Judul: Kami Belum Tentu
Band: .Feast
Penulis: Baskara Putra
Album: Beberapa Orang Memaafkan
Genre: Indonesian Indie
Tahun: 2018
Durasi: 3 menit 53 detik
Banyaknya tumpukkan kasus yang tak juga menemui keadilan, “Kami Belum Tentu” memproyeksikan rasa muak terhadap kondisi yang stagnan, cenderung mengalami kemunduran.
Aspirasionline.com – Sebagai band lokal Indonesia yang terus mengkritik isu-isu sosial di Indonesia melalui lagu, .Feast kembali merilis lagu dengan tajuk Kami Belum Tentu pada September 2018 silam.
Menjadi single ke-3 setelah Peradaban dan Berita Kehilangan, Kami Belum Tentu menjadi single yang menyuarakan tentang kepenatan yang terjadi di dalam masyarakat terhadap skandal politik yang tak berkesudahan.
Memiliki latar belakang akademik yang berfokus pada sosial dan politik, .Feast menjadi salah satu band yang cukup konsisten dalam memberikan pesan yang kuat mengenai isu politik yang ada melalui lagu-lagunya sejak awal berkarir.
Secara tidak langsung, .Feast pun berhasil menjadi salah satu bagian dari terciptanya gerakan-gerakan yang dilakukan oleh khalayak dalam mendorong perubahan dan menuntut keadilan. Lagunya pun acapkali menjadi latar belakang dari berbagai aksi pergerakan.
“Pemimpin di esok hari. Adakah yang cukup mampu?”
“Mewakilkan suara kami. Jelas tak ada yang tahu!”
Dengan membawakan larik berimbuh tanda tanya, merepresentasikan keraguan yang datang dalam diri serta ketidakjelasan yang menghantui masyarakat terhadap pemimpin-pemimpin di masa mendatang.
Keresahan-keresahan tersebut juga terjadi akibat tak diserapnya aspirasi masyarakat oleh pemerintah, terlalu sibuk dengan perihalnya sendiri, mengakibatkan kondisi yang stagnan atau cenderung mengalami kemunduran.
Mengutip dari hot.detik.com, Baskara Putra selaku penulis lirik, mengungkapkan bahwa sikap apatis masyarakat, terutama anak muda, adalah salah satu buah hasil dari matinya perkembangan kasus atau skandal politik yang ada.
“Wajar saja jika lama-lama anak-anak seumuran kami makin kebas melihat keadaan,” ungkapnya di dalam siaran pers yang diterima detikHot pada Jumat, (21/9/2018).
Kasus Pelanggaran Kian Menimbun Tanpa Titik Terang
Banyaknya kasus yang hingga kini masih gelap hanya membawa masyarakat berputar di satu titik semu. Hal ini pula yang menjadikan beberapa orang mulai jenuh dengan hal yang tak pasti kapan terangnya.
“Ada yang cukup peduli.”
“Umat yang dikelabui.”
Salah satu bukti nyata, masih adanya kasus yang hingga kini belum menemukan jalan keadilannya adalah aksi kamisan. Gerakan damai yang memang dilakukan untuk menuntut keadilan atas kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu ini telah dilakukan selama 17 tahun lamanya yang juga diprakarsai oleh keluarga-keluarga korban.
Beberapa kali pula aksi Kamisan dilirik ketika pihak-pihak tertentu hendak menjadi pemimpin. Kendati demikian, hingga detik ini tetap tak ada gerakan nyata yang benar-benar dilakukan sang ‘pemimpin’ untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat tersebut.
Alih-alih mencari jalan keluar untuk menyelesaikan berbagai kasus yang mandek, skandal-skandal politik justru kian marak dilakukan. Konstitusi mulai dikangkangi, lagi-lagi tak ada penyelesaian berarti yang dilakukan untuk menghentikan maupun menyelesaikan hal tersebut.
Gencar memupuk tensi masyarakat sejak dikeluarkannya putusan yang mengubah syarat minimal usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres), tensi tersebut akhirnya membludak ketika kabar akan dilakukannya rapat paripurna untuk revisi undang-undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) muncul ke permukaan.
Huru-hara terjadi, berbagai momentum yang menguatkan kesimpulan bahwa adanya upaya-upaya untuk meloloskan pihak tertentu mendorong masyarakat kembali ke jalan yang sama untuk menuntut keadilan yang direnggut.
Puncak tensi masyarakat pecah pada 22 Agustus 2024 lalu, berbagai lapisan masyarakat turun dan memenuhi depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengekspresikan kepedulian yang tersisa di tengah kondisi yang terlanjur kacau balau.
Berbagai gerakan itulah yang menjadi bukti hingga kini, bahwa akan selalu ada kepedulian yang tersisa untuk tetap mengawal kasus-kasus yang masih membutuhkan keadilan. Tak peduli seberapa lelah dan lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai keadilan tersebut.
“Melupakan masa lalu.”
“Namun kami belum tentu!”
Foto: pophariini
Reporter: Fabiana | Editor: Sofwa Najla