Kuliah di Jalan: Ribuan Mahasiswa Serukan Protes Kritis Terhadap Krisis Pendidikan dalam Aksi ‘Indonesia Gelap’

CategoriesNasional

Krisis pendidikan Indonesia mengundang aksi ‘Indonesia Gelap’ sebagai bentuk protes mahasiswa dari berbagai universitas berpacu dari kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran dalam 100 hari kerjanya yang membawa keresahan. 

Aspirasionline.com – Dalam rangka evaluasi kinerja 100 hari rezim Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sekaligus mengutuk keras kebijakan ugal-ugalan pemerintah. Massa mahasiswa menggelar aksi bertajuk ‘Indonesia Gelap’ di Patung Kuda Monas, Jakarta Pusat pada Senin, (17/2). 

Para mahasiswa yang tergabung berasal dari berbagai kampus di Jakarta maupun di luar Jakarta, termasuk Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ), Universitas Indonesia, dan sebagainya. 

Meskipun langit gelap dan tanah sempat diguyur hujan dalam waktu yang lama, antusiasme massa tetap bergelora. Menurut pantauan Reporter ASPIRASI, aksi diawali oleh orasi perwakilan mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA) pada pukul 14.40 WIB. 

Jenderal Lapangan aksi ‘Indonesia Gelap’, Bagas Wisnu, mengungkapkan bahwa aksi ini dikawal oleh kurang lebih 2.000 mahasiswa dan didorong oleh 13 tuntutan. 

Menurut keterangannya, kegagalan pemerintah dalam mengelola anggaran yang berdampak buruk terhadap berbagai lapisan masyarakat menjadi tuntutan utama dalam aksi ini.

“Kita lihat, kita tahu bagaimana sebenarnya 100 hari kerja Prabowo-Gibran kemarin banyak melahirkan masalah,” tukas Bagas kepada ASPIRASI pada Senin, (17/2). 

Bagas menuturkan aksi protes yang diadakan berangkat dari amarah terkait tidak terpenuhinya kesejahteraan sosial, seperti masalah pendidikan hingga masalah ekonomi. 

“Gerakan ini berangkat dari bagaimana amarah teman-teman dosen yang tunjangan-tunjangannya gak dibayarkan, amarah dari orang tua kita di rumah yang kemarin kehilangan gas LPG nggak bisa beli kemanapun, amarah dari adik-adik kita yang hari ini nggak dapat pendidikan yang ilmiah, gratis, dan demokratis,” ujar Bagas. 

Koordinator Lapangan UPNVJ, Daniel Christian mengungkapkan bahwa aksi dilakukan sebagai respons atas kebijakan pemerintah yang berdampak terhadap masyarakat, bukan hanya sebagai aksi simbolis belaka. 

Dirinya juga menambahkan bahwa akan selalu menuntut pemerintah untuk segera melaksanakan hak-hak yang seharusnya diberikan sama halnya seperti aksi penolakan omnibus law beberapa saat lalu yang tak digubris oleh pemerintah terkait pemenuhan hak masyarakat. 

“Kayak contohnya pada saat ini omnibus law atau ciptaker (cipta kerja) dimana pemerintah pada saat itukan mahasiswa melaksanakan aksi besar besaran, tetap saja omnibus law atau ciptaker lolos kan. Tapi mungkin dari kami akan selalu melawan pemerintah lah jatohnya untuk agar hak-hak kami dapat dipenuhi,” ungkap Daniel kepada ASPIRASI pada Senin, (17/2).

Menyasar Pendidikan, Efisiensi Anggaran Mencekik Mahasiswa

Efisiensi anggaran yang mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD untuk Tahun Anggaran 2025 dinilai mengorbankan dana pada beberapa sektor, termasuk pendidikan.

Yogi Saputra, Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) PTMA se-Indonesia mengungkapkan bahwa aksi yang dilakukan merupakan bentuk dari penyampaian aspirasi terhadap rencana efisiensi anggaran oleh pemerintah yang menyasar pemotongan dana di bidang pendidikan dan kesehatan.

“Kami menilai pendidikan dan kesehatan itu merupakan faktor utama yang harus ditunjang oleh pemerintah itu sendiri. Oleh karena itu, kami sangat tidak setuju ketika anggaran-anggaran pendidikan dipotong,” terang Yogi kepada ASPIRASI ketika diwawancarai di samping mobil komando pada Senin, (17/2).

Yogi mengungkapkan kembali bahwa pendidikan dan kesehatan sudah sejak lama menjadi faktor utama dalam menunjang kebijakan di Indonesia. 

“Jangan sebagai faktor pendukung karena sudah sejak lama, dari tahun 1990-an sampai zaman sekarang, pendidikan dan kesehatan itu menjadikan faktor utama dalam menunjang mutu sistem kebijakan yang ada di Indonesia,” jelas Yogi.

Tak berhenti disitu, Yogi mengecam keras para pejabat dan menteri untuk bekerja sesuai dengan yang seharusnya, memerhatikan kebijakan untuk kepentingan rakyat.

“Saya selaku koordinator pusat BEM Muhammadiyah Seluruh Indonesia, mengecam keras ketika Menteri-Menteri tidak melakukan kinerja dengan baik. Dan juga mengecam keras terkait dengan pendidikan dan kesehatan memang harus diprioritaskan,” jelas Yogi kepada ASPIRASI pada Senin, (17/2).

Tanggapan serupa juga dilempar oleh Zayyid Sulthan, salah satu mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Indonesia, berpendapat bahwa adanya pilih kasih pemerintah kepada beberapa kementerian dan lembaga.

“Masih ada pilih kasih di antara pemerintahan ini kepada kementerian-kementerian tertentu, lembaga-lembaga tertentu yang anggarannya tidak dipotong. Itu jadi satu hal yang sebenarnya benar-benar mengecewakan, ya,” terang Zayyid kepada ASPIRASI pada Senin, (17/2).

Zayyid berpendapat pemangkasan anggaran sebagai bentuk pilih kasih pemerintah terhadap beberapa kementerian atau lembaga menghalau tercapainya Indonesia Emas 2045 yang dibangun kuat oleh pendidikan.

Menurutnya sangat disayangkan pemotongan anggaran tersebut mengesampingkan pendidikan, namun mengutamakan pembagian jabatan-jabatan politik tertentu. 

“Katanya kita mau menuju Indonesia Emas. Seharusnya yang jadi orientasi itu adalah pendidikan. Tapi sayangnya di sini orientasi pemerintah bukan ke pendidikan itu, tapi kepada pembagian jabatan-jabatan politik yang sebenarnya dapat kita lihat dari bagaimana pemotongan-pemotongan anggaran hanya terjadi di kementerian-kementerian tertentu,” ujar Zayyid. 

 

Gambar: ASPIRASI

Reporter: Ihfadzillah, Zhufar | Editor: Syifa Aulia

 

About the author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *