Posko Pengaduan THR
Aspirasionline.com – Kurang dari dua pekan lagi kita akan memasuki Hari Raya Idul Fitri. Tema pembicaraan kaum pekerja dan karyawan di seluruh Indonesia biasanya tak jauh dari Tunjangan Hari Raya (THR). Meninggatnya kebutuhan menjelang hari raya tersebut menjadikan kedatangan THR bagi pekerja sangat berarti. Namun tidak semua pengusaha mau taat pada kewajibannya membayarkan THR kepada karyawannya apapun jenis usahanya. Lembaga bantuan hukum (LBH) Jakarta mencatat tahun lalu di Jakarta saja ada sekitar 1500an lebih buruh yang tidak mendapatkan THR.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Muhammad Isnur mengatakan ada undang-undang dan peraturan menteri yang memerintahkan perusahaan memberikan THR kepada buruh atau karyawan sebesar minimal satu bulan gaji. “Maka apabila perusahaan melanggarnya maka akan ada sanksi yang bakal dikenakan kepada perusahan tersebut,” ujarnya. Menurut dia, yang menjadikan THR wajib dibayarkan adalah karena masa kerja karyawan tiap tahun ada sekitar 4 pekan yang tidak dibayar oleh perusahaan.”Jika dihitung perpekan, setahun itu ada 52 pekan, namun gaji perbulan hanya membayar gaji 48 pekan dalam setahun,” ujarnya.
Kata dia, akibat banyaknya perusahaan yang lalai terhadap kewajibannya membayar THR membuat lembaga bantuan hukum (LBH) Jakarta mendirikan sebuah posko pengaduan sejak beberapa tahun terakhir. “Untuk tahun ini, sudah ada 6 pelaporan perusahaan yang sepertinya tidak akan membayarkan THR buruhnya, padahal kita baru buka posko 3 hari sejak senin kemarin,” ujarnya. Dia menambahkan, angka pelaporan selalu terjadi penaikkan tiap tahunnya setelah beberapa tahun membuka posko pengaduan. “Tren yang terjadi ditiap tahun selalu mengalami penaikkan sampai 400 persen pengaduan perusahaan yang abaikan kewajibannya tersebut,” ujarnya.
Dia menambahkan, ketika fungsi pengawasan dinas ketenagakerjaan berjalan dengan baik ditiap daerah administratif, maka tidak ada karyawan yang tidak mendapatkan haknya tersebut. “Ada kelemahan fungsi pengawasan ditiap dinas ketenagakerjaan ditiap provinsi yang enggan menegur perusahaan tak bayar THR buruh,” ujarnya. Kata dia, ketidakberfungsian pengawasan tersebut bahkan terjadi hingga kepusat. “Divisi pengawasan jika dibaratkan adalah polisinya para pelaku usaha, banyak hal yang harus dilaporkan perusahaan kepengawasan selain masalah THR,” ujarnya. Jadi kata dia pembuatan posko dilakukan untuk menyeimbangkan antara ketidakpahaman buruh, perusahaan yang culas dan pemerintah yang lalai.
Kata dia, terkait THR yang dikategorikan pelanggaran bukan hanya ketika THR tidak dibayarkan. Menunda hingga melebihi tujuh hari sebelum hari raya dan mengurangi jumlahnya dari yang semestinya juga merupakan pelanggaran. “Modus pelanggaran THR paling banyak adalah penundaan dan pengurangan jumlah THR. System kerja alih daya kadang ada saling lempar kewajiban pembayaran THR antara perusahaan penyalur dengan perusahaan yang mempekerjakan dan ini juga modus,” ujarnya. Perusahaan yang jahat biasanya memutus hubungan kerja karyawan kontrak ketika mendekati hari raya untuk menghindari pembayaran THR dan baru akan mempekerjakannya kembali setelah hari raya. “Padahal karyawan atau buruh tersebut sudah dipekerjakan bahkan lebih dari 5 tahun diperusahaan tersebut. Itu yang sebabkan laporan terbanyak posko kami ada buruh,” ujarnya.
Fenomena perusahaan tidak membayarkan THR kepada kariawannya seperti fenomena gunung es, tidak ada yang bisa mendata seberapa banyaknya kasusnya. “di kawasan indutri di kota-kota besar saja banyak terjadi apalagi didaerah-daerah yang pengawasannya semakin lemah,” ujarnya. Dia berharap sarikat pekerja diberbagai sektor bisa mengadvokasi pekerja di daerah ketika perusahaan tempat bekerjanya tidak menunaikan kewajiban membayarkan THR. “Kami selalu bekerjasama dengan LBH dibeberapa wilayah diIndonesia untuk pembuatan posko pengaduan pembayaran THR,” ujarnya.
Meskidemikian kata dia, tidak semua cerita soal THR, perusahaan, buruh dan pemerintah selalu tidak mengenakan. Kata dia, kepedulian pemerintah daerah ditandai dengan dibuatnya perda ketenagakerjaan. “Perda ini tidak hanya memastikan perusahaan tidak akan membayarkan THR tetapi juga soal lain antara buruh dan perusahaan,” ujarnya. Ketegasan walikota Bandung juga membuat perusahaan tidak bisa berkutik ketika tidak menunaikan kewajibannya. “Nama atau brand, bagi perusahaan adalah segalanya,jadi ketika pemerintah bisa memberikan sanksi dengan dipublis nama perusahaan tersebut itu bisa dijadikan efek jera.Ditambah lagi persulit izin kedepannya,” ujarnya.
Menutup pembicaraan, kata dia, meski didaerah tertentu tidak ada posko dan disnakernya tak produktif, buruh tidak perlu takut untuk tidak menindaklanjuti kecurangan perusahaan tersebut. “Langkah pertama yang harus dilakukan adalah laporkan perusahaan ke Pengawas kota kabupaten, yang ditembuskan ke disnaker provinsi dan kementerian ketenagakerjaan,” ujarnya. Selain itu kata dia, LBH Jakarta juga bisa menindaklanjuti pengaduan dari luar kota dengan membuka situs www.bantuanhukum.or.id .
Sumber : KBR68H