menganggap penggunaan bahasa Inggris penuh yang aplikatif dalam perkuliahan akan otomatis membuat syarat skor TOEFL minimal 450 terpenuhi.
“Kalau mereka kuliah full in english, TOEFL-nya sudah tercapai lah 450. Karena mereka langsung aplikatif dalam bahasa Inggris-nya,” jelasnya.
Berbanding terbalik, Dias Meutia, yang mengikuti kelas PBI Statistika semester genap tahun lalu justru menganggap jika tidak ada korelasi antara mengikuti kelas PBI dengan TOEFL. Menurutnya, tingkatan penggunaan bahasa Inggris yang dipakai dalam kelas PBI dan pada tes TOEFL itu sendiri sudah berbeda.
Selain bebas TOEFL, Dias juga merasa keuntungan bebas PKM tidak memiliki relevansi dengan mengikuti kelas PBI. Ia menilai hal tersebut sebagai upaya dari fakultas agar mahasiswa tertarik mengikuti kelas PBI, mengingat jumlah mahasiswa yang belum mengikuti PKM, menurutnya, juga tidak sedikit.
“Karena emang peminatnya dikit jadi gimanapun caranya nih kampus itu ngasih sejenis itulah biar mahasiswanya itu pada tertarik nih ikut kelas PBI. Ya kapan lagi dong? Apalagi kan mahasiswanya banyak yang belum ngurusin PKM ya,” tambahnya lagi.
Satu pemikiran, Meryl juga menilai bahwa pembebasan PKM ini semata-mata diberikan untuk membuat mahasiswa lebih tertarik mengikuti kelas PBI.
“PKM itu menurut aku kayak yang salah satu yang biar bisa ngebuat mahasiswa lebih tertarik aja gitu ikut kelas PBI,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Jubaedah mengaku bahwa urgensi pemberian benefit bebas PKM memang pada awalnya murni kebutuhan daripada pemenuhan partisipan kelas PBI. Namun, jelasnya, fakultas sendiri sudah mengantisipasi benefit tersebut dengan pemberian metode pembelajaran kelas PBI yang interaktif.
“Kita benar-benar butuh karena ada mahasiswa asing, akhirnya kita tambahkan satu benefit untuk mereka, mereka dibebaskan persyaratan mengikuti PKM. Tapi kita mengantisipasi dengan metode pembelajaran di kelas PBI itu mereka interaktif, artinya mereka lebih banyak project-project, sehingga membuat proposal-proposal bisnis mereka sudah bisa,” tuturnya.
Baru Diberlakukan, Mahasiswa Kelas PBI Sebelumnya Tidak Akan Mendapat Benefit yang Sama
Baru diberlakukan pada TA. 2022/2023 membuat mahasiswa kelas PBI pada TA. Genap 2021/2022 tidak mendapatkan benefit apapun meski sudah mengikuti kelas PBI.
Padahal, menurut Dias, sebagian besar mahasiswa kelas PBI di kelasnya dulu terpaksa masuk kelas PBI karena ditarik otomatis oleh sistem, kecuali dua orang yang benar-benar mendaftar sendiri, termasuk dirinya.
“Waktu itu yang minat itu tuh cuma dua, aku sama temen aku. Jadi kayak pas aku masuk kelasnya pun yang dari kelas lain tuh cuman aku doang berdua, yang lainnya tuh mereka emang dari kelas yang lain yang ditarik di PBI,” ungkap mahasiswi Manajemen angkatan 2021 tersebut.
Sebagai mahasiswa yang mengambil kelas PBI tahun lalu dengan sukarela, Dias sendiri mengaku tidak terlalu ambil pusing jika memang tidak menerima benefit yang serupa. Namun, tetap saja ia kecewa lantaran benefit tersebut justru baru diberlakukan sekarang.
“Aku sebelnya di bagian yang itu sih, kenapa baru sekarang nih benefit-nya sebanyak ini, waktu kemaren pas aku dengan sukarela untuk milih PBI kok nggak?” tandasnya.
Mengonfirmasi hal tersebut, Jubaedah mengungkapkan jika kelas PBI pada TA. Genap 2021/2022 ialah kebijakan yang diinisiasi oleh Wadek I FEB sebelumnya di mana mahasiswa tidak tahu-menahu jika diri mereka akan dimasukkan ke dalam kelas PBI.
“Jadi mahasiswa itu ga tau kalau dia tuh ketika ngisi KRS kelas PBI, terus dibikinlah itu jadi kelas PBI. Nah itu seperti dipaksa ya,” terangnya.
Adanya kesalahan sistem yang membuat mahasiswa tiba-tiba menjadi bagian dari kelas PBI padahal sebelumnya tidak mendaftar, langsung menerima banyak keluhan dari mahasiswa. Keluhan ini yang pada akhirnya membuat proses pembelajaran di kelas PBI yang seharusnya berbasis bahasa Inggris justru tidak terlaksana.
Jubaedah menerangkan akibat proses pembelajaran, diskusi, bahan materi, sampai ujian yang masih menggunakan bahasa Indonesia, mahasiswa kelas PBI pada TA. Genap 2021/2022 tidak dapat menerima benefit yang serupa.
“Itu dibilang PBI nggak bisa, jadi PBI tuh emang full in english. Jadi kalau yang kemarin mix itu ya nggak bisa dapat fasilitas seperti ini,” ucapnya lugas.
Ilustrasi: Novi Nur.
Reporter: Novi Nur | Editor: Nayla Shabrina.