Pasca Jadi PTN, Pegawai Tuntut Kesejahteraan

Nasional

Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dianggap tak berikan solusi bagi Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB). Pegawai lama dari yayasan dibatasi untuk mendapat posisi di universitas, hingga status pegawai tetap saat di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) turun menjadi status kontrak saat menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Aspirasionline.com – Waktu menunjukkan pukul 9.45 WIB hari itu, Kamis (18/5). Terlihat massa yang mengenakan pakaian serba putih berada di Taman Aspirasi Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, yang dilengkapi dengan spanduk bertulisan bermacam-macam tuntutan. Mereka merupakan massa aksi yang tergabung dalam Ikatan Lintas Pegawai (ILP) Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB).

Dari total 35 universitas yang tergabung dalam PTNB, 26 universitas diantaranya turun melakukan demonstrasi, yang jumlah total massa diperkirakan 400 orang. Perwakilan dosen dan tenaga kependidikan dari setiap universitas-universitas tersebutlah yang meramaikan aksi pada pagi itu sembari menyerukan yel-yel ”PNS Harga Mati!”.

Barisan polisi pun terlihat bersiaga untuk mengamankan. Polisi pria berjaga di sisi kiri depan tempat massa berkumpul, dan polisi wanita berdiri membentuk satu barisan untuk berjaga tepat di depan tempat massa melakukan aksinya.

Salah satu peserta aksi dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Jawa Timur Rusdianto menyampaikan, bahwa sampai saat ini Surat Keputusan (SK) mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) belum turun. “Saya sudah 21 tahun, teman saya yang dari UPN rata-rata sudah 20 tahun. Bayangkan saja, kami mulai membesarkan UPN, tiba-tiba sekarang dibuang, dan akan diganti orang-orang baru,” tuturnya kepada ASPIRASI.

Mendukung pernyataan Rusdianto, salah satu dosen dari UPN “Veteran” Yogyakarta (UPNVY), Lestanto Budiman mengatakan massa aksi sepakat untuk menolak UU ASN. “Alasan kami menolak karena dalam UU ASN membatasi pegawai yang berasal dari yayasan untuk menjabat sebagai rektor, dan wakil rektor bidang keuangan di PTNB. Sehingga, jenjang karirnya menjadi tidak sama,” ujar pria yang sudah mengabdi di UPNVY sejak tahun 1995 silam.

Senada dengan Rusdianto dan Lestanto, Umar yang merupakan dosen Bahasa Inggris di Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) menekankan bahwa para dosen dan tenaga kependidikan yang sebelumnya berstatus tetap pada saat Perguruan Tinggi Swasta (PTS) telah bertransformasi menjadi pegawai kontrak pasca penegerian, di bawah payung UU ASN.

Setelah aksi demonstrasi ILP berjalan kurang lebih sejam, tambahan massa hadir dari UPN “Veteran” Jakarta (UPNVJ). Hal ini membuat kondisi dan suasana demonstrasi lebih ramai dan bersemangat. Dosen dan pegawai dari berbagai universitas silih berganti menyampaikan aspirasinya melalui orasi.

Sampailah giliran orasi ke ketua aksi demonstrasi ILP-PTNB, Fadillah Sabri. Ia pun membacakan tuntutan aksinya yang diikuti oleh seluruh aksi massa. Secara inti, terdapat tiga tuntuntan dari ILP-PTNB ke pemerintah.

Pertama, mendesak pemerintah menyelesaikan masalah peralihan status pegawai 35 PTNB dengan diangkat langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kedua, mendesak pemerintah mencabut Permenristekdikti No. 38 tahun 2016 yang menyebutkan bahwa pegawai PTNB dapat diangkat menjadi Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan perjanjian kerja maksimal empat tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kerja setiap tahunnya. Ketiga, mendesak pemerintah mengevaluasi penegerian PTNB jika masalah sumber daya manusia PTNB tidak terselesaikan.

Tak lama setelah Fadillah orasi, delapan orang perwakilan dari massa ILP-PTNB memasuki Istana Negara, memenuhi panggilan dari pihak istana. Delapan orang tersebut, antara lain Fadillah Sabri (Universitas Bangka Belitung), Umar (Unsulbar), Dyah Sugandini (UPNVY), Subhan Afifi (UPNVY), Dedi Darusman (Universitas Siliwangi), Rumzi Samin (Universitas Maritim Raja Ali Haji), Adji SM (Universitas Maritim Raja Ali Haji), dan Etik Sutoto (UPNVJ).

Sayangnya saat memasuki istana mereka tidak bisa bertemu dengan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. “Saat itu, presiden sedang melantik enam Duta Besar asing dan dilanjutkan dengan rapat kabinet,” ujar salah satu delegasi yang memasuki Istana Negara, Etik Sutoto.

Etik menambahkan, meskipun demikian kedatangan dosen dan tenaga kependidikan disambut oleh tiga orang pejabat negara, yaitu Gufron Mukti dari Direktorat Jenderal Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Dadan Wildan dari Deputi Hubungan Lembaga Sekretariat Negara, dan Masrokhan sebagai Asisten Deputi Humas Sekretariat Negara.

Etik mengatakan bahwa pertemuan tersebut menjadi medium bagi ILP-PTNB untuk menyampaikan tuntutannya. Ketiga pejabat tersebut berjanji akan menyampaikan tuntutan ILP-PTNB ke Presiden dalam waktu satu atau dua hari. “Mereka (pejabat, red) akan membuat laporan atau memorandum internal dari aksi. Kemudian, kami akan terus menghubungi mereka untuk menanyai kelanjutannya,” tutur pria yang juga menjabat sebagai Koordinator Lapangan Aksi 1805. Etik menuturkan bahwa yang akan menghubungi pihak pejabat negara tersebut adalah Fadillah Sabri.

Melalui aksi ini, massa pun berharap agar tuntuntannya dipenuhi. Seperti yang dikemukakan oleh Sekretaris Jendral ILP-PTNB Umar bahwa pemerintah seharusnya memberikan alternatif untuk memberikan peraturan perundang-undangan khusus untuk mengangkat para dosen dan tenaga kependidikan menjadi PNS, karena UU ASN tidak meberikan solusi itu. “Tujuan kami melakukan aksi ini ialah untuk bisa menghindari dan menghilangkan diskriminasi di PTNB dengan satu-satunya jalan, yaitu semua pegawai dinegerikan seperti menegerikan aset dan mahasiswanya,” harap pria kelahiran 23 September 1983 silam.

Reporter : Donal Cristoper Siahaan |Editor : Hersa K

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *