Capres BEM-U Emerald: “Pemira Tahun Ini Kurang Sosialisasi”
Aspirasionline.com – Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) memiliki tiga pasangan calon (paslon) Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa untuk periode berikutnya. Serangkaian kasus yang terjadi di UPNVJ menjadi landasan visi dan misi, serta program kerja masing-masing paslon.
Namun, tak hanya melihat kasus yang berada di dalam UPNVJ. Paslon nomor 3, Muhammad Emerald dan Muhammad Iqbal, juga melihat kasus dari universitas lain yang menjadi landasan program kerja terobosan mereka. Program kerja tersebut yang kemudian menjadi program kerja unggulan ketimbang paslon lain.
Reporter ASPIRASI, Maharani Putri Yunita bertemu dengan Calon Presiden (Capres) paslon nomor 3, Muhammad Emerald, di lobi Fakultas Hukum (FH) pada Rabu, 22 November lalu. Wawancara sore itu membahas apa program kerja yang menjadi unggulan dan bagaimana menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi di UPNVJ. Berikut petikannya.
Alasan apa yang membikin Anda mendaftar diri sebagai calon Presiden BEM-U?
Alasannya karena saya mau membangkitkan kepedulian dari mahasiswa, dari masalah-masalah yang ada di UPNVJ ini. Kayaknya mahasiswa nggak peduli sama masalah itu, ya kayak bodo amatlah. “Yang penting saya kuliah dan cepet lulus”. Saya nggak mau kayak gitu.
Apa pengalaman Anda dalam berorganisasi?
Tahun 2016, saya menjadi anggota BEM-U Kementerian Sosial, Divisi Humas. Di luar UPNVJ, saya mengikuti Gerakan Anti Narkotika Nasional (Ganas). Ada beberapa gerakan ada granat, ganas, yang tiganya lagi, saya lupa itu apa.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai krisis kepemimpinan pada periode sebelumnya?
Sangat disayangkan. Karena akibat dari kekosongan dari BEM-U itu sendiri, jadi kan mahasiswa bingung gitu, disaat mereka mau mengadukan permasalahan yang mereka punya, namun nggak ada wadah. Fungsi BEM kan ada tiga: apirasi, advokasi, dan koordinasi. Nah, jadinya karena nggak ada BEM-U, fungsi advokasinya nggak berjalan. Sayang sekali menurut saya. Dan saya harap di tahun 2018 mendatang, dengan meningkatnya partisipasi mahasiswa melalui Pemira ini, dengan 3 paslon ini, saya harap salah satu dari mereka yang terpilih dapat mengubah UPNVJ yang lebih baik. Menjadi langkah awal dalam perubahan. UPNVJ juga nggak buruk-buruk amatlah ya sekarang. Itu namanya ada kemajuan.
Bagaimana tanggapan Anda terkait kurangnya sosialisasi Pemira tahun ini?
Tanggapan saya, kenapa mahasiswa bisa nggak tau karena kurangnya sosialisasi dari pelaksana. Kurangnya sosialisasi, terus dari sosialisasi yang nggak maksimal menyebabkan berita ini nggak tersebar secara merata, nggak sampai kebawah. Ibaratnya, mereka sosialisasi ke Ormawa, tapi hanya terputus sampai Ormawa dan anak-anak tongkrongan, mungkin. Mungkin kalau di Fakultas Hukum (FH) tongkrongannya di Guest House (GH), yang tahu hanya anak GH saja dari anak FH. Dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dari Ubin Merah (Umer) doang. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) cuma anak yang suka nongkrong di depan itu doang mungkin, kan. Yang anak himpunannya doang yang tau, jadi sosialisasinya nggak merata, nggak ke semua lapisan.
Bagaimana cara kalian, paslon 3, berkampanye dan menarik massa?
Kita kampanye nggak formal, sih. Kita door-to-door saja. Dari tongkrongan ke tongkrongan.
Apa yang membikin kalian unggul dari paslon lain?
Kita bikin program kerja terobosan. Program kerja utama kita adalah beasiswa untuk organisator. Kenapa beasiswa untuk organisator? Karena di tahun berapa, saya lupa, cuma yang saya inget ini pelopornya, namanya bang Barka, dia mahasiswa Teknik Kimia UPN Veteran Jawa Timur tahun 2011. Dia dulu Ketua BEM Fakultas Teknik, dia bikin program beasiswa untuk organisator. Organisator yang dia maksud ini dari ketua sampai anggota. Hanya ketika diajukan yang goal cuman ketua-ketuanya saja yang dapet. Ya, mungkin karena anggarannya juga kali yang terbatas jadi dari pihak dekanat pun hanya menyanggupi ketua-ketuanya doang. Kayak BEM, DPM dan HMJ. DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) itu sama kayak Senat.
Di UPNVJ, uang pangkal juga menjadi masalah bagi mahasiswa. Lalu bagaimana cara Anda mengatasi hal tersebut?
Saya pribadi sebenarnya kurang setuju juga dengan uang pangkal, apalagi fakultas non-kedokteran 25 juta dan kedokteran 250 juta. Hanya untuk menghapuskan uang pangkal ini sulit di tahun 2018, masalahnya kita juga belum jadi PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri-Berbadan Hukum—red), kalau belum PTN-BH berarti kita belum menjalankan otonomi sendiri. Kita itu masih di bawah naungan Kemenristekdikti, beda dengan PTN-BH seperti UGM dan UI. Mereka semuanya diatur sama Rektorat. Nah, kalau buat hapusin uang pangkal, saya sebenarnya mau menghapuskan uang pangkal, tapi saya belum memiliki landasan yang kuat buat menghapuskan itu. Tapi mungkin di periode 2018 nanti kami akan membuka posko UKT lagi seperti tahun 2016.
Jadi uang pangkal itu, itu masuknya pendapatan negara bukan pajak. Total mahasiswa mandiri ini kan membayar uang pangkal ke universitas, tapi nggak langsung dikelola oleh universitas, disetor dulu ke negara. Lalu dibuat rancangan anggaran UPNVJ 2018 misalnya, gitu sistemnya.
Bukan berarti mengutamakan UKT aja. UKT dan uang pangkal sama-sama kita prioritaskan tapi uang pangkal ini lebih sulit karena landasannya kurang kuat. Ada pasal berapa, saya lupa, yang menyebutkan universitas tidak boleh melakukan pungutan lain, selain UKT. Itu bisa jadi landasan kita. Cuma itu bertentangan dengan pasal berikutnya, universitas boleh melakukan pungutan lain selain UKT untuk mahasiswa yang dari jalur mandiri dan kelas internasional. Yang saya inget cuman dua itu.
Bagaimana cara paslon 1 mengatasi aturan rektorat mengenai jam malam?
Ini juga saya dan Iqbal masih mengkaji perihal jam malam. Ini menjadi keresahan bagi UKM dan Ormawa juga kan, karena kita kuliah sampai sore, baru bisa rapat malam hari. Eh, belum selesai rapat, sudah diusir. Mungkin minta keringananlah kepada pihak universitas terkait jam malam, jangan jam 10. Apalagi kemarin Teater Hijau Lima Satu (THLS) latihan sampai jam satu malem, pas mereka mau ikut Festival Teater Jakarta (FTJ). Mereka mau latihan dimana? Masa mau sewa studio? Kan, keluar duit lagi. Di kampus ada tempat, kenapa gak di kampus saja?
Bagaimana cara paslon 1 meningkatkan budaya kritis dan antusias mahasiswa?
Kita bikin isu-isu yang sama-sama kita rasakan yang menjadi keresahan bersama. Misal isu itu sudah muncul baru kita ajak, kita rangkul. “Lo juga merasakan kan UKT mahal, ayo kita gerak bareng. Uang Pangkal mahal, susah kan bayar 25 juta, lo mau adek-adek lo kayak gini? Ayo, bareng-bareng kita kaji.” Jadi sering-sering merangkul terkait masalah-masalah yang ada di UPNVJ, supaya mereka ikut berkontribusi. Supaya mereka ikut mengaspirasikan suara mereka[.]