
Riset KPAI: Dunia Pendidikan Masih Ramah Perundungan
Hasil pengawasan KPAI yang dirilis pada hari pendidikan nasional sekaligus menjadi pengingat kepada semua pemangku kepentingan bahwa sekolah belum menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik.
Aspirasionline.com — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengadakan jumpa pers pada Kamis, (2/5) di Gedung KPAI dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional dan Hari Bullying Internasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei dan 4 Mei.
Jumpa pers tersebut dibacakan langsung oleh Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti dan didampingi oleh Ketua KPAI, Susanto yang berisi tentang hasil pengawasan KPAI selama empat bulan yaitu sepanjang Januari sampai dengan April 2019 mengenai kasus-kasus pelanggaran hak anak di bidang pendidikan.
“Hasil pengawasan ini diperoleh berdasarkan pengaduan yang diterima KPAI baik pengaduan langsung maupun pengaduan online,” ujar Komisioner KPAI yang menjabat sejak tahun 2017 itu.
Selama pengawasannya, KPAI menemukan 38 kasus pelanggaran hak anak dengan rincian anak korban kebijakan sebanyak 8 kasus, anak korban pengeroyokan sebanyak 3 kasus, anak korban kekerasan seksual sebanyak 3 kasus, anak korban kekerasan fisik sebanyak 8 kasus, anak korban kekerasan psikis dan bullying sebanyak 12 kasus, serta anak pelaku bullying terhadap guru sebanyak 4 kasus.
Jenis-jenis pelanggaran tersebut menyebar ke berbagai jenjang pendidikan mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi. Data menunjukan jenjang SD/sederajat mendominasi hingga 67% dengan akumulasi 25 kasus. Di samping itu pada jenjang SMP/sederajat terdapat 5 kasus, SMA/sederajat sebanyak 6 kasus, serta pada perguruan tinggi sebanyak 1 kasus.
“Data-data ini meliputi 13 provinsi di Indonesia dengan kasus terbanyak berasal dari provinsi DKI Jakarta sebanyak 9 kasus. Hal ini diduga karena letak Jakarta lebih dekat dengan KPAI sehingga mudah untuk melakukan pelaporan,” tambah Retno.
Sepanjang 2019 tren pelanggaran hak anak di bidang pendidikan mayoritas merupakan kasus bullying dan kekerasan fisik. Permasalahannya meliputi anak dituduh mencuri, dibully teman-temannya, dibully oleh pendidik, saling ejek di dunia maya dan dilanjutkan persekusi di dunia nyata, anak korban pemukulan, pengeroyokan, dan sejumlah siswa SD yang dilaporkan ke polisi oleh Kepala Sekolahnya.
Selain menyampaikan hasil pantauannya pada jumpa pers kali ini KPAI juga merekomendasikan beberapa sikap yang berkaitan dengan kasus kekerasan di satuan pendidikan. KPAI mendorong Kemendikbud dan Kemenag RI sebagai instansi pemerintah yang memiliki sekolah di bawah naungannya untuk memperkuat percepatan terwujudnya program Sekolah Ramah Anak (SRA) di seluruh Indonesia.
Percepatan pembangunan SRA dilakukan sebagai upaya dari masih tingginya kasus-kasus kekerasaan di satuan pendiikan baik yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, siswa terhadap guru, siswa terhadap siswa lainnya, maupun perbuatan orangtua siswa yang menganiaya guru atau petugas sekolah.
“SRA saat ini masih berjumlah 13.000-an dari 400 ribu sekolah dan madrasah di Indonesia. Sementara di DKI Jakarta, hanya berjumlah 315 dari 5.000 sekolah yang ada. Tahun ini ditargetkan akan dibangun menjadi 1.200 Sekolah Ramah Anak,” ujar Retno yang juga merupakan mantan Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta.
Di samping itu dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun 2019 KPAI juga mendorong pemerintah untuk mengembalikan sistem pendidikan sesuai dengan pemikiran awal Ki Hajar Dewantara di mana pendidikan merupakan proses dari pembudayaan.
Artinya pendidikan merupakan suatu usaha yang memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan.
Reporter: Sekar Ayu.| Editor: Fikriyah Nurshafa