Menuju Pendidikan Menengah Universal

Nasional

Aspirasionline.com – Indonesia menghadapi kejutan baru: bonus demografi. Negara ini akan memiliki jumlah penduduk usia produktif yang melimpah. Namun ini bukan berarti pemerintah ongkang-ongkang kaki.
“Kalau bonus demografi ini tidak dikelola dengan baik, jangan-jangan kita dapat bencana demografi,” kata Sutanto, Sekretaris Dirjen Pendidikan Menengah Kemendikbud, dalam perbincangan Daerah Bicara KBR, Rabu (25/6) pagi.
Untuk itu, pemerintah melalui Kemendikbud menyiapkan strategi jitu bernama Pendidikan Menengah Universal (PMU). PMU membuka lebar-lebar pintu pendidikan menengah SMA, MA, dan SMK, agar bisa diakses masyarakat luas. Pemerintah berharap warga usia produktif Indonesia bisa lebih baik secara kualitas kerja.
PMU ini menjadi tepat waktu atas 4 alasan. Pertama, Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP se-derajat yang mencapai 98,8% pada 2013, sementara APK SMA se-derajat hanya 78,6%. Ini berarti ada jurang 20 persen masyarakat yang tidak melanjutkan sekolah ke SMA. Lewat PMU, APK SMA se-derajat ditargetkan naik ke 90% pada 2020.
Kedua, pendidikan dipercaya memperbaiki tingkat sosial dan ekonomi warga. Ketiga, bonus demografi seperti disebutkan di atas. Keempat, usia lulusan SD dan SMP memang tidak diperkenanakan Undang-Undang untuk masuk dunia kerja.
Sementara itu, Indonesia diperkirakan jadi 7 besar ekonomi dunia pada 2030. Di saat yang sama, Indonesia menuju pasar tenaga kerja regional ASEAN. Saat itu, Indonesia butuh 113 juta tenaga terampil. “Kalau kita tidak meningkatkan kualifikasi, Jangan-jangan nanti kita terlindas oleh SDM dari negara lain,” tambah Sutanto.
Pemerintah juga Mei lalu meresmikan Sekolah Menengah Terbuka di 6 provinsi untuk siswa ekonomi lemah. Sekolah ini berbasiskan online (dalam jaringan) dan membagi metode belajar tatap muka 50% dan online 50%. Metode online dilakukan siswa melalui tablet yang disediakan pemerintah. Sekolah ini menginduk pada SMA negeri di daerah masing-masing.
Enam Sekolah Menengah Terbuka ini adalah SMA I Kepanjen, Malang, Jatim; SMA 2 Padalarang, Jabar; SMA Narmada NTB; SMA Sorong; SMA Kalsel; dan SMA 12 Jambi. Daya tampung di setiap sekolah adalah 200 siswa. Keenam daerah ini dipilih karena dicatat memiliki APK rendah. Para siswa SMA Terbuka harus mengikuti ujian nasional (UN) di sekolah jika ingin dinyatakan lulus.
Pemerintah memfokuskan diri pada siswa daerah tertinggal (remote), memiliki keterbatasan ekonomi, kendala sosial, serta kebatasan waktu akibat pekerjaan. Usia siswa harus di bawah 21 tahun dan bagi yang sudah lebih disarankan ikut ujian Paket C. “Sekolah Menengah Terbuka adalah untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau,” kata Sutanto lagi.
Ke depan, pemerintah menginginkan jumlah Sekolah Terbuka diperbanyak, makin tersebar, dan mungkin melingkupi bentuk Sekolah Menengah Kejuruan.
Program ini aktif mulai tahun ajaran baru 2014. Bagi siswa miskin yang ingin mengikuti Sekolah Terbuka, bisa datang ke sekolah induk di 6 daerah tersebut. Para calon siswa harus diseleksi agar bantuan pemerintah ini sampai kepada orang yang tepat. Dan bagaimana pun Kemendikbud meminta masyarakat ikut mengawasi. “Ketika terjadi pembelokan-pembelokan dan sebagainya, mohon disampaikan,” ujar Sutanto.

Sumber : KBR68H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *