Lika-Liku Pemberlakuan Kebijakan Pencicilan UKT Semester Genap UPNVJ Tahun 2023

Berita UPN

Keringanan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) berupa pencicilan dapat dilakukan kembali pada Semester Genap Tahun Akademik 2022/2023 setelah sebelumnya sempat ditiadakan.

Aspirasionline.com – Dikeluarkan dan sempat diberlakukannya Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2023 Tentang Pembayaran Biaya Pendidikan Semester Genap Tahun Akademik 2022/2023 oleh Rektorat Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) pada Jumat, (6/1) menimbulkan beragam reaksi pada seluruh civitas kampus bela negara.

Adanya peniadaan keringanan pembayaran biaya pendidikan berupa pencicilan, sebagaimana yang tercantum pada bagian (e) pada butir nomor 3 dalam SE tersebut sempat menimbulkan protes besar dari Keluarga Mahasiswa (KEMA), sebelum akhirnya SE tersebut dicabut dan ditetapkan tidak berlaku lagi pada Rabu, (18/1).

Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2023, dikeluarkan pada Jumat, (6/1).

Pencabutan dan tidak berlakunya SE Nomor 9 dituangkan pada bagian (g) di butir nomor 3 dalam SE Nomor 13 Tahun 2023 Tentang Pembayaran Biaya Pendidikan Semester Genap Tahun Akademik 2022/2023.

Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2023, dikeluarkan pada Rabu, (18/1).

Kepada ASPIRASI, Wakil Rektor (Warek) II Bidang Umum dan Keuangan UPNVJ Prasetyo Hadi menyampaikan bahwasannya kebijakan tersebut sempat dibuat bukannya tanpa alasan maupun pertimbangan matang.

Pertama, Prasetyo menekankan bahwa pada dasarnya kewajiban membayar biaya pendidikan mahasiswa sudah disetujui oleh mahasiswa dan orang tua mahasiswa yang bersangkutan pada saat awal masuk perkuliahan melalui tanda tangan di surat persetujuan. Berangkat dari hal tersebut, besaran UKT bagi masing-masing mahasiswa sudah ditetapkan.

“Berarti sudah ada janji di situ (di surat persetujuan, red.) bahwa UKT untuk mahasiswa itu ditetapkan sebesar yang ditandatangani,” ujar Prasetyo kepada ASPIRASI pada Rabu, (19/1).

Lebih lanjut, Prasetyo juga menjelaskan bahwa UPNVJ saat ini sudah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN BLU) sehingga sebagian besar pengeluarannya harus dibiayai sendiri dari aset yang ada.

Namun, yang menjadi catatan besar dalam penerimaan UKT mahasiswa itu sendiri, terang Prasetyo, bahwasannya selama 2022 UPNVJ tercatat memiliki piutang yang telah mencapai angka Rp12 miliar.

“Kemarin menjadi temuan, ternyata piutang (pada tahun, red.) 2022 masih ada dua belas miliar,” jelasnya lebih lanjut.

Prasetyo menegaskan bahwa hal ini dapat menghambat keberlangsungan dari proses pengembangan sarana-prasarana pendidikan, termasuk hal-hal yang mendukungnya. Belum lagi adanya piutang tersebut juga harus dipertanggungjawabkan oleh universitas.

Mengenai hal ini, Wakil Dekan (Wadek) II Bidang Umum dan Keuangan Fakultas Ilmu Komputer (FIK) UPNVJ Rudhy Ho Purabaya  turut menilai bahwasannya kebijakan tersebut sudah dipertimbangkan dengan tepat, tetapi ia menyayangkan kurangnya upaya sosialisasi yang dilakukan oleh universitas.

“Surat Edaran (Nomor 9 Tahun 2023, red.) itu sudah betul, tetapi terlalu mendadak. Ini ‘kan seharusnya butuh sosialisasi dulu,” ungkap Rudhy kepada ASPIRASI pada Rabu, (19/1).

Pengadaan Kembali Bantuan Pencicilan UKT

Pada awalnya, tiap-tiap fakultas bersikeras untuk tetap menerapkan pembayaran UKT sesuai dengan SE Nomor 9 Tahun 2023, artinya setiap fakultas setuju untuk meniadakan bantuan pencicilan UKT. Namun, diketahui pada Kamis, (12/1) FIK mengubah keputusan tersebut.

”FIK itu mempunyai kebijakan memberikan pencicilan. Ini belum semua wadek yang begini (mengadakan pencicilan, red.), cuma FIK,” jelas Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas, Rifqi Adyatma kepada ASPIRASI pada Kamis, (12/01).

Sejalan dengan pernyataan Rifqi, Rudhy juga membenarkan bahwa FIK akan tetap membuka pencicilan UKT dengan beberapa pertimbangan.

“Kalau misalkan mengacu pada Surat Edaran berarti ‘kan banyak sekali mahasiswa yang tidak bisa ikut kuliah, betul? Dimana sih letak kemanusiaannya?” tanya Rudhy saat diwawancarai ASPIRASI di Ruang Wadek II FIK.

Menurut keterangan Rudhy, FIK dapat tetap melaksanakan pencicilan karena posisinya sebagai Wadek II FIK berani menjamin dan bertanggungjawab kepada Rektorat atas mahasiswa-mahasiswa FIK yang mengajukan cicilan. Namun, Rudhy menegaskan pencicilan UKT di FIK pada saat ini adalah yang terakhir kalinya.

“Penekanannya bahwa semester depan tidak ada lagi cicilan, tolong diingatkan itu,” tegasnya.

Pemberlakuan adanya pencicilan UKT pun disusul oleh fakultas lain. Diketahui FISIP memberlakukan kembali bantuan pencicilan UKT pada Sabtu, (14/1), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) pada Selasa, (17/1), dan Fakultas Teknik (FT), Fakultas Hukum (FH), dan Fakultas Kedokteran (FK)  pada Rabu, (18/1).

Pihak Rektorat kemudian menyetujui pemberlakuan kembali bantuan pencicilan UKT pada (18/1) dengan syarat bahwa Wadek II dari tiap Fakultas berani menjamin dan bertanggung jawab apabila terjadi kendala pembayaran pencicilan oleh mahasiswa.

Prasetyo juga mempersilahkan bagi tiap fakultas jika ingin terus mengadakan pencicilan kedepannya.

“Terserah, boleh (kedepannya mengadakan pencicilan UKT, red.). Asal dia (Wadek II Fakultas, red.) yang bertanggung jawab,” jelasnya.

Koordinasi dan Sosialisasi yang Tidak Berjalan Maksimal

Perjalanan dalam penetapan kembali kebijakan pengadaan keringanan berupa pencicilan biaya pendidikan di UPNVJ tidak berjalan semulus yang diharapkan. Terutama koordinasi dan sosialisasi yang berjalan, mulai dari dikeluarkannya SE Nomor 9 Tahun 2023 hingga dikeluarkannya SE Nomor 13 Tahun 2023.

SE Nomor 9 Tahun 2023 yang dikeluarkan pada Jumat (6/1), baru diterima dengan baik kepada seluruh jajaran Dekanat Fakultas pada Senin, (9/1). Salah satunya yaitu Wadek II Bidang Umum dan Keuangan FH UPNVJ Dian Khoreanita Pratiwi yang turut mendapatkan SE tersebut pada Senin, (9/1).

“Nah, jadi saya itu baru dapet di hari Senin, jam tiga justru (dapat surat, red.) edarannya. Jadi ada mahasiswa yang bertanya memang, nah kita emang belum dapat (SE-nya, red.),” terang Dian kepada ASPIRASI pada Rabu, (11/1).

Ketua BEM UPNVJ Rifqi Adyatma juga mengakui bahwa kejelasan diberlakukannya SE Nomor 9 kala itu baru mendapat titik terang pada Senin, (9/1).

“Surat itu sudah turunnya hari Jumat, katanya. Cuma di hari Jumat Dekan lagi ga ada di kampus, jadi kita (BEM, red.) mintanya hari Senin, nah hari Senin dikasih,” jelasnya kepada ASPIRASI pada Kamis, (12/1).

Lebih lanjut, Rifqi menerangkan bahwa proses konfirmasi terhambat oleh alur birokrasi yang masih sangat kacau sehingga tidak bisa segera menjawab keresahan yang dirasakan KEMA. Bahkan, saat ia bertanya kepada Biro Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan dan Kerja Sama (AKPK), pihak AKPK baru mengetahui pemberlakuan SE Nomor 9 Tahun 2023.

Salma Ulayya, mahasiswi FEB program studi Manajemen, mengatakan pemberlakuan kebijakan tersebut terlalu mendadak. Salma menyebutkan jika memang perlu dilakukan pengadaan kebijakan penghapusan cicilan UKT, harus disosialisasikan kepada mahasiswa dari bulan-bulan sebelum diberlakukan kebijakan tersebut.

“Jangan sampai kebijakan-kebijakan seperti ini membuat mahasiswa nantinya putus perkuliahan karena takutnya ada mahasiswa yang ga sanggup bayar, tapi tidak berani bersuara,” ujar Salma kepada ASPIRASI pada Jumat, (13/1).

Hal yang menjadi tanda tanya berikutnya adalah koordinasi yang dilakukan oleh universitas kepada seluruh fakultas dalam eksekusi kebijakan tersebut. Ketidakmerataan waktu pemberlakuan pengadaan pencicilan di UKT menjadi alasannya.

Prasetyo sendiri menjelaskan bahwa pihak universitas telah menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada masing-masing Wadek II seluruh fakultas untuk eksekusi kebijakan pengadaan pencicilan UKT ini.

“Tidak ada masalah lagi di  universitas, semua tanggung jawabnya di fakultas. (Fakultas, red.) yang tahu persis mahasiswanya, yang tahu persis kondisinya, yang tahu persis apa-apa yang memang diperlukan di sana,” jelas Prasetyo lugas.

Di samping itu, Ketua BEM FT UPNJ Muhammad  Alfayad Mahmud juga menilai bahwasannya KEMA berhak mendapat sosialisasi dan mengetahui alasan dari kebijakan-kebijakan yang telah ada.

“KEMA juga mempertanyakan kenapa dan alasannya ga diketahui (mengenai kebijakan yang telah ada, red.),” ungkap Alfayad kepada ASPIRASI pada Kamis, (12/1).

Menanggapi persoalan kurangnya sosialisasi yang dilakukan universitas, setelah dikeluarkannya SE Nomor 13, Prasetyo menjelaskan bahwa itu sudah kembali lagi di ranah masing-masing fakultas.

“Ga perlu ada sosialisasi (dari universitas, red.). Sudah. Masing-masing fakultas mau mengadakan (sosialisasi, red.) sendiri silakan,” tegasnya kembali.

 

Reporter: Novi Nur, Alfianti Putri | Editor: Miska Ithra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *