Persidangan Kedua Kasus Korupsi UPNVJ Menguak Buruknya Tim Pembangunan Gedung MERCe

Berita UPN

Persidangan yang meliputi agenda pemeriksaan saksi-saksi atas kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pembangunan Gedung MERCe UPNVJ mengungkapkan fakta masalah administrasi dan tenaga ahli. 

Aspirasionline.com — Persidangan kedua dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi atas kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pembangunan Gedung Medical Education and Research Centre (MERCe) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ), yang dilakukan pada Senin (5/8), menguak fakta-fakta baru.

Dalam persidangan yang dilangsungkan di Pengadilan Negeri Bandung itu, para saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum memberikan keterangan terkait proses administrasi pembangunan Gedung MERCe, mulai dari awal rencana pembangunan hingga proses pembangunan gedung baru di kawasan Kampus Limo tersebut.

Empat saksi dari internal UPNVJ yang dihadirkan, yaitu Sukantomo, Muhamad As’adi, Sigit Pradana, dan Damun, dihadirkan dalam persidangan ini.

Ketua Kelompok Kerja (pokja), Sukantomo, mengungkapkan bahwa penetapan PT Sarana Budi Prakarsaripta selaku kontraktor manajemen dalam pembangunan gedung kedokteran UPNVJ dilakukan menggunakan metode skoring.

“Jasa konstruksi kita pake skor, bukan dari harga terendah.  Skoringnya itu pertama teknis dan biaya, di mana teknis itu kita ada asuransi dari perusahaan. Terus metodologi, seperti pengetahuan tentang KAK (Kerangka Acuan Kerja) lalu ide-ide, lalu jadwal pelaksanaan, sama ada struktur organisasi, sama proposal teknis,” jelas Sukantomo di ruang persidangan Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus pada Senin, (5/8).

Sukantomo menambahkan, keunggulan PT Sarana Budi ditetapkan sebagai pemenang karena besarnya pembobotan yang diperoleh akibat mencantumkan contoh format laporan dalam dokumen penawarannya.

“Skor nya itu dari PT Sarana itu, yang pasti kelebihan. Kalau di dalam metodologi, kalau yang lainnya itu kebanyakan seperti membuat laporan-laporan mingguan atau macam-macam, itu kan hanya kata-kata. Dari PT Sarana Budi itu mereka lengkap, contoh format laporan-laporannya itu mereka tampilkan,” tambahnya.

Sekretaris pokja, Muhamad As’adi, menjelaskan mulai dari proses pemilihan tender hingga penetapan PT Sarana Budi menjadi pemenang dalam proyek ini dilakukan melalui sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Ia merinci bahwa skoring yang dilakukan dibagi ke dalam 3 aspek.

“Evaluasi di sini ada 3 item, yang pertama ada evaluasi administrasi, kemudian yang kedua evaluasi teknis, dan yang ketiga adalah evaluasi biaya,” jelas As’adi di ruang persidangan pada Senin, (5/8).

Dalam proses ini, PT Sarana Budi mendapatkan skor akhir tertinggi. As’adi menyebut, skoring ini dilakukan oleh seluruh tim Pokja yang berjumlah 5 orang secara terpisah. Ia juga menambahkan, penentuan PT Sarana Budi sebagai pemenang telah melewati masa sanggah selama 5 hari.

Tidak Adanya Validasi Data Tenaga Ahli hingga Penunjukan Tim Pembangunan yang Buruk

Pembentukan tim pembangunan Gedung MERCe di tahun 2020 tersebut ditunjuk langsung oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Erna Hernawati yang saat itu juga menjabat sebagai Rektor UPNVJ.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Sukantomo saat dimintai keterangan oleh Hakim Anggota dalam persidangan yang berlangsung.

Saat dimintai keterangan oleh Tim Penasihat Hukum Cahyo, Sukantomo mengaku penunjukkan dirinya sebagai Ketua Pokja juga dilakukan tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya, dan dirinya mengetahui hal ini melalui Surat Keputusan (SKEP) yang ditandatangani oleh KPA, yakni Erna Hernawati.

“Nggak ada (musyawarah),” jawab singkat Sukantomo kepada Tim Penasihat Hukum dari Cahyo.

 

Pada persidangan itu pula, Sukantomo juga menjawab pertanyaan mengenai kelengkapan dokumen tenaga ahli yang dicantumkan saat penawaran. Ia dan tim Pokja mengaku yakin terhadap perusahaan ini karena PT Sarana Budi mencantumkan surat kesanggupan.

“Ahlinya kalau melihat dokumen, itu ada (nama-nama ahli). Apalagi, kami (pokja) yang menguatkan ada surat kesanggupan,” sebut Sukantomo.

Lebih lanjut, Sukantomo menyebut bahwa pokja mencapai kesepakatan atas surat kesanggupan tersebut karena ditandatangan di atas materai meskipun tidak melakukan pembuktian secara langsung melalui tatap muka.

“Tidak ketemu, hanya surat kesanggupan aja. Nah, karena kami, pokja sepakat pegangannya karena surat kesanggupan itu, kan ditandatangani diatas materai,” jawab As’adi.

As’adi mengungkapkan, surat pernyataan kesanggupan tersebut ditandatangani oleh tenaga ahli maupun oleh Direktur PT Sarana Budi, Gatot Adi Prasetyo. Namun, dokumen tersebut hanya ditujukan pada saat kualifikasi dan diwakilkan oleh seseorang bernama Adi, bukan dengan Gatot secara langsung.

“Pada saat dua dokumen inilah kita melakukan pembuktian kualifikasi. Nah, pada saat pembuktian kualifikasi itu, Pak Adi ya. Nah, itu menunjukan dokumen aslinya yang di-upload di sistem,” ungkap As’adi.

Namun, Sukantomo juga berdalih bahwasannya pembuktian secara langsung tenaga ahli yang tercantum pada dokumen bukan merupakan kewenangan dan tugas pokja.

Ia menekankan, kewenangan pokja berada pada  pemeriksaan dokumen dan penetapan pemenang. Bahkan, ia menyebut bahwasannya Cahyo Trijati selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dapat membatalkan ketetapan pemenang yang sudah dilakukan pokja.

“Ya soalnya kalau pokja itu hanya memeriksa dokumen, kita hanya penetapan. PPK itu yang setuju. PPK bisa membatalkan,” tukas Sukantomo.

Foto: ASPIRASI/Primananda

Reporter: Natasya Oktavia | Editor: Nayla Shabrina

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *