Diduga Dampak Pembangunan IKN, Menyoroti Alasan Terancamnya Populasi Pesut Mahakam

Nasional

Ditemukan bangkai Pesut Mahakam di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Kemerosotan populasi pesut diduga akibat rusaknya habitat dampak dari Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). 

Aspirasionline.com — Seekor Pesut Mahakam ditemukan mati di Bukit Jering, Muara Kaman, Kalimantan Timur pada Rabu, (21/2). Faktor kematian hewan perairan air tawar itu diduga dampak dari pembangunan Ibu Kota baru Indonesia.

Sejumlah warganet menghubungkan penemuan bangkai dengan pembangunan IKN, mengingat lokasi habitat yang dekat IKN. Hal ini menimbulkan perdebatan di media sosial.

Menanggapi ini, menurut Ahli Satwa Liar, Slamet, penyebab kematian seekor pesut mahakam di Bukit Jering dapat dianggap sebagai kematian alami, terutama pesut yang berusia tua.

Lebih lanjut, Slamet menuturkan jika kematian Pesut Mahakam disebabkan pembangunan, biasanya berupa kematian massal, bukan kematian per-individu.

“Untuk mengetahui lebih pasti apakah penyebab kematian pesut mahakam akibat pembangunan IKN atau karena sebab lain, perlu dilakukan investigasi dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada jenazah pesut mahakam termasuk tindakan bedah bangkai atau otopsi,” kata Slamet kepada ASPIRASI, Sabtu (9/3).

Slamet berpendapat bahwa sejak awal populasi pesut mahakam memang tidak banyak, sehingga status konservasinya adalah critically endangered atau sangat terancam punah.

Ia menambahkan perlu investigasi jangka panjang guna memastikan seberapa pengaruhnya pembangunan IKN terhadap Pesut Mahakam. Terlebih lagi siklus hidup pesut mampu hidup 40 hingga 60 tahun.

Bukan Dampak Pembangunan IKN, Menelisik Penyebab Terancamnya Populasi Pesut Mahakam

Pesut Mahakam merupakan simbol satwa cukup langka yang mampu bertahan di perairan air tawar. Pasalnya hampir semua jenis mamalia yang hidup di air tawar mengalami tekanan berkurangnya habitat alami.

Berbicara habitat Pesut Mahakam yang digadang dampak pembangunan IKN, pasalnya tidak berdampak secara signifikan. Hal ini dikarenakan pembangunan IKN berpusat di daratan.

Meski pembangunan ini hanya berimbas pada sebagian kecil dari Sungai Mahakam, faktor yang justru berdampak langsung adalah pembangunan bendungan atau dam.

“bahaya utama pembangunan yang berdampak langsung terhadap kehidupan pesut mahakam adalah pembangunan dam atau bendungan yang dapat menjadi penghalang pergerakan pesut mahakam dari hilir ke hulu atau sebaliknya,” jelas ahli satwa itu.

Lebih dari itu populasi Pesut Mahakam lebih terancam dengan padatnya lalu lintas kapal seperti pengangkut hasil tambang dan hasil pertanian, serta menurunnya kualitas air yang menyebabkan perubahan habitat.

Sependapat dengan Slamet, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Arifsyah M Nasution berpendapat padatnya lalu lintas kapal menjadi pengaruh besar terhadap habitat pesut mahakam sebab polusi suara yang dihasilkan oleh kapal mengurangi daya tahan atau resilience pesut mahakam.

“Pesut Mahakam memiliki sensitivitas tinggi terhadap suara dan pergerakannya yang mengandalkan ekolokasi sangat terdampak dengan gerakan baling-baling dan mesin kapal, sedangkan daya adaptasinya rendah,” ujar Arifsyah.

Lebih lanjut, Ia juga mengelaborasi bahwa pembangunan IKN tidak bisa dikatakan sebagai penyebab utama dari kematian Pesut Mahakam, melainkan salah satu potensi gangguan terhadap kelangsungan hidup pesut mahakam.

Adanya berkurangnya tutupan hutan atau vegetasi, menambah pencemaran yang secara tidak langsung menekan spesies habitat perairan. Dikitnya vegetasi yang ada akibat sedimentasi tanah akibat curah hujan tinggi, mengakibatkan massa organik lebih banyak ke badan perairan.

“itu yang menyebabkan misalnya sungai menjadi coklat kalau di hari-hari tertentu, kemudian juga itu juga secara langsung menyebabkan tekanan terhadap spesies ikan ataupun spesies mamalia yang ada di perairan termasuk si Pesut Mahakam ini,” kata Arifsyah.

Upaya Pencegahan Potensi Kepunahan Pesut Mahakam

Pesut mahakam merupakan simbol satwa cukup langka yang mampu bertahan di perairan air tawar, pasalnya, menjadi tantangan tersendiri bagi satwa untuk bertahan hidup di perairan air tawar khususnya sungai atau danau yang menjadi lalu lintas aktivitas maritim, termasuk pesut mahakam.

Menurut Arifsyah, langkah yang harus dilakukan sebagai upaya cegah kepunahan pesut, yakni perlu adanya buffer zone atau zona penyangga untuk mengurangi dampak polusi.

Kemudian memastikan pemulihan daerah aliran sungainya dan juga membatasi jumlah kapal lalu lalang di Sungai Mahakam. Adapun pendekatan konservasi spesies yang selama ini digunakan juga harus diubah, dalam konteks ini seharusnya menggunakan pendekatan ekosistem.

“pendekatan harusnya pendekatan konservasi ekosistemnya, jadi habitatnya yang betul-betul dijaga supaya satwanya si pesut mahakam dan yang lainnya juga bisa terjaga gitu,” ujar Arifsyah.

Ia juga menambahkan penting adanya insentif dari warga setempat dalam pengelolaan dan pelaku konservasi Pesut Mahakam.

Lebih lanjut, Arifsyah menekankan sudah saatnya mengutamakan konservasi berbasis data, sehingga satwa langka ini mendapatkan perhatian khusus untuk perlindungannya.

“kalau melihat populasi pesut mahakam sudah menipis jadi kawasan itu memang perlu dilindungi gitu bukan hanya spesiesnya gitu ya tapi kawasannya juga,” tegasnya.

Jauh sebelum pembangunan IKN, pemerintah sudah melakukan langkah perlindungan terhadap Pesut Mahakam melalui UU No. 5 Tahun 1990 tentang Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya, diperkuat dengan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar dilindungi serta Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018.

Meski bukan perkara mudah, strategi sebagai upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pembebasan aktivitas manusia, seperti kapal, perahu, klotok, tongkang, dan sebagainya dari habitat alami Pesut Mahakam.

“Namun untuk Sungai Mahakam sudah menjadi jalur lalu lintas manusia sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Tentu bukan perkara mudah untuk menetapkan aturan pelarangan aktivitas manusia di sepanjang Sungai Mahakam,” pungkasnya.

Di sisi lain, beberapa kali ASPIRASI telah berusaha menghubungi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk konfirmasi terkait dengan dampak pembangunan IKN terhadap keberlangsungan hidup satwa dan tindakan konkrit yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, namun tidak ada tanggapan hingga berita ini dipublikasi.

 

Foto : Metro Kalsel.

Reporter: Ihfadzillah Mg, Calvin Mg. | Editor: Nabila Adelita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *