
Nepotisme Bak Benalu Merayap
Aku adalah pemuda dengan sejuta mimpi
Melangkah gagah ke ruang penuh janji
Berbekal ilmu dan semangat yang tak terperi
Namun dunia tak seindah narasi.
Lulusan baru, harapan menyala
Bersaing ketat di tengah nestapa
Iklan lowongan menjadi lentera
Tetapi pintu selalu terkunci tanpa suara
Ribuan formulir dibubuhi pena
Melayangkan doa di setiap detik aku terjaga
Berderet wawancara menghajar tanpa jeda
Namun apa boleh di kata, hasilnya selalu sama
Luluh lantah harapanku, menyisakan luka dalam asa
Yang lagi-lagi ku rajut ulang.
Bukan aku yang kurang
Nyatanya bukan nilai yang mereka pandang
Nyatanya bukan kerja keras yang mereka puja
Melainkan garis darah yang bertahta
Bergema menyuarakan, “Aku anak dari yang berkuasa.”
“Aku ponakan mereka yang kaya raya.”
Di balik meja, nepotisme merajalela
Kerabat dekat menjadi pilihan utama
Kualitas terabaikan, etika terurai
Keadilan bak fatamorgana.
Lihatlah mereka, berjalan di atas karpet emas
Tanpa peluh, mereka melangkah bebas
Sementara aku, menunggu di tepi jurang tanpa batas
Menatap mereka yang disuapi dengan sendok emas.
Aku menangis dalam dinginnya malam
Bertanya pada langit yang diam
Apakah ada ruang bagi mereka yang berjuang?
Atau haruskah aku juga tunduk pada kepalsuan?
Nampaknya aku salah telah berharap
Bahwa dunia kerja soal kapasitas
Ternyata, kemampuan ku sebatas hiasan
Saat koneksi menjadi jalan kemenangan.
Kiranya berapa ribu wawancara lagi yang harus ku lalui
Untuk mendapatkan sesendok nasi
Ketika beras yang ku punya sisa seujung jari
Sedikit demi sedikit semangat juangku dikikis
Meski beribu kali ku manipulasi diri
Kalau aku adalah pemuda sejuta mimpi.
Kiranya harus seberapa kokoh kakiku berpijak
Agar aku tak diinjak-injak
Oleh mereka yang bahkan tidak menjejak
Melesat begitu saja ke puncak.
Kiranya memang kesempatanku selalu pudar
Berpendar sejenak sebelum padam
Menyisakan luka terdalam
Namun sayangnya kalau aku menyerah
Aku akan mati tenggelam.
Ilustrasi: ASPIRASI
Reporter: Rosita, Mg | Editor: Anastasya