Marhaban Ya May Day: Keberpihakan Islam Terhadap Buruh

Opini

Islam adalah agama yang paripurna. Islam hampir mengatur secara sempurna semua aspek kehidupan. Baik yang sifatnya habbumminallah yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya, ataupun habblumminannas, hubungan manusia dengan manusia. Islam memberikan tuntunan hidup manusia dari persoalan kecil hingga kepada yang besar.

Mulai dari urusan rumah tangga, tidur, makan, minum sampai pada urusan yang sentral dalam kehidupan sosial, seperti berpihak kepada pekerja, melarang bentuk eksploitasi ataupun pemusatan ekonomi. HAR Grib, dalam bukunya yang berjudul Whither Islam mengungkapkan, “Islam tidak hanya sekadar berisikan ajaran teologis, tetapi ia sarat akan peradaban.”  Bahkan, di awal kemunculan Islam, tak hanya sebatas menganggu tatanan agama masyarakat Arab kala itu. Islam juga menggugat sistem ekonomi Arab Jahiliyah, yang ketika itu sarat akan pemusatan ekonomi dan penimpunan kekayaan pribadi.

Hal itu di latar belakangi kondisi geografis Makkah yang menjadi pusat ekonomi karena menjadi pusat lintas perdagangan ke Suriah, Yaman, Ta’if, dan Najd [1]. Hal itu membawa masyarakat Arab menuju sistem feodalistik dan destruktif dengan berupa konsentrasi kehidupan yang elastis, baik secara ekonomi, dan politis. Elitisme dalam ekonomi menyebabkan adanya monopoli yang didominasi orang tertentu yang menguasai modal, disebut dengan saudagar [2].

Islam pun berusaha untuk melawan sistem bobrok masyarakat Arab kala itu. Dengan banyak menurunkan ayat yang berorientasi melawan sistem penindasan, menentang monopoli ekonomi dan kapitalisme, membela kaum tertindas, menegakkan keadilan dan pemerataan. Islam juga tidak membenarkan adanya kelas-kelas masyarakat dan mencegah pemusatan kekayaan hanya di kalangan sekelompok kecil orang kaya sebagaimana yang ada dalam kapitalisme.

Islam dan Buruh

Peringatan Hari Buruh Internasional tahun ini bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Ramadhan sendiri adalah bulan penuh berkah bagi umat muslim di seluruh dunia. Salah satu julukan bulan Ramadhan, Syahrul Quran −  bulannya Al-Quran. Karena di bulan ini, pertama kali Al-Quran diturunkan kepada umat manusia. Al-Quran sendiri merupakan salah satu teks paling progresif dalam membela kepentingan kaum tertindas.

Salah satunya, “……. supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di kalanganmu,” (QS. Al-Hasyr: 7). Islam menentang pula adanya perbedaan yang menyolok dalam hal kekayaan seperti yang terdapat dalam kapitalisme. Lebih dari satu ayat dalam al-Qur’an yang menentang adanya kekayan yang berlebih-lebihan dan orang-orang yang hidup bermewah-mewah. “……. orang-orang yang lalim hanya mementingkan kehidupan mereka yang mewah, dan merekalah orang-orang yang berdosa.” (QS. Hud: 16).

Dalam bidang perburuhan, Islam pun menaruh perhatian lebih untuk selalu memperhatikan hak buruh yang tak boleh dilanggar oleh manusia siapa pun. Saking besarnya perhatian Islam terhadap kelas buruh, terdapat beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang berpihak kepada buruh.

“Para perkerja adalah saudaramu yang dikuasakan Allah kepadamu. Maka barang siapa mempunyai pekerja hendaklah diberi makanan sebagaimana yang ia makan, diberi pakaian sebagaimana yang ia pakai, dan jangan dipaksa melakukan sesuatu yang ia tidak mampu. Jika terpaksa, ia harus dibantu.” (HR. Ahmad).

Ataupun sebuah hadis yang berbunyi, “Sesungguhnya mereka yang bekerja di bawah (pengawasan)mu adalah saudaramu. Allah menempatkan mereka untuk bekerja denganmu. Maka jika seorang saudara bekerja di bawah (kepemimpinan) saudara lainnya, maka merupakan kewajiban atas saudara yang berkuasa untuk memberi makanan yang sama kepada saudara mudanya sebagaimana ia memberi bagian kepada dirinya sendiri dan memberinya pakaian yang sama sebagaimana yang ia pakai dan tidak membebankan terlalu banyak beban kerja pada pundak (pekerja) sehingga mereka menanggung beban terlalu berat. Dan ketika mereka terbebabi terlalu berat, maka hendaknya engkau membantu mereka.” (H.R. Bukhari)

Islam sangat menjunjung tinggi hak-hak buruh. Bahkan, hadis di atas menegaskan bahwa Islam tak menepatkan buruh sebagai moda alat produksi semata, sebagaimana yang dikenal dalam sistem kapitalis. Buruh sama seperti manusia lainnya. Ia memiliki sebuah kehormatan asasi yang langsung diberikan oleh Allah yang bersifat fundamental.

Jika buruh dianggap sebagai alat produksi semata, maka secara etika moral, kehormatan manusia sudah disamakan dengan mesin-mesin produksi lainnya. Alhasil, terjadi pengerukan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan melakukan eksploitasi tenaga kerja.

Islam melarang pengusaha untuk memberikan upah terlambat bagi buruh yang bekerja. Hal itu ditegaskan dalam hadis, “Berikanlah upah pegawai (buruh), sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah). Abdurrahman al-Munawi, mengungkapkan, tidak diperbolehkan seseorang menunda pemberian gaji tepat waktu dengan tanpa alasan [3]. Namun, seringkali justru negara yang melangenggakan sistem penindasan buruh.

Antonio Gramsci pernah membagi struktur masyarakat kedalam beberapa lapisan. Masyarakat petani ada di lapisan paling bawah. Di atasnya ada kelas buruh yang harus membanting tulang untuk keperluan masyarakat lapisan atasnya, pengusaha. Lapisan paling atas adalah negara yang menarik pajak dari pengusaha.

Menurut Abdul Jalil, dalam bukunya berjudul Teologi Buruh, pajak itu ‘ibarat’ suap agar negara melindungi kepentingan pengusaha melalui perangkat hukum, militer, pendidikan dan agama [4].

Negara justru menjadi pihak yang menindas buruh dengan membuat serangkai peraturan yang menindas kelas pekerja. Ya, aturan itu bernama Omnibus Law UU Cipta Kerja. Banyak perubahaan dalam UU Ketenagakerjaan yang membuat buruh tak mendapat upah yang layak. Seperti penambahan jam kerja, diperbolehkannya kerja kontrak seumur hidup, sampai dengan fleksibilitas tenaga kerja.

“Dari Miqdam ra. Dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Seseorang yang makan dari hasil usahanya sendiri, itu lebih baik. Sesungguhnya Nabi Daud as makan dari hasil usahanya sendiri.” (H. R. Al-Bukhari).  Hadis di atas menunjukkan bahwa bekerja atau berusaha merupakan perbuatan yang sangat mulia dalam ajaran Islam. Dalam Islam bekerja bukan sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari tetapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi.

Apalagi negara gagal menjunjung martabat kemanusiaan sebagaimana yang diajarkan oleh nilai Islam. Banyak buruh yang terkena PHK. Atau terkait kebijakan penundaan THR yang dianggap tidak mementingkan kesejahteraan kelas pekerja. Tentu saja hal itu bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.

Terutama hadis nabi yang menyebutkan: Berikanlah upah pegawai (buruh), sebelum kering keringatnya. Yang terjadi, keringat buruh sudah kering, kembali basah, hingga kering kembali, tetapi mereka tidak mendapatkan upah yang layak, atau tidak dibayarkan sama sekali.

Ramadhan Momentum Membangun Perlawanan

Sejatinya, nilai Islam adalah berpihak kepada masyarakat yang lemah. Relasi keimanan dan sosial menjadi nilai yang tidak bisa dipisahkan dalam Islam. Allah memberikan penegasan dalam QS. An-Nisa: 36-37, dan Al-Anam: 151, yang intinya merupakan penegasan untuk memperhatikan saudara disekitarnya.

Selain itu, secara alamiah Islam adalah agama yang dimulai dari gerakan moral dan kemanusiaan. Hal itu terlihat dari gerakan yang dilakukan nabi berorientasi pada masalah-masalah pembangunan umat dan pembinaan masyarakat yang bebas dari eksploitasi, penindasan, dominasi dan ketidakadilan dalam bentuk apapun.

Ali Esghar juga menyebutkan, ketika al-Qur’an secara tegas mengutuk penindasan clan ketidakadilan, maka perhatiannya terhadap wujud sosial yang baik dari masyarakat yang egaliter tidak bisa disangkal. Menurut Ali, istilah-istilah al-Quran mempunyai konotasi sosial-ekonomi dalam membangun perlawanan terhadap rakyat tertindas.

Momentum peringatan hari buruh di tengah Ramadhan, harus dijadikan semangat perlawanan umat. Perlawanan umat dalam melawan kezaliman, tak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. Harus melalui kekuatan penuh mengandalkan persatuan, atau yang dikenal dengan konsep ukhuwah Islamiyah.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat: 13, “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Persatuan gerakan rakyat tertindas dalam berbagai elemen rakyat perlu digerakan. Demi terciptanya persatuan lintas kelas. Buruh, petani, nelayan, mahasiswa, pelaajr, perlu diorganisir untuk mencapai kemenangan dalam meruntuhkan tirani yang membuat rakyat tertindas.

Jika kemanusiaan ditempatkan di atas segalanya, niscaya mencapai perlawanan yang berdasarkan prinsip ukhuwah Islamiyah akan mudah terbentuk. Islam adalah sebuah humanisme, yaitu agama yang sangat mementingkan manusia sebagai tujuan sentral. Inilah dasar pijakan nilai Islam.

Dalam masalah relasi sosial, Nabi juga menegaskan: “Bahwa tidak dianggap sempurna iman seseorang sebelum mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai diirinya sendiri”. Hadis ini memiliki makna yang sangat dalam kehidupan sosial umat. Hadis ini dapat dijadikan alasan fundamental dalam membangun persatuan, mengentaskan kemiskinan, dan melakukan perlawanan dalam melawan sistem yang menindas umat.

Sekarang yang menjadi pertanyaanya adalah, sudah siapkah kita untuk bersatu tanpa mempedulikan aliran politik, mazhab, dan kepentingan golongan untuk mencapai dunia bebas dari eksploitasi manusia atas manusia yang salah satunya berdasarkan nilai keislaman?

Hanya kita yang mampu menjawabnya.

Referensi:

[1] M. Hamidullah, “The City State of Mecca”, Islamic Culture Jilid 12 (Kairo: Hydrabad), hlm 258

[2] W. Montgomery Watt, Muhammad’s Mecca: History in the Quran, (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1988) hlm 40.

[3] Abdurrahman al-Munawi, “Faidhul Qodir Syarh al-Jami, (Beirut: Darl Fikr) hlm. 718

[4] Abdul Jalil, “Teologi Buruh”, (Yogyakarta: LKIS) hlm 71.

Ilustrasi: Ambar Febrianti.

Penulis: M. Faisal Reza, Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) semester 6, UPNVJ.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *