Menyoal Korelasi Antara Prestasi dan Jam Sekolah Dini Hari

Nasional

Kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi di NTT yang dicetuskan gubernurnya menghebohkan banyak pihak lantaran dinilai tidak melalui riset dan pengkajian yang baik.

Aspirasionline.com – Pendidikan menjadi hal terpenting bagi insan tanah air untuk melahirkan jiwa yang cerdas. Segala kebijakan terkait pendidikan tentu perlu dikaji dengan matang, seperti kebijakan kontroversial jam masuk sekolah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di beberapa wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ketua Perwakilan Ombudsman NTT Darius Beda Daton menyebut kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA perlu dikaji lebih luas dari berbagai aspek. Sebagai bagian dari lembaga pelayan publik, Darius menyebut sudah mendapat berbagai keluhan, salah satunya keberatan dari orang tua yang harus bangun lebih pagi.

“Ini kondisi yang sangat memberatkan untuk mereka sehingga mereka minta kalau bisa kebijakan ini dikaji lagi lebih komprehensif,” ujarnya kepada ASPIRASI, Selasa, (7/3).

Kepastian keamanan dan kenyamanan menuju sekolah juga turut dipertanyakan orang tua. Terlebih, Darius menyebut, laporan kepolisian Kupang, NTT menunjukkan adanya dominasi tindak asusila di atas enam puluh persen.

“Perlu diketahui bahwa laporan-laporan polisi dan pengaduan yang masuk di polisi itu didominasi oleh tindak pidana asusila, jadi di kepolisian boleh dicek itu, di atas enam puluh persen laporan kepolisian yang masuk adalah tindak pidana asusila,” ucapnya.

Darius juga menyoroti ketersediaan angkutan umum yang belum beroperasi pada dini hari. Hal itu lantas menyulitkan anak-anak NTT menuju sekolah mereka karena hanya sedikit dari mereka yang menggunakan transportasi pribadi untuk ke sekolah.

Merespons keluhan yang masuk, Darius mengatakan jika Ombudsman sendiri sudah mencoba memberi saran serta masukan kepada Dinas Pendidikan NTT agar melakukan kembali kajian terhadap kebijakan ini.

Lebih lanjut, Darius berharap kebijakan ini tidak diimplementasi lebih lanjut usai percobaan selama satu bulan terakhir. Hal itu karena tidak ditemukan kajian korelasi jam masuk sekolah lebih pagi dengan tingkatan prestasi.

“Kita sudah menerima masukan dari seluruh pakar pendidikan bahwa tidak ada korelasi antara disiplin etos kerja siswa, mutu siswa. Sekolah tidak ada korelasi dengan jam masuk sekolah lebih awal, itu tidak ada kajian yang mendukung,” terangnya.

Kompetensi Guru jadi Hal Penting untuk Tingkatkan Kualitas Pendidikan

Pengamat pendidikan nasional Darmaningtyas, secara gamblang menyatakan jika kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 pagi ialah tidak masuk akal. Meski kebijakan ini masih melalui tahap uji coba pada sepuluh sekolah yang telah dianggap siap, baginya tetap tidak rasional.

“Kebijakan Gubernur NTT yang ingin memulai kegiatan sekolah jam 05.00 WITA itu bukti kalau gubernur tidak memahami persoalan daerah dan warganya. Meskipun keterangannya diralat bahwa itu untuk sekolah-sekolah yang diusulkan menjadi sekolah unggulan, tetap tidak rasional,” ungkap Darmaningtyas kepada ASPIRASI, Kamis, (2/3).

Sama seperti Darius, ia juga mengkhawatirkan segala fasilitas serta sarana dan prasarana menuju sekolah di daerah NTT. Ia menilai kondisi transportasi di NTT masih tergolong buruk dan tidak mendukung untuk berangkat sekolah pada dini hari.

“Kalau tidak mendukung terus gimana? Jadi buat kebijakan yang realistis saja deh, jangan buat kebijakan yang aneh-aneh hanya sekadar untuk popularitas,” tuturnya.

Menurutnya, jika Gubernur NTT benar-benar ingin meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak NTT, yang perlu dilakukan ialah memenuhi kebutuhan guru yang berkualitas, disiplin dalam pembelajaran, dan memberikan insentif kepada guru ataupun murid agar lebih kompetitif saat belajar.

“Bukan dengan mengorbankan anak untuk pergi sekolah pagi-pagi. Ini sungguh kebijakan yang tidak masuk akal,” imbuhnya.

Dosen Psikologi Pendidikan Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Lucky Ade Sessiani mengatakan hal yang sama. Untuk meningkatkan kualitas, perlu peninjauan dari berbagai aspek.

Tidak hanya mementingkan aspek kuantitas, dalam hal ini memajukan jam belajar, tetapi pemerintah NTT juga perlu melihat aspek lain yang mendukung pendidikan, terutama kualitas guru.

“Kita bicara kualitas pendidikan itu ditunjang oleh apa, termasuk di dalamnya kualitas gurunya, metode pembelajarannya. Jadi mau pendidikan yang berkualitas, kuncinya ya di guru,” ungkap Lucky saat dikonfirmasi ASPIRASI pada Kamis, (16/3).

Dampak Psikologi Remaja dari Pemberlakuan Kebijakan Sekolah Dini Hari

Lucky lantas menyebut kebijakan sekolah dini hari di NTT bagi siswa-siswi SMA tidak terlepas kaitannya dari sudut pandang psikologi pendidikan karena melibatkan siswa sebagai remaja.

Menurutnya, fase remaja tengah menghadapi proses perkembangan sehingga diharapkan mampu menyelesaikan development task yang mereka miliki, salah satunya adalah mengembangkan diri dan menyesuaikan diri agar mampu beradaptasi dengan lingkungan.

“Tapi kembali kita lihat sisi positifnya, ini upaya lebih self regulation, gimana sih menyesuaikan diri dengan lingkungan, peraturan apa yang harus saya tempuh agar tidak menghalangi tujuan saya,” ucapnya.

Namun, menurut Lucky, kebijakan ini tidak bisa hanya berhenti pada kuantitas jam masuk, tetapi juga pada mekanisme dan regulasi yang menyertai kebijakan tersebut.

“Kalau masuk jam segitu maka pulang lebih awal, tugasnya tidak dibebankan lagi, ulangan terjadwal, semua kalender akademik itu semua info di awal,” jelasnya.

Kejelasan informasi yang didapatkan siswa sejak awal nantinya akan berdampak baik untuk membantu self regulation, yaitu memahami aturan yang harus ditaati serta meningkatkan kemampuan kontrol diri.

Selain itu, remaja juga bisa memiliki waktu istirahat yang lebih terjadwal. Banyaknya tugas yang diberikan pihak sekolah, tentu membuat siswa mudah lelah dengan kerja otaknya. Padahal, remaja butuh hiburan, aktualisasi diri, dan berbagai aktivitas selingan agar bisa menyegarkan pikiran.

“Makanya orang overthinking itu gampang capek karena pikirannya kerja terus. Sehingga bagaimanapun minimal satu sampai dua jam dia jeda melakukan apapun yang dia sukai untuk sedikit memisahkan diri, mengambil jarak dari tugas-tugas yang serius,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Lucky menjelaskan jika suatu individu merasa gelisah, tidak tenang, dan suasana hatinya tidak nyaman, maka akan memengaruhi cara berpikir seseorang. Ia menyebut kinerja otak juga perlu diberikan “pelumas”, misalnya dengan motivasi, efikasi diri, serta minat.

“Ketiga ini akan jadi kombinasi untuk meningkatkan daya fokus atau konsentrasi sehingga belajar akan lebih efektif,” tutupnya.

 

Ilustrasi: Anita, Mg.

Reporter: Anita, Mg., Mahalia Taranrini | Editor: Miska Ithra.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *