Ribuan Masyarakat Geruduk Gedung DPR, Desak Pembatalan Revisi UU Pilkada

Nasional

Seluruh lapisan masyarakat geruduk gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) untuk mendesak pembatalan upaya pengesahan revisi UU Pilkada yang menganulir putusan MK. 

Aspirasionline.com — Gelombang demonstrasi besar sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diikuti buruh, dosen, mahasiswa, bahkan seniman ataupun selebritas, memadati Gedung DPR, Jakarta pada Kamis, (22/8).

Usaha DPR untuk mengesahkan UU Pilkada tanpa merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 memicu aksi protes tersebut. Tindakan ini dipandang sebagai pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi.

Berdasarkan pantauan Reporter ASPIRASI, aksi dimulai pada pukul 10.00 WIB dengan berbagai elemen masyarakat yang berorasi meneriakkan penolakan pengesahan UU tersebut.

Rombongan massa aksi tampak membawa poster dan banner yang bertuliskan sindiran-sindiran terhadap rezim saat ini. Lagu “Wakil Rakyat” yang berkumandang pada hari itu mengiringi jalannya demonstrasi.

Pada kesempatan yang sama, Ferry Irwandi sebagai konten kreator yang ikut turun dalam aksi menyayangkan tindak DPR yang mengubah putusan MK. Ia menekankan pemerintah seharusnya dapat dipercaya, bukan sebaliknya.

Government (pemerintah) itu should be (seharusnya) dipercaya sama masyarakatnya gitu, bukannya kita bakal ‘ih kok culas ya’,” tegas Ferry saat diwawancarai ASPIRASI pada Kamis, (22/8).

Lanjutnya, Ferry juga menegaskan bahwa aksi yang berlangsung di berbagai kota di Indonesia ini merupakan bentuk keresahan dari masyarakat.

“Semua orang punya keresahan bukan yang di-move (digerakkan) oleh satu pihak tertentu, (ini merupakan) salah satu bentuk demo yang otentik dan yang seharusnya didengarkan,” tukas Ferry.

Kritik Tajam Warnai Aksi Tolak Revisi UU Pilkada

Aksi demonstrasi berlangsung dengan penuh semangat, diwarnai oleh orasi demi orasi yang menambah semangat massa yang turun. Riden Hatam Aziz selaku Ketua Mahkamah Partai Buruh sekaligus Koordinator Lapangan Aksi, memberikan orasinya di atas mobil komando.

“Di seluruh dunia yang namanya demokrasi adalah suara rakyat, hakikat daripada demokrasi, satu suara rakyat pun itu harus didengar,” pungkas Aziz berorasi di atas mobil komando pada Kamis, (22/8).

Di sisi lain, dalam konferensi pers yang digelar di tengah demonstrasi yang berlangsung, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa aksi ini akan terus berlanjut di seluruh Indonesia mulai hari Jumat, Senin, dan Selasa mendatang guna menegakkan putusan MK.

“38 provinsi, 393 kabupaten/kota, dan di tempat-tempat, kampus-kampus, ruang-ruang publik. Hanya satu, menegakkan putusan MK, khususnya (Putusan MK) Nomor 60 tahun 2024,” tutur Said saat diwawancarai oleh ASPIRASI pada Kamis, (22/8).

Aksi unjuk rasa ini diwarnai dengan berbagai orasi, spanduk, dan poster yang menuntut agar pemerintah dan DPR membatalkan rencana revisi tersebut.

Tak sampai disitu, Rayyan Azka Ahzami selaku bagian dari Komunitas Mahasiswa Diaspora yang juga tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia menganggap bahwa revisi ini hanya akan menguntungkan segelintir elit politik.

“Mereka itu kita yang pilih, bukan pemerintah yang milih. Kita yang milih maka kembalilah ke akal sehat yang benar,” kata Rayyan kepada ASPIRASI pada Kamis, (22/8).

Kritik tajam juga disampaikan Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun yang mengatakan bahwa keputusan MK adalah keputusan yang sudah tepat dan seharusnya segera dilaksanakan tanpa perlu dibantah atau dianulir.

Refly juga menambahkan tindakan DPR tampak terburu-buru. Tidak hanya berpotensi melanggar konstitusi, tetapi juga mengabaikan prinsip partisipasi masyarakat dalam pembuatan undang-undang.

“Putusan Mahkamah Konstitusi itu, putusan yang sudah benar. Putusan yang normal yang sebaiknya tinggal dilaksanakan, tidak perlu dibantah atau dianulir. Apa yang dilakukan oleh DPR kampungan,” tukas Refly saat diwawancarai reporter ASPIRASI di depan Gedung DPR RI, Jakarta pada Kamis, (22/8).

Massa Aksi dan Aparat Kepolisian Bentrok di Tengah Aksi  Penolakan Revisi UU Pilkada

Bentrokan pecah antara massa aksi dan aparat kepolisian di tengah demonstrasi menolak revisi UU Pilkada. Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) melakukan konferensi pers di Kantor Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat pada Kamis, (22/8).

Melalui konferensi tersebut, dijelaskan bahwa akibat eskalasi massa sangat tinggi, memicu bentrokan antara demonstran dan aparat kepolisian. TAUD juga melaporkan bahwa pada pukul 20.00 WIB, sebanyak 11 orang diperkirakan telah ditangkap oleh aparat di lapangan.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid yang turut hadir dalam konferensi menambahkan, aparat secara sengaja menggunakan kekuatan eksesif yang merenggut hak asasi manusia (HAM) saat menghadapi massa aksi. Banyak perlakuan aparat yang tidak mencerminkan penegak hukum profesional saat aksi berlangsung.

Hasil pantauan tim lapangan Amnesty menjabarkan, tidak hanya mahasiswa yang ditangkap oleh aparat. Aparat bahkan menangkap staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Direktur Lokataru, serta sekurang-kurangnya tujuh jurnalis.

Di sisi lain, unjuk rasa yang secara serentak dilakukan berbagai turut mendapatkan kekerasan oleh aparat dengan tindakan yang melanggar Pasal 7 ayat (1) Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 yang telah mengatur polisi untuk tidak bertindak represif kepada massa.

“Perilaku aparat yang brutal adalah bukti gagalnya mereka menyadari bahwa siapapun berhak untuk memprotes melalui unjuk rasa,” tegas Usman pada Kamis, (22/8).

DPR Batalkan Revisi UU Pilkada Tidak Memenuhi Kuorum dan Pilih Patuh pada Putusan MK

Di tengah hiruk-pikuk aksi, suasana mendadak memanas ketika beberapa anggota Badan Legislasi dan Komisi III DPR RI, yaitu Habiburokhman, Wihadi Wiyanto, dan Achmad Baidowi, keluar dari gedung DPR untuk menemui massa.

Ketegangan meningkat ketika para Anggota Dewan berusaha memberikan penjelasan, namun suara massa yang lantang dan penuh emosi mendominasi suasana demonstrasi saat itu.

Di tengah ketegangan tersebut, dengan dipandu oleh beberapa anggota Partai Buruh, Habiburokhman naik ke atas mobil komando untuk memberikan pernyataan resmi. Meskipun dihujani teriakan protes dan dilempari botol serta gelas plastik, dirimu menyampaikan pesan kepada massa yang hadir pada hari itu.

“Hari ini, kami menginformasikan, kami mengatakan informasi, bahwa tidak ada pengesahan revisi UU  Pilkada,” kata Habiburokhman di atas mobil komando.

Di sisi lain, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, melakukan konferensi pers di selasar Gedung DPR RI pada Kamis, (22/8). Dalam konferensi pers tersebut, Dasco memberikan keterangan lanjutan dari pernyataan Habiburokhman terkait tidak adanya pengesahan RUU Pilkada.

Dasco menjelaskan bahwa revisi UU Pilkada batal dilaksanakan karena tidak memenuhi kuorum. Ia menegaskan jika rapat paripurna dilakukan kembali maka, harus mengikuti tahapan-tahapan yang telah ditetapkan.

Menurut Dasco, hal ini akan sulit dilakukan mengingat tanggal 27 Agustus 2024 adalah batas akhir pendaftaran Pilkada. Oleh karena itu, dengan alasan kepatuhan terhadap aturan, ia menyatakan bahwa mereka akan tetap memberlakukan hasil Putusan MK.

“Putusan MK itu kan berlaku dan bersifat final and binding. Nah, ketika kemudian ada undang-undang baru, tentunya kan undang-undang baru. Tapi kan undang-undang barunya nggak ada, jadi kita tegaskan di sini bahwa Putusan yang berlaku yaitu Putusan MK nomor 60 dan Putusan MK nomor 70,” jelas  Dasco di hadapan audiens pada Kamis, (22/8).

Lanjutnya, dirinya menjelaskan bahwa kemungkinan revisi UU Pilkada akan dilaksanakan pada periode depan. Dasco juga membantah tudingan bahwa revisi UU Pilkada dilakukan secara diam-diam.

“Kita nggak pernah diem-diem. Di baleg (badan legislasi) itu kemarin terbuka, live (siaran langsung), wartawan bisa meliput,” tukasnya.

 

Foto: ASPIRASI/ –

Reporter : Ihfadzillah, Tia Nur | Editor: Abdul Hamid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *