Bagaimana Bencana di Indonesia dan Peran Jurnalisme di Dalamnya
LPM ASPIRASI menggelar webinar umum yang dilaksanakan secara daring dengan tema “Bencana Melanda : Di mana Peran Jurnalisme Berada?” dalam rangka Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa ke-36.
Aspirasionline.com – Dalam rangka Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa Ke-36, pada Senin, (24/5) LPM Aspirasi mengadakan Webinar secara daring, yang bertemakan “Bencana Melanda: Di mana Peran Jurnalisme Berada?”. Webinar PJM kali ini menghadirkan lima narasumber yang terbagi menjadi beberapa sesi dalam dua hari. Pada hari pertama dimulai dengan paparan materi yang dibawakan oleh Agus Wibowo selaku Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Kemudian Eko Teguh dari Pusat Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta, yang membahas terkait Pengenalan Bencana Alam dan Bencana Manusia. Sedangkan sesi selanjutnya diisi oleh Ahmad Arif, seorang Jurnalis Kompas yang membahas mengenai bagaimana peranan jurnalisme dalam bencana.
Acara dibuka dengan sambutan dari Pembina LPM ASPIRASI, Intan Nurcahyani dan dilanjutkan oleh sambutan dari Pemimpin Umum LPM ASPIRASI, Rafi Shiddique. Sambutan terakhir diberikan oleh Ketua Pelaksana PJM Ke-36, Adhiva Windra Maulana.
Dalam sambutannya, Adhiva menyampaikan bagaimana peran jurnalisme bencana dalam pemberitaan di Indonesia dan Pelanggaran Kode Etik jurnalis dalam meliput bencana. Sesi pertama dibuka dengan materi ‘Pengenalan Bencana Alam dan Bencana Manusia’ yang diisi oleh Agus Wibowo.
Beliau menyampaikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, non alam maupun manusia.
Menurut Agus, prasyarat utama suatu peristiwa dikatakan bencana adalah ketika menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Sedangkan, bagi peristiwa yang tidak menimbulkan korban jiwa dan tidak mengganggu aktivitas manusia, tidak dikategorikan sebagai bencana alam.
“Merapi itu sering erupsi tapi tidak ada korban jiwa, tidak mengganggu, itu bukan disebut sebagai bencana, tapi disebut sebagai peristiwa alam atau fenomena alam,” jelas Agus pada Senin, (24/5).
Lebih lanjut, Agus menjelaskan mengenai risiko bencana yang berpotensi menimbulkan kerugian pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Risiko ini dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Materi selanjutnya diisi dilanjutkan oleh Ahmad Arif. Pria yang sering disapa Arif ini menjelaskan bahwa permasalahan dari jurnalisme bencana di Indonesia dan permasalahan kode etik peliputan bencana yang sering jadi abai oleh media.
Menurut Arif, masyarakat harus bisa mengubah perspektif tentang bencana. Arif menjelaskan bahwa suatu peristiwa yang terjadi di sekitar manusia pasti ada ikut campur manusia, kecuali bencana tersebut terjadi di tempat yang tidak ditinggali manusia.
“Perspektif kita tentang bencana harus kita ubah, tidak lagi membagi bahwa bencana karena alam dan bencana manusia. Besar kecilnya dampak suatu bencana berasal dari dampak antroposen,” ujar Arif.
Arif pun menegaskan bahwa media berperan penting dalam edukasi, memperingatkan sebelum bencana, dan memberi panduan saat edukasi. Oleh karena itu, media perlu menjadi pengawal sosial dalam tanggap darurat dan pemulihan.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Eko Teguh mengenai manajemen resiko bencana. Eko menjelaskan, bagaimana tidak ada lokasi di Indonesia yang tidak beresiko bencana. Karena hampir tidak ada tempat yang tidak beresiko.
“Ketika kita berbicara resiko, hampir tidak ada kabupaten yang tidak beresiko. Hal ini menjadi menarik karena semua informasi kebencanaan menjadi penting bagi seluruh lokasi di Indonesia,” tegas Eko.
Hari pertama Webinar PJM Ke-36 LPM Aspirasi pun ditutup oleh sesi tanya jawab, yang dipndu oleh moderator. Sebelum acara akhirnya ditutup dengan sesi foto bersama.
Reporter: Adhiva Windra | Editor: Yurri Nurnazila.