Ramai Protes pada Kebijakan Magang Ganjil Genap FH

Berita UPN

Kebijakan baru FH UPNVJ dalam pelaksanaan magang ganjil genap menuai pro kontra karena dinilai merugikan oleh banyak mahasiswa FH.

Aspirasionline.com – Fakultas Hukum (FH) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) baru saja membuat kebijakan baru terkait program magang yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa FH angkatan 2020. Dalam program magang wajib fakultas tersebut, FH bekerjasama dengan beberapa mitra dalam hal penempatan magang.

Informasi adanya kebijakan baru tersebut sebelumnya memang sudah sempat menjadi kabar burung yang tersebar di kalangan mahasiswa, khususnya angkatan 2020. Namun, informasi resminya pertama kali disebarkan melalui grup orang tua mahasiswa FH UPNVJ angkatan 2020.

Menanggapi kabar yang beredar tersebut, akhirnya pihak fakultas mengadakan sosialisasi pada Senin, (16/1). Dipimpin oleh Kepala Program Studi (Kaprodi) FH UPNVJ, Taupiqqurrahman, beliau menjelaskan kebijakan baru yang akan diterapkan pada pelaksanaan magang di tahun ini.

Kebijakan tersebut berisi mengenai Nomor Induk Mahasiswa (NIM) ganjil genap sebagai penentu mahasiswa yang akan melaksanakan magang. Jika NIM mahasiswa tersebut berakhir di angka genap, maka ia harus melaksanakan magang di semester genap atau semester enam. Sementara itu, bagi mahasiswa yang memiliki NIM ganjil harus melaksanakan magang di semester ganjil atau semester tujuh.

Pro Kontra Mahasiswa dan Orang Tua

Menurut mahasiswa FH UPNVJ, kebijakan baru tersebut disosialisasikan cukup mendadak. Pasalnya, beberapa mahasiswa yang telah membuat rencana sebelum adanya kebijakan ini, terpaksa harus mengubah rencana tersebut sesuai dengan kebijakan yang baru.

Seperti yang dialami oleh salah satu mahasiswa FH UPNVJ, Mohammad Diesel Zein. Ia mengatakan bahwa rencana yang telah ia susun menjadi gagal karena adanya kebijakan baru yang diinformasikan cukup mendadak tersebut.

“Menurut saya pribadi itu sangat merugikan karena seharusnya saya punya beberapa rencana untuk menyelesaikan beberapa SKS (Satuan Kredit Semester, red.) yang sisa di semester enam, kemudian saya magang di semester tujuh untuk menyelesaikan tugas akhir,” tutur Zein kepada ASPIRASI pada Sabtu, (14/1).

Layaknya para mahasiswa, para orang tua diketahui juga ikut panik dan ricuh. Perubahan kebijakan yang secara mendadak serta keterlambatan validitas informasi yang diterima membuat grup orang tua sempat ramai.

Tidak hanya kontra terhadap sistem kebijakan baru yang diterapkan, salah satu orang tua mahasiswa juga menyayangkan perihal belum adanya informasi mengenai upah gaji bagi para peserta magang. Padahal beberapa mahasiswa membutuhkan hal tersebut untuk membantu biaya hidup dan biaya kuliah mereka.

Tanggapan orang tua di grup wali mahasiswa FH UPNVJ terkait kebijakan magang ganjil genap.

Hotmaita Arta Purba, salah satu mahasiswi FH UPNVJ juga menyinggung mengenai masalah ini. Perempuan yang kerap disapa Ica tersebut berpandangan apabila tempat magang tidak ditentukan oleh fakultas, bisa saja mahasiswa mendapat tempat magang yang memberikan upah gaji pada peserta magangnya.

“Di sini aku menyayangkan lah gitu, selama satu semester atau bisa dihitung selama lima atau enam bulan kita nggak dibayar, yang seharusnya kalau kita bisa nyari sendiri magangnya tanpa harus ditentuin oleh fakultas bisa aja kita dapat yang dibayar dong, karena kan nggak semua orang juga mampu,” ujar Ica melalui Zoom Meeting pada Rabu, (18/1).

Di sisi lain, Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan menyebutkan masih terdapat sisi positif dari adanya kebijakan tersebut. Menurutnya, alasan fakultas mengadakan magang dengan mitra yang telah disediakan ini merupakan langkah preventif untuk menghindari praktik nepotisme di tempat magang.

Output magang melalui relasi seperti ini atau praktik nepotisme ini pun masih dipertanyakan oleh beberapa pihak, karena bisa saja yang terjadi hanya formalitas semata yang menitikberatkan pada pemberian sertifikat magang saja, tapi keahlian kerja dan pengalaman tidak didapatkan,” ujarnya melalui Whatsapp pada Rabu (11/1).

Ica juga berpendapat mengenai hal positif yang dapat diambil dalam kebijakan magang yang baru tersebut. Adanya pemberlakuan NIM ganjil genap menurutnya mengurangi jumlah persaingan antar mahasiswa dalam mencari tempat magang.

Tidak hanya itu, konversi sejumlah 20 SKS saat magang juga menurutnya menguntungkan. Sehingga apabila mahasiswa ikut magang di semester enam, maka selanjutnya dapat menamatkan SKS yang tersisa di semester tujuh sembari menyusun tugas akhir.

Respons Fakultas dari Kebingungan Mahasiswa
Mendengar ramainya pertanyaan dari pihak mahasiswa FH UPNVJ, Taupiq lantas memberikan tanggapan terkait kebijakan baru pada pelaksanaan magang FH UPNVJ.

Saat ditemui oleh ASPIRASI, Taupiq menjelaskan apabila mahasiswa tersebut sudah melakukan magang di semester enam, maka ia akan mengambil sisa SKS mata kuliah di semester tujuh. Berlaku pula untuk sebaliknya.

“Masalahnya gimana mahasiswa semester tujuh atau NIM ganjil, maka dia mengambil mata kuliah di semester enam itu, begitu juga sebaliknya,” jelas Taupiq kepada ASPIRASI pada Jumat, (20/1).

Bersamaan dengan hal ini, Taupiq juga menjelaskan bahwa apabila pada semester ini mahasiswa telah mengikuti magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di tingkat universitas, maka semester berikutnya tidak perlu mengikuti program magang di fakultas, serta konversi sejumlah 20 SKS tersebut akan tetap dilakukan.

Mengenai sistem seleksi pada kebijakan magang fakultas ini, Taupiq menginformasikan bahwa mahasiswa peserta magang memiliki probabilitas lolos seleksi yang besar sehingga pihak fakultas pun terus melakukan penambahan mitra.

“Kemungkinan besar semuanya lolos. Kalau mitra, sampai saat ini kita masih melakukan penguatan penjajakan juga. Walaupun secara umum mitra yang sekarang ini sudah cukup, tapi tentu kita harus mencari alternatif buat penambahan,” ujar Taupiq.

Lebih lanjut, terkait upah yang akan didapatkan oleh peserta magang, Taupiq enggan memberikan tanggapan lebih lanjut. Ia menjelaskan bahwa telah dilakukan pengusulan anggaran, tetapi selebihnya masih menunggu.

“Masih nunggu, saya kan ngga tau ya sumber dananya darimana, yang pasti memang kita melakukan pengusulan (anggaran, red.),” jelasnya.

Program Magang Merdeka Dibatasi, Mahasiswa: Merdeka Darimana?
Meskipun kebijakan baru pada pelaksanaan magang tahun ini telah disosialisasikan kepada mahasiswa, tetapi sejumlah mahasiswa masih mengeluhkan kebijakan tersebut dan meminta pihak fakultas untuk mempertimbangkan ulang keputusan mereka.

“Berhubung kami sudah mahasiswa, kami sudah bisa menentukan apa yang kami butuhkan, harusnya fakultas memberi keluasan kepada kami sebagai mahasiswa untuk memilih sendiri di tempat mana kami magang. Namanya juga magang merdeka belajar, merdeka itu kan setahu saya bebas untuk menentukan pilihan masing-masing tanpa didikte oleh fakultas,” tutur Zein.

Sepakat dengan Zein, Ica juga meminta agar fakultas mempertimbangkan ulang kebijakan tersebut. Menurutnya, periode waktu yang diambil mahasiswa untuk magang ditentukan melalui kesiapan dan kemampuan mahasiswa tersebut, bukan ditentukan oleh NIM ganjil genap seperti pada kebijakan baru.

“Kalau melihat ke belakang lagi yang kurikulum-kurikulum sebelumnya, ada yang magang di semester tujuh atau semester delapan gitu itu kan hak mereka. Mereka mampunya disana, ya itu kebebasan mereka. Terus ini nama programnya program magang merdeka tapi kemerdekaannya itu kayak dikurangi aja gitu,” ulas Ica.

Merespons mengenai masih adanya keluhan dari mahasiswa seputar kebijakan baru pada pelaksanaan magang tahun ini, Taupiq mengaku telah memberikan ruang bagi mahasiswa untuk menyampaikan aspirasinya pada pihak fakultas sebelum sosialisasi dilakukan.

“Kalau misalnya ternyata masih berpikir banyak keluhan mahasiswa, saya bukan bilang salah, ya. Nyatanya kita memberikan tempat untuk mahasiswa bertanya, mengeluh, monggo,” tutup Taupiq.

Ilustrasi: Daffa Almaas.
Reporter: Daffa Almaas. | Editor: Vedro Imanuel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *