Menyoal Penistaan Agama, Warga UPN Angkat Bicara

CategoriesNasional

Aspirasionline.com – Kasus penistaan agama saat ini sedang menjadi sorotan media. Khususnya ketika Basuki Tjahaja Purnama melayangkan suatu pernyataan yang bersangkutan dengan QS. Al-Maidah ayat 51. Pernyataan soal penggunaan surat tersebut terselip tatkala pria yang akrab disapa Ahok ini menjelaskan mengenai program kerja sama Pemerintah Provinsi DKI dan Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta dalam bidang perikanan termasuk memberikan bantuan 4.000 benih ikan kerapu.

Masyarakat Indonesia yang masih sensitif dengan suku, adat, ras dan agama (SARA) menilai bahwa pernyataan tersebut merupakan penistaan agama. Pada saat itu, Ahok semakin hangat diperbincangkan. Tudingan penistaan agama akan pernyataan Ahok datang dari berbagai lapisan masyarakat.

Salah satu tokoh cendikiawan muslim, Buya Syafii justru memiliki pernyataan tersendiri mengenai Ahok. Cendikiawan muslim ini memiliki pemikiran bahwa Ahok tidak melakukan penistaan agama. Seperti yang disampaikan oleh Arie Putra dalam Diskusi Sabtuan CTI-ILUNI FIB UI: Buya dan Rumah Barunya, Metamorfosis Cendikiawan Muslim Indonesia, bahwa kericuhan yang dipancing oleh statement Buya yang menilai ahok menjadi sebuah pertanyaan, “jangan-jangan gagasan mengenai islam tentang kebangsaan itu tidak relevan dan tidak sampai kepada masyarakat,” katanya kepada ASPIRASI, Sabtu (19/11).

Bukan hanya dari kalangan ahli saja, kasus ini rupanya juga menuai pro dan kontra di kalangan mahasiswa. Salah satu Mahasiswi Program Studi Keuangan dan Perbankan UPN Veteran Jakarta, Andhiny Paramitha mengungkapkan bahwa dalam tudingan penistaan agama Ahok tidak bersalah, “belum ada bukti kuat yang membuktikan bahwa kasus tersebut tergolong penistaan agama. Ahok kan hanya mengatakan dibohongi pakai surat Al-Maidah. Seharusnya masyarakat bisa lebih memahami lagi kata-katanya,” tuturnya.

Berbeda dengan Andhiny, Mahasiswi UPN Veteran Jakarta lainnya, Praditha menyatakan, “walaupun dia salah ngomong atau keceplosan, menurut saya berarti itu memang sudah ada di pikirannya dia. Secara tidak langsung, itu seperti alam bawah sadarnya. Jadi ya tetap saja dia bersalah,” jelas mahasiswi yang berusia 18 tahun tersebut.

Dilihat dari Kaca Mata Hukum

Saat ditemui di ruangannya pada Senin, (21/11), Ali Zaidan memberikan pandangannya sebagai dosen hukum pidana UPN Veteran Jakarta. Menurutnya kasus yang menimpa Ahok itu belum terbukti secara jelas. “Belum bisa dikatakan sebagai penistaan agama, terlebih ketika adanya pengakuan dari Buni Yani yang menyatakan bahwa Buni Yani melakukan kesalahan dalam editing,” ujarnya ketika ditemui oleh ASPIRASI di ruangannya.

Ali curiga bahwa kasus tersebut ada unsur kepentingan politik. “Misalnya, apa yang dikatakan oleh Ahok dikatakan oleh orang lain juga, apakah dampaknya akan sama? Yang saya takutkan adalah adanya manipulasi politik dibalik perkataan Buni Yani ini. Jika belum bisa dibuktikan dan ditemukan bukti jelas bahwa Ahok benar melakukan penistaan agama, ya belum bisa dikenakan tindakan hukum,” katanya.

Mengenai aksi yang diusung beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 4 November, Ali juga memberikan pandangannya, kalau aksi damai tersebut lebih pantas dikatakan demokratisasi. Sebab dalam demokrasi memang dibenarkan penyampaian pendapat, dan demontrasi juga merupakan suatu bentuk peyampaian pendapat dan diperbolehkan. “Tetapi mengenai aksi damai kemarin, hanya awalnya yang damai, namun setelah itu berubah hingga ada pembakaran kendaraan,” ujarnya.

Tanggapan lainjuga diberikan oleh Ali mengenai akan adanya aksi tanggal 2 Desember, “boleh kalau mau demo lagi, tapi tujuannya apa? Kan tujuan pada demo pertama sudah tercapai dan sekarang sudah ditetapkannya Ahok sebagai tersangka. Islam itu agama baik, agama pemaaf, tapi kenapa Ahok sudah minta maaf kasus ini masih berlanjut seperti ini,” katanya.

Terakhir Ali menjelaskan mengenai kasus penistaan agama dari kaca mata hukum. Bahwa apabila berkiblat pada hukum, maka kasus penistaan agama telah diatur dalam pasal 156 A KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), dengan hukuman dipenjara selama-lamanya lima tahun.

Reporter: Diah Mg. | Editor: Triditrarini

About the author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *