Meninjau Penerapan Dana Pagu Bagi Ormawa/UKM
Simpang siur kabar dana pagu, alur birokrasi, hingga sekelumit kisah Ormawa dan UKM.
Aspirasionline.com – Kabar terkait dana pagu untuk Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) masih simpang siur. Demikian yang diungkap oleh Bendahara Seni Tari Veteran Jakarta, Tsara Zahrina. “Kalau menurut aku sih dari universitas masih belum terbuka mengenai dana pagu,” kata Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) ini kepada ASPIRASI pada Jumat, (21/4).
Perihal dana pagu sendiri sebetulnya sudah disinggung pada saat Pelatihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa (PKMM) Maret lalu, namun menurut Ketua Umum Mahasiswa Pecinta Alam Girigahana, Budi Ramadhan pembahasan akan dana pagu saat itu belum jelas, “Karena gue ngeliat ada miss antara pihak kermawa dengan pihak keuangan. Jadi pas pemaparan materi tentang keuangan, pajak, dan segala macamnya itu ada semacam miss, sehingga ada beberapa sesi yang dicut, dan materi yang gue dapat nggak terlalu mendalam, cuma tentang birokrasi, keuangan alurnya bagaimana dan segala macam,” ujarnya Jumat (21/4).
Untuk itu, Aspirasi bertandang ke Wakil Rektor II Bidang Keuangan dan Biro Kerjasama Mahasiswa (Kermawa) pada Kamis (27/4) guna mengklarifikasi pemberitaan dana pagu. Saat ditemui di ruangannya pada Kamis Sore, Wakil Rektor II bidang Keuangan, Erna Hernawati menjelaskan mengenai dana pagu. Menurutnya, dana pagu merupakan sejumlah DIPA yang telah disetujui. Sedangkan DIPA adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang isinya berupa anggaran yang diajukan oleh setiap Perguruan Tinggi Negeri (PTN) kepada Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti). Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta sebagai PTN juga mengajukan rencana anggaran dan berbagai program ke Kemenristekdikti. Jadi setiap DIPA itu ada pagu. Anggaran yang telah disetujui itulah yang disebut dengan DIPA.
“Dari DIPA UPN, salah satunya akan diserahkan ke Satuan Kerja (Satker), fakultas-fakultas, biro, dan kemahasiswaan. Kemahasiswaan adalah program kerja (proker) dari UKM-UKM,” ujar Erna.
Sebagai PTN yang baru berumur dua tahun, UPNVJ sedang berusaha untuk membesarkan namanya dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengajak UKM untuk berprestasi dalam perlombaan. Kemudian, untuk menunjang prestasi tersebut UPNVJ menetapkan bahwa di dalam program kerja UKM harus diisi oleh kegiatan untuk prestasi, hal ini kemudian berpengaruh dalam dana pagu yang diterima oleh setiap UKM. Dana pagu untuk UKM sendiri mengalami penampahan menjadi 20 hingga 25 juta, dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dari 10 juta menjadi 15 juta.
Birokrasi, dan Alur Dana Pagu
Terkait dana pagu, Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), Rifqi Midas menceritakan keluh kesahnya. Kisah berawal dari salah satu program MPM yang telah dijalankan, yakni Musyawarah Luar Biasa (Muslub). Dalam kegiatan Muslub tersebut, Midas mengatakan dana yang digunakan untuk kegiatan tersebut berasal dari uang anggota MPM dahulu. Hal ini dirasa sulit bagi Midas, “karena masalah turunnya dana itukan pasti setelah H+3 setelah LPJ, dan itu berarti kita nombok awal-awalnya. Itu pasti susah,” ujarnya pada Jumat, (21/4).
Jumlah dana yang diajukan untuk kegiatan juga bisa saja tidak sesuai dengan yang diacc. “Contohnya ketika sebelum muslub, dana buat proker itu dan setelah Lembar Pertanggung Jawaban (LPJ) diserahkan, maksimal satu minggu atau berapa gitu kan, dan H+3 baru turun uangnya dan itu dicrosscheck lagi, kalau misalnya nanti ada yang turun nih, itu nggak semuanya turun. Misalkan kita mengajukan dana sekitar 2 juta, nggak semua murni 2 juta uang yang turun dan itu memang, apa ya, harusnya kita sudah proposal segitu, sudah disetujuin, harusnya turunnya juga segitu,” kenang Midas. Sampai wawancara dengan Aspirasi ini dilakukan, dana MPM belum juga turun, dan LPJ baru akan dinaikkan.
Midas tahu betul bahwa ketika LPJ belum selesai, otomatis semua Ormawa tidak dapat mengajukan proposal lagi. Jadi apabila proposalnya ingin diacc, maka LPJ yang sebelumnya harus diselesaikan dulu. “Padahal itukan uangnya belum turun, jadi kita istilahnya kayak mengLPJkan uang kita, dan akhirnya turunnya nanti dan digantinya juga nggak seberapa. Tapi ya diusahakan dari teman-teman MPM agar semuanya harus turun, maksudnya ketika LPJ segini ya harus turun segini,” ujar mahasiswa FH ini.
Midas juga membandingkan dana pagu UPNVJ dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). “Waktu itu saya ketemu sama anak IPB pada saat kita ada musyawarah nasional di Bandung. Dana untuk anak-anak IPB ini turun ketika proposal turun, dan diLPJnya setelah uangnya turun. Nah, harusnya seperti itu kan, jadi kita benar-benar ngeLPJin uangnya universitas, tapi balik lagi, mereka seolah-olah seperti tidak percaya sama kita gitu kalau misalnya uang yang mereka turunkan itu dipakai benar-benar buat agenda kita, proker kita,” terangnya.
“Saya juga pernah ngomong sama kemahasiswaan terkait hal ini cuma ya gitu, ini nggak tahu nih boroknya dari mana, tapi memang kemahasiswaan bilangnya kayak gini, tiba-tiba nanti Warek II bilangnya kayak gitu. Jadi ada miss koordinasi antara Warek II dan kemahasiswaan terkait anggaran. Jadi, masih harus crosscheck dulu, masih harus difilter dulu mana yang benar mana yang salah menurut kita,” ujar Midas ketika ditanya oleh Aspirasi mengenai tanggapan universitas.
Ketika Warek II, Erna ditanya mengenai Ormawa dan UKM yang menggunakan uang pribadi dalam menjalankan suatu program, Erna sangat tidak menganjurkan untuk melakukan hal tersebut. Menurutnya hal tersebut dapat terjadi apabila Ormawa dan UKM mengajukan dana ketika uang tersebut harus digunakan hari esoknya. “Karena kalau dadakan kayak H-2 minta, ya belum kelilingnya kan ini, nah berarti keuangan belum punya dasar untuk mengeluarkan uang persediaan,” tutur Erna. Ia menambahkan, paling tidak butuh waktu bagi proposal itu untuk keliling.
Perihal “keliling” yang diungkapkan oleh Erna, ia mengungkapkan bahwa proposal yang diajukan oleh UKM disesuaikan di bagian kemahasiswaan, apabila terdapat program yang tidak sesuai maka harus diperbaiki. Setelah dari bagian kemahasiswaan, proposal tersebut kemudian diajukan kepada Warek III, apabila telah disetujui, dikembalikan ke bagian kemahasiswaan untuk kemudian diajukan ke bagian keuangan. Hal tersebut kemudian dibenarkan oleh Setyaning Patriawati, selaku Kabag Akademik dan Kemahasiswaan. Ia menganggap bahwa birokrasi tersebut tidaklah rumit. Namun, yang membuat proposal lama dalam melakukan proses “kelilingnya” adalah kondisi. “Karena mungkin kan proses surat menyurat itu hampir seminggu. Kita nggak tahu kan, kondisinya Warek 3 ada atau tidak, dalam seminggu dia lagi dinas ke luar atau nggak,” tuturnya pada Kamis, (27/4).
Selanjutnya, Erna juga menyarankan agar membuat proposal dua minggu sebelum kegiatan tersebut dilakukan dan buat Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) tiga hari setelah acara selesai. LPJ harus segera dibuat, jika tidak, Ormawa dan UKM tersebut tidak dapat mengajukan proposal kembali. Erna menambahkan bahwa UKM harus berkerjasama dengan Kemahasiswaan perihal kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi agar tidak ada LPJ yang disalahkan. “Jadi koordinasikan dulu, matangkan dulu baru laksanakan. Sehingga menganggarkannya pun harus kena pajaknya,” jelas Erna. Erna tidak menjelaskan lebih dalam mengenai pajak, menurutnya apabila UKM bingung mengenai batasan-batasan dari pajak tersebut, dapat ditanyakan kepada Mardiningsih di bagian keuangan.
Terakhir, Setyaning mengungkapkan bahwa kesalahan yang terjadi hanyalah kesalahpahaman dari pihak Ormawa dan UKM. Ia menyarankan bahwa seharusnya dalam prosesnya perwakilan dari Ormawa dan UKM tidaklah sendiri, tetapi ditemani. Mahasiswa seharusnya mengetahui bagaimana prosedur yang harus dijalani dalam memberikan proposal. “Datang aja ke sini, ketemu saya. Tapi saya ingin semuanya tahu, jangan saya ngajarin ini terus, dan saya ajarin lagi,” tutupnya.
Reporter : Ida Mg. |Editor : Tri Ditrarini S