Maladaptive Daydreaming: Ketika Hasil Lamunan Menjadi Suatu Karya

Forum Akademika

Maladaptive Daydreaming, sebuah kondisi dimana seseorang seringkali terjebak dalam lamunannya. Namun, siapa sangka, hasil lamunan dari kondisi ini dapat dituangkan menjadi sebuah karya.

Aspirasionline.com − Maladaptive Daydreaming, ialah kondisi dimana seseorang secara intensif mengalihkan dirinya dalam kehidupan nyata. Dalam artian, orang tersebut hidup dalam lamunan cukup lama. Meskipun demikian, Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UPNVJ, Rosnalisa mengatakan, kondisi ini tidak termasuk ke dalam ranah gangguan jiwa.

Secara umum, maladaptive daydreaming dipicu oleh sebuah peristiwa yang  merangsang seseorang untuk masuk ke dalam situasi lamunan. Orang-orang yang masuk pada kondisi ini biasanya tidak bisa menyesuaikan diri dari aktivitasnya di dunia nyata. Sehingga, mengalihkannya pada lamunan atau khayalan.

Perempuan yang berprofesi sebagai psikolog ini juga menambahkan, bahwa biasanya maladaptive daydreaming terjadi karena adanya keterkaitan dengan kejadian di dunia nyata.

“Kalau maladaptive daydreaming itu sesuai dengan kehidupan nyata. Nah, biasanya orang seperti ini punya masalah dalam menjalankan aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari,” jelas Rosnalisa saat dihubungi ASPIRASI.

Rosnalisa juga menambahkan, bahwa halusinasi atau lamunan yang mengalami maladaptive daydreaming, berbeda dengan seseorang yang memiliki masalah kejiwaan seperti skizofrenia. “Biasanya dia (orang yang mengalami maladaptive daydreaming, red) mengalami sebuah peristiwa nyata dulu, jadi berbeda dengan skizofrenia,” tambah Rosnalisa.

Lebih lanjut, Rosnalisa menjelaskan, bahwa lamunan orang dengan depresi skizofrenia itu tidak sesuai dengan kehidupan nyata. Seseorang yang mengalami maladaptive daydreaming biasanya menunjukan ciri yang nampak jelas. Seperti mengalami gangguan tidur, menampakkan wajah seperti sedang melamun, bahkan terkadang sampai bisa berbicara sendiri.

Rosnalisa memberikan beberapa cara untuk menghindari kondisi tersebut. Pertama, dengan menghindari pemicunya, yaitu sebuah peristiwa nyata yang pernah di alami. Selain itu, kondisi ini juga dapat dihindari dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan atau yang diminati, serta dengan menjaga kualitas tidurnya.

“Disarankan untuk mengurangi kelelahannya. Menjamin kualitas tidurnya secara baik, karena biasanya orang daydreaming ini memiliki kelelahan yang tinggi dan tidak bisa merasionalkan,” terang Rosnalisa.

Tak Hanya Berdampak Negatif

Lingkungan terdekat seperti keluarga pun memiliki peran penting untuk saling berkomunikasi, apabila terdapat salah satu anggota keluarga yang sering melamun. Lalu mengurung diri di kamar, kesulitan tidur, serta berbagai gejala lamunan lainnya.

“Misalnya ada dari anggota kita yang sering melamun, mengurung diri di kamar, enggak ngapa-ngapain, senyum sendiri (dalam waktu yang red) lama, tanpa aktivitas yang jelas. Kemudian dia susah tidur, ada kemungkinan dia daydreaming,” tutur Rosnalisa.

Orang yang mengalami gangguan ini pun seringkali menjadi sulit menjalani aktivitas sehari-harinya, mengalami gangguan tidur, serta merasakan dampak negatif lain. Di sisi lain, maladaptive daydreaming ternyata dapat membuat pengidap gangguan tersebut melakukan kegiatan positif.

Rosnalisa mengungkapkan, hasil lamunan tersebut dapat disalurkan dalam bentuk kreativitas. Misalnya, dengan menuangkannya dalam bait per bait sebuah puisi, ataupun menghasilkan sebuah lukisan

“Banyak kasus-kasus orang dengan kondisi-kondisi lamunan daydreaming, justru bisa bikin lagu, lukisan,” pungkasnya.

Foto: Google.

Reporter : Salsabila Mg. | Editor: Shafa Azzahra.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *