Pementasan Teater Hijau Lima Satu: Sebuah Perjalanan dan Tantangan Mencari Jati Diri
Teater Hijau Lima Satu mengadakan penampilan teater yang mengangkat tema perjuangan mencari jati diri pada remaja yang diiringi dengan berbagai konflik dan tantangan yang kerap kali menimpa.
Aspirasionline.com – Pementasan berjudul “Ruang Kedua” yang merupakan produksi ke-61 dari Teater Hijau Lima Satu (THLS) ini ditampilkan di Auditorium Bhinneka Tunggal Ika, Gedung Jendral Soedirman Lantai 4, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ), Kampus Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Proses registrasi dimulai pukul 10.00 Waktu Indonesia Barat (WIB). Penonton diwajibkan menunjukan tiket yang di dalamnya terdapat barcode, yang kemudian akan di-scan oleh panitia. Setelahnya penonton diberikan wristband sebagai tanda sudah melakukan registrasi dan bisa masuk ke dalam ruang teater.
“Ruang Kedua” sendiri memiliki konsep yang menceritakan perjalanan mencari jati diri. Perjalanan yang diawali dari masa-masa sekolah hingga menuju dewasa awal yang tidaklah mudah tersebut berusaha dituangkan ke dalam pementasan kali ini.
“Walaupun kalian udah di umur 25 tahun ada masih banyak orang orang yang ngga ngeh, sebenernya gua apa sih sukanya, sebenernya gua bener ngga sih di tempatkan di sini, atau kata orang tua gua itu bener,” ungkap Pemimpin Produksi Rhaina Al Yasin kepada ASPIRASI pada Sabtu, (3/6).
Selama pertunjukan berlangsung, penonton menyaksikan pertunjukan dengan duduk lesehan di karpet yang telah disediakan, berbeda dengan penonton undangan khusus yang menyaksikan pertunjukan dengan duduk di kursi yang disediakan.
Meski demikian, para penonton menyaksikan pementasan dengan tenang tanpa kegaduhan.
Penampilan teater diawali dengan prolog yang dibawakan oleh karakter bernama Jingga yang diperankan oleh Rhaina. Sebagai pemeran dalam cerita tersebut, ia juga mengajak penonton berinteraksi seperti menyapa dan berkenalan dengan para penonton.
Dalam pertunjukan pementasan kali ini, Parulian sebagai sutradara, membuat pertunjukan dengan konsep drama musikal, dimana disisipkan nyanyian di setiap adegannya.
Salah satu penonton bernama Satria Dwinugraha, mahasiswa Fakultas Hukum tahun angkatan 2020, mengatakan bahwa pertunjukan drama ini di luar ekspektasinya.
“Sebelumnya sih saya nggak ngebayangin akan ada nyanyi-nyanyi gitu ‘kan, apalagi suaranya pada bagus-bagus,” ungkap Satria kepada ASPIRASI pada Sabtu, (3/6).
Alur Cerita Ruang Kedua
“Ruang Kedua” mengisahkan Dara, seorang gadis remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berkecukupan dalam ekonomi, unggul dalam bidang akademik, dan memiliki teman-teman yang selalu mendukungnya.
Orang-orang melihat hidupnya seakan-akan sempurna, namun dibalik itu semua ia harus diterpa oleh masalah yang kian hadir dalam hidupnya.
“Dara nih tokohnya anak SMA, emang kita tuh mengangkat tema SMA gitu yang lagi fun. Kita mau nostalgia tuh ke zaman di mana anak-anak muda kan mimpi mau ini, mau itu, segala macam,” ungkap Risa yang merupakan pemeran tokoh Dara kepada ASPIRASI pada Sabtu, (3/6).
Ditinggal oleh laki-laki yang ia sayangi untuk menggapai impiannya, tidak mendapatkan restu dari sang Bibi untuk berkuliah di jurusan yang ia inginkan, sampai dibenci oleh teman sekolah karena selalu menjadi siswa unggulan. Hal tersebut merupakan permasalahan yang membuat kesehatan mental Dara terganggu di tengah kesehatan fisiknya yang juga kurang baik.
Memerankan sebagai Dara, Risa merasa peran Dara merepresentasikan remaja di luar sana yang ingin terlihat baik di depan orang lain, namun kenyataannya berbanding terbalik.
“Dara adalah orang yang selalu ingin kelihatan sempurna, padahal sebenarnya kita harus bisa jujur sama siapapun kalau emang kita itu nggak sempurna. Kita manusia, bisa nangis, bisa marah, bisa yang lainnya,” ujar sang pemeran utama usai pementasan.
Dalam cerita ini, Parulian selaku sutradara ingin menyampaikan pesan bahwa generasi muda yang sedang dalam masa mencari jati diri jangan sampai terjerumus kepada hal-hal yang negatif. “Saya harap teman-teman yang terlibat dalam pertunjukan ini, minimal gitu, ngga begitu (melakukan hal-hal negatif),” tutur Parulian kepada ASPIRASI pada Sabtu, (3/6).
Menurut Satria, pertunjukan ini memiliki pembelajaran hidup yang baik untuk penonton, ditambah banyaknya perasaan yang dituangkan dalam cerita ini membuat cerita ini menjadi lebih menarik.
“Ceritanya sangat menarik karena ada senang dan ada sedihnya, feel-nya dapet. Lucu-lucuannya juga dapet, semua feel-nya bagus sih,” ungkapnya.
Singkatnya Waktu Persiapan Jadi Kendala Sekaligus Tantangan Pementasan “Ruang Kedua”
Pementasan teater yang berlangsung selama kurang lebih dua jam ini membutuhkan berbagai persiapan. Seperti yang dijelaskan oleh Rhaina selaku Pemimpin Produksi, menurutnya yang paling utama dalam pementasan ini adalah sebuah konsep awal, yaitu menentukan apa yang ingin diceritakan kepada penonton serta inti utama dari pementasan ini.
Rhaina juga mengatakan bahwa persiapan ini sudah dimulai dari akhir tahun 2022, namun baru memulai progres di akhir bulan Februari 2023. Ia juga mengutarakan bahwa pementasan kali ini didasarkan oleh keinginan untuk menampilkan suatu karya tanpa terikat oleh lomba.
“Itu dari Desember kita, ‘kayaknya tahun depan mau deh pementasan sendiri’ maksudnya pementasan tanpa terikat oleh lomba,” terangnya.
Dalam proses persiapan, Rhaina mengakui bahwa kendala ada pada tempat untuk latihan yang sulit dicari. Beberapa alasan seperti dipersulitnya peminjaman ruangan pada pihak kampus juga dialami.
“Entah dipersulit entah gimana, kayak ada aja gitu kendala yang dialami kalau ke pihak atas, entah surat perizinannya, entah yang penulisannya salah gitu,” lanjut Rhaina.
Selain masalah tempat, waktu yang singkat juga menjadi kendala bagi tim teater dalam pementasan kali ini. Namun menurut Parulian hal ini justru menjadi suatu tantangan serta menjadi sebuah pembelajaran.
“Bagaimana kita akhirnya mengefektifkan waktu gitu lah misalnya. Jadi pertemuan yang sedikit singkat tapi bermanfaat gitu,” tutup Parulian.
Foto: Tiara Ramadanti.
Penulis: Sofwa Najla. | Editor: Agnes Felicia.