Hal yang Perlu Disiapkan Jurnalis dalam Menulis dan Melakukan Fotografi Bencana

Berita UPN

Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa Ke-36 yang bertemakan, “Bencana Melanda: Di Mana Peran Jurnalisme Berada?” pada hari kedua dibuka dengan materi “Teknik Wawancara dan Reportase Jurnalisme Bencana” dan “Fotografi Jurnalisme Bencana”. 

 

Aspirasionline.com – Pada hari Kedua PJM yang terlaksana di hari Selasa, (25/5), materi PJM sesi pertama disampaikan oleh Bambang Murianto sebagai freelance writer yang memiliki pengalaman dalam menulis kebencanaan. Bambang mengawali paparannya dengan menjelaskan penulisan terkait bencana dan persiapan apa saja yang diperlukan saat meliput bencana. 

 

Menurut Bambang, ketika ingin meliputi bencana seorang jurnalis harus menyiapkan seperti pemahaman tentang aspek teknis dari bencana alam, mempelajari situasi dan kondisi bencana terjadi, membawa seluruh peralatan kerja yang dibutuhkan di lapangan, mempersiapkan diri karena wilayah bencana ekstrim, dan membekali diri dengan peralatan untuk keamanan jurnalis.

 

“Hal-hal yang penting untuk dilaporkan dari suatu bencana yang dapat menjawab pertanyaan 5W+1H, seperti mengapa bencana dapat terjadi, bagaimana kondisi di lokas, siapa korbannya, apa yang dibutuhkan di lokas bencana, dan lain sebagainya,” jelas Bambang pada Selasa, (25/5).

 

Selanjutnya, ia juga menyampaikan fakta-fakta dalam suatu bencana, yaitu fakta sosiologi, fakta psikologis, dan opini dari orang lain. Bambang pun menuturkan, bahwa untuk mendapatkan fakta psikologi harus melalui wawancara, dan dalam wawancara harus memperhatikan serta menghormati perasaan orang yang terkena bencana.

 

“Dalam peliputan bencana jangan mengeksploitasi kesedihan, pilih orang yang mau di wawancara, lihat situasi dan tanyakan bagaimana bencana terjadi, bagaimana kondisi warga dan apa yang mereka butuhkan. Selain itu, lihat kelompok marginal yang paling berdampak seperti ibu dan anak difabel, perhatikan fasilitas publik apa yang rusak, kemudian wawancara juga dengan para ahli,” ujarnya.

Webinar dilanjut pada sesi kedua, dengan materi yang diisi oleh Arimacs Wilander, seorang fotografi jurnalistik. Ia mengawali materi dengan memberi tahu apa saja yang diperlukan dan dipersiapkan untuk melakukan fotografi bencana. 

 

“Seperti halnya peralatan kotak P3K dan perlunya riset tentang bencana, lokasi bencana, dan aksesibilitas menuju tempat bencana,” kata Arimacs pada Selasa, (25/5).

 

Kemudian, Arimacs menyampaikan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika meliput foto bencana, diantaranya bencana tidak ada visual indah, tidak boleh terdapat foto mayat secara lugas, perlu menjalin kedekatan dengan masyarakat.

 

Ketika memotret anak kecil harus melalu persetujuan orang tua/penanggung jawab, memastikan daerah/lokasi yang aman, memastikan apa yang terjadi, membangun optimisme, serta tidak menyajikannya foto yang mengerikan.

 

Setalah Arimacs menyempaikan meteri, webinar dilajutkan dengan sesi tanya jawab kepada kedua pemateri. Acara diakhiri dengan pemaparan program sosial yang dilakukan oleh komunitas Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam kancahnya sebagai yayasan yang bergerak dalam bidang sosial dan kemanusiaan.

 

Reporter: Adhiva Windra | Editor: Yurri Nurnazila.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *