Kampanye Budaya Tuli Melalui Webinar Umum Mahasiswa FISIP UPNVJ
Pentingnya kesadaran masyarakat terhadap keberadaan komunitas tuli, menjadi peran penting terpenuhinya hak yang dimiliki oleh komunitas tuli
Aspirasionline.com – I See You, I Hear You sebagai event kelas dari jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), bekerjasama dengan Silang, sebuah Start Up pertama di Indonesia yang menyediakan layanan belajar bahasa isyarat, dalam menyelenggarakan Webinar pada Sabtu, (20/6). Webinar yang diselenggarakan melalui Aplikasi Zoom tersebut, mengusung tema “Budaya Tuli dan Kelas Bahasa Isyarat Indonesia.”
Acara ini bertujuan untuk mengkampanyekan bahasa Isyarat dalam masyarakat Indonesia, mengingat masih maraknya kasus diskriminasi yang dialami oleh komunitas tuli. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Co-Founder Silang, Bagha Prawira.
Laki-laki itu mengatakan, tidak adanya juru bahasa isyarat ataupun teks pada siaran mengenai informasi Covid-19 yang mewabah di Indonesia, menjadi salah satu bukti adanya tindak diskriminasi yang dialami oleh komunitas tuli. Mirisnya, hal itu pun luput dari perhatian Pemerintah.
Tentu, peristiwa tersebut bertentangan dengan pasal 24 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 mengenai hak yang dimiliki oleh penyandang disabilitas. Yakni hak mendapatkan informasi dan berkomunikasi melalui media yang mudah diakses.
“Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk memberikan akses informasi, termasuk kepada penyandang disabilitas,” tegas Bagha dalam webinar tersebut.
Minimnya kesadaran masyarakat terhadap keberadaan komunitas tuli pun melatarbelakangi terbentuknya Silang. Bagha mengatakan, Silang hadir bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang bahasa isyarat hingga memperkenalkan budaya tuli.
Adanya bahasa Isyarat, tidak hanya diperuntukan bagi komunitas tuli saja, tetapi masyarakat juga memiliki hak istimewa untuk belajar bahasa isyarat dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
“Kalian bisa lihat di Instagram stories nya Awkarin salah satunya, bisa lihat dia lagi menyelam pakainya bahasa isyarat. Nah, itu salah satu manfaat dari bahasa isyarat,” ucap Bagha.
Tunarungu Dalam Perspektif medis dan Tuli Dalam Perspektif Sosial
Dalam webinar tersebut dijelaskan pula bahwa tuli dan tunarungu merupakan dua kata yang memiliki makna yang sama, tetapi berbeda kata apabila dilihat dari masing-masing perspektif. “Kalau tuli itu perspektif sosial terus kemudian tunarungu itu perspektif medis,” ujar Bagha.
Berdasarkan Jawa kuno, tunarungu diartikan sebagai keadaan yang rusak, terbatas, hilang, terhambat, atau kesulitan. Sementara dari perspektif medis, apabila terjadi kerusakan, maka harus adanya upaya perbaikan hingga dalam konteks tunarungu, orang tersebut dapat mendengar kembali.
Lebih lanjut, Bagha menyebutkan bahwa melihat dari kemampuan untuk mendengar yang dimiliki oleh anak-anak tuli cendrung bervariasi. Dengan adanya Keadaan tersebut membuat banyaknya cara untuk menyembuhkan anak-anak tuli seperti operasi implan, pakai alat bantu dengar (ABD) atau terapi bicara tidak berjalan efektif.
“Perbandingannya 1 banding 1000 untuk yang bener-bener berhasil, jadi jarang sekali kasus yang berhasil dengan cara seperti itu,” tambah Bagha.
Kemudian, komunitas tuli didalamnya terdapat budaya, aturan, identitas dan perilaku sehingga masyarakat harus saling memahami. Begitu pun saat berkomunikasi.
Bagha menegaskan saat berkomunikasi dengan tuli, pertama tanyakan dengan apa mereka nyaman berkomunikasi, kedua menggunakan tulisan, dan yang terakhir menggunakan isyarat.
Webinar Budaya Tuli dan Kelas Bahasa Isyarat Indonesia pun ditutup oleh sesi kelas bahasa isyarat indonesia yang dipandu oleh Nissi selaku edukator tulis Silang.
Reporter: Suci Amalia | Editor: Azzahra Dhea.