
Tuntutan Buruh di Tengah Pandemi Covid-19
Di tengah pandemi Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) Pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) tetap berlanjut, buruh menuntut DPR fokus pada penyelesaian Covid-19. Serta melakukan lockdown pabrik dan pemenuhan upah buruh.
Aspirasionline.com – Belum hilang rasa cemas dan was was akan mewabahnya Covid-19, kini buruh juga dibuat was was lantaran diskursus pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) kembali muncul di gedung dewan. Dilansir dari Kompas.com pada Kamis, (2/4) lalu, DPR dalam rapat sidang paripurna membacakan Surat Presiden (Surpres) yang menyatakan bahwa pembahasan RUU Omnibus Law Ciptaker akan diserahkan kepada Badan Legislasi (Baleg).
Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilham Syah dengan tegas menolak segala bentuk pembahasan RUU ini. Dirinya beralasan bahwa RUU ini hanya akan membawa mudarat bagi buruh.
“Kita menolak RUU tersebut karena merugikan kepentingan rakyat. Itu jelas merugikan rakyat dan menurunkan tingkat kesejahteraan para pekerja,” tegas Ilham saat dihubungi ASPIRASI pada Rabu, (1/4) lalu.
Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos juga menolak pembahasan RUU Omnibus Law Ciptaker di tengah pandemik ini. Nining lebih menyarankan agar pemerintah fokus pada upaya penanganan pandemik.
“Hentikan segala regulasi yang tidak memberikan keberpihakan terhadap rakyat,” singkat Nining.
Lockdown Pabrik, Pemotongan Upah, dan PHK
Serikat-serikat buruh ikut menyerukan diterapkannya lockdown terhadap pabrik-pabrik di saat mewabahnya penyebaran Covid-19 ini. Hal ini lantaran tidak adanya upaya pencegahan berupa pelaksanaan prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di lingkungan pabrik.
Ilham mengatakan bahwa resiko penularan akan lebih besar di dalam lingkungan kerja buruh. Namun, tidak ada upaya pencegahan yang di lakukan oleh pemerintah maupun pabrik.
“Pemerintah tidak membuat kebijakan pemberhentian produksi di pabrik,” keluh Ilham.
Menurutnya, hal itu merupakan tindakan yang kontradiktif terhadap buruh. Sebab, buruh tetap dibiarkan masuk bekerja, sehingga menurut Ilham resiko penularan akan lebih besar terjadi di lingkungan kerja buruh.
Sementara itu Nining juga menilai bahwa kebijakan yang dijalankan pemerintah masih bersifat diskriminatif. Menurutnya, para pejabat dihimbau untuk bekerja di rumah sementara para buruh dibiarkan untuk tetap bekerja di pabrik “tanpa adanya pemberian alat pelindung diri, hand sanitizer, physical distancing, dan pemberian vitamin secara intensif bagi para buruh.”
Meski dilanda kekhawatiran akan resiko pandemi Covid-19, buruh tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka takut tertular kendti mereka juga takut mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ilham mengatakan bahwa beberapa perusahaan sudah membuat pernyataan tidak memberikan tunjangan hari raya.
“Para pekerja juga terpaksa bekerja karena takut PHK tapi mereka juga takut akan penyebaran Covid-19 ini,” ucap Ilham.
Ilham juga menuntut pemerintah untuk segera membuat kebijakan yang memaksa pabrik untuk tetap membayarkan upah pekerjanya. “Pemerintah juga membuat aturan mewajibkan perusahaan untuk tetap membayar upah,” imbuh pria berusia 48 tahun ini.
Senada dengan Ilham, Nining juga menuntut pemerintah untuk fokus menangani penyebaran pandemik Covid-19.
“Pemerintah seharusnya melakukan penanganan dan penyelamatan terhadap ekonomi rakyat dan bangsa,” tutup Nining kepada ASPIRASI pada Rabu, (1/4) lalu.
Reporter: Ambar Mg.| Editor: Ikhwan Agung.