Paralegal Muda Pemberi Bantuan Hukum Bagi Korban Kekerasan Seksual

Resensi

Judul Film       :Yang Muda Yang Membela: Paralegal Muda Membela Korban Kekerasan Seksual

Produser          : Ari Trismana

Genre              : Dokumenter

Tahun              : 2022

Durasi             : 19 menit 40 detik

Perjuangan paralegal muda di LBH APIK agar tetap professional namun tidak meninggalkan trauma berkelanjutan di diri sendiri.

Aspirasionline.com – Dokumenter berjudul Yang Muda Yang Membela: Paralegal Muda Membela Korban Kekerasan Seksual merupakan salah satu program dari Watchdoc Documentary yaitu Watchdoc Kolaborasi. Dimana dalam program tersebut Watchdoc akan menayangkan film dokumenter milik pihak lain di luar Watchdoc.

Dalam dokumenter ini Watchdoc berkolaborasi dengan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), yang membahas kisah paralegal muda atau seseorang yang bukan pengacara, namun memiliki ketrampilan hukum dengan memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono).

Paralegal muda yang dikisahkan dalam dokumenter ini adalah Eva Nurcahyani (23 tahun), seorang mahasiswa Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Jentera dan Nadhifa Disprabowo (20 tahun), mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

Motivasi mereka menjadi paralegal di LBH APIK pun berbeda. Eva termotivasi menjadi seorang paralegal karena ia sangat tertarik dengan isu perempuan, dan ia merasa LBH APIK adalah tempat yang tepat untuk membimbingnya mempelajari isu tersebut.

Berbeda dengan Eva, Nadhifa yang pernah menjalani magang di LBH APIK merasa termotivasi karena pengalaman yang ia rasakan saat sedang magang di LBH APIK. Ia merasa bahwa ia butuh untuk membantu para korban.

“Karena aku ngeliat setiap kali laporan masuk, merasa gitu, mereka ini korban, tidak mampu juga, ngga tau mau kemana, mereka butuh bantuan, jadi selagi tenaga aku bisa dipakai untuk membantu para korban, kenapa engga gitu, itu yang bikin aku bertahan jadi paralegal di sini sih,” ujar Nadhifa.

Cuplikan dari masing-masing paralegal saat sedang memberikan bimbingan hukum juga ditampilkan dalam dokumenter ini. Bahkan cuplikan pengaduan dari seorang mitra saat sedang melakukan bimbingan hukum pun juga disajikan di awal dokumenter.

Mereka mengatakan bahwa menjadi paralegal harus bisa bersikap professional saat sedang memberikan bantuan hukum. Namun sering kali mereka merasakan emosi yang berkelanjutan karena mendengar kisah kekerasan yang dialami mitra.

Untungnya LBH APIK memberikan program trauma healing untuk paralegalnya. Hal ini sebagai langkah preventif akan hal-hal buruk di kemudian waktu yang mungkin akan dirasakan oleh paralegal.

Meskipun tantangan yang dihadapkan seorang paralegal begitu berat, namun mereka tetap bisa bertahan menjadi seorang paralegal karena korban kekerasan seksual sangat membutuhkan bantuan hukum dari mereka, sehingga hal itu lah yang menguatkan mereka untuk bisa bertahan menjadi paralegal muda.

Minim peran generasi muda terhadap bantuan hukum

Kini kasus kekerasan seksual sangat disorot oleh anak muda, khususnya kekerasan seksual yang terjadi di dunia maya. Kekerasan seksual online atau juga Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) merupakan tindak kekerasan seksual maupun kekerasan berbasis gender yang difasilitasi oleh teknologi, dalam hal ini perangkat online.

Adanya pandemi yang menyebabkan kehidupan berfokus pada dunia maya pada akhirnya juga membuat kekerasan seksual berbasis online lebih sering terjadi. Meskipun hal tersebut banyak terjadi di kalangan anak muda serta menjadi sorotan juga bagi mereka, peran generasi muda sendiri terhadap bantuan hukum bagi korban kekerasan seksual masih bisa dikatakan sedikit.

Masih banyak anak muda yang menganggap bahwa bantuan hukum hanya bisa diberikan oleh seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan hukum. Kenyataannya latar belakang pendidikan tidak dijadikan patokan untuk menjadi relawan di bidang hukum, khususnya paralegal.

Tidak ada syarat khusus untuk menjadi seorang paralegal, sepanjang ia sudah dewasa dalam artian usianya sudah lebih dari delapan belas. Namun, hal yang lebih penting dari itu adalah ketika menjadi paralegal merupakan semacam panggilan yang muncul dari keinginaan pribadi kita sendiri.

“Tentunya dengan ada keinginan, keinginan dari diri sendiri. Dan dia delapan belas tahun ke atas, artinya sudah dewasa. Jadi kita tidak membatasi syarat-syarat tertentu,” ujar seorang anggota LBH APIK, Tuani Sondang.

LBH APIK sendiri hanya memiliki tujuh orang pengacara dibantu sepuluh orang advokat pro bono. Maka dari itu LBH APIK merasa masih membutuhkan banyak tenaga karena pengalaman di tahun 2020 terdapat 1.178 pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan di LBH APIK.

Maka dari itu, LBH APIK sangat terbuka bagi paralegal dan relawan khususnya anak muda yang bersedia untuk membantu LBH APIK. Apalagi hari-hari belakangan banyak aduan kekerasan seksual berbasis online, yang mana kasus ini memang cukup banyak dialami oleh kalangan anak muda.

“Membutuhkan banyak tenaga yang lebih besar lagi,” ujar anggota LBH Apik lainnya, Siti Mazumah dalam film dokumenter tersebut.

Foto: Watchdoc Documentary

Penulis : Agnes Felicia. | Editor : Ryan Chandra.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *