
Fenomena Fast Beauty sebagai Dominasi Tren Global yang Mengguncang Pasar Lokal
Fenomena fast beauty dari China mendominasi algoritma media sosial dan perilaku konsumsi Gen Z yang menghadirkan tantangan sekaligus peluang besar bagi pasar lokal. Di balik tren ini, ekonomi Indonesia dihadapkan dilema antara inovasi global dan perlindungan produk lokal.
Aspirasionline.com – Fast beauty merupakan tren di industri kecantikan yang mengedepankan produksi cepat, harga terjangkau, dan inovasi produk yang terus diperbarui sesuai kebutuhan pasar.
Fenomena fast beauty mulai menjadi sorotan sejak dominasi produk dari China yang memengaruhi pola konsumsi masyarakat dan menimbulkan persaingan yang luar biasa di pasar lokal.
Salah seorang Dosen Program Studi (prodi) Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ), Tauhid Ahmad, menjelaskan bahwa fenomena fast beauty menunjukan produk lokal mengalami persaingan ketat dengan produk impor di pasar dalam negeri.
“Tren impor yang jauh lebih besar dibandingkan ekspor menunjukkan bahwa produk kita mulai menghadapi persaingan yang luar biasa di dalam negeri ya karena tren impor kita besar, terutama barang barang fast beauty,” terang Tauhid kepada ASPIRASI pada Sabtu, (21/12).
Dominasi Produk Kecantikan dari China di Indonesia
Dunia industri kecantikan produk domestik sudah mengalami banyak perkembangan, namun dominasi Research and Development produk kecantikan dari negeri jiran tetap begitu kuat, bahkan mampu mengalahkan produk Korea Selatan di pasar global.
Tauhid menambahkan platform digital, seperti e-commerce menjadi kunci dominasi produk fast beauty China di pasar lokal, didukung strategi pemasaran besar-besaran. Tren ini semakin diperkuat oleh perubahan gaya hidup Gen Z dengan pola belanja yang dimudahkan oleh fasilitas seperti pay later.
Tak berhenti sampai di situ, produk China yang terus melakukan inovasi dengan memberikan harga yang jauh lebih terjangkau, sehingga produk-produk kecantikan mampu menguasai pasar domestik dan global.
“Saya kira memang dalam beragam hal ya, inovasi produk produk China itu luar biasa besar ya, ada aja ya dengan harga yang sangat murah kadang kadang tidak masuk akal sehingga mereka masuk pasar domestik,” ujar Tauhid.
Di lain sisi, dengan strategi pemasaran harga murah cukup berdampak pada praktik ekonomi, salah satunya adalah praktik dumping. Praktik ini berpotensi menciptakan kompetisi harga yang ketat di pasar lokal.
“Kita patut curiga untuk jenis yang sama kok produk dalam negeri harganya beda jauh, jadi ada kemungkinan bisa jadi apa patut diselidiki, katakanlah dumping, tapi ini harus ada penyelidikan ya sampe kesana,” ungkap Tauhid.
Tauhid juga menuturkan bahwa meskipun ada kesadaran akan regulasi, implementasi kebijakan perpajakan yang masih kurang dapat memengaruhi keberlanjutan produk dalam negeri dan memperburuk dampak ekonomi bagi industri lokal, terutama di sektor e-commerce.
Persaingan Ketat Produk Lokal dan Impor di Era Fast Beauty
Dominasi produk China di Indonesia, terutama platform e-commerce begitu besar. Beberapa tahun sebelumnya, pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk membatasi platform tertentu, salah satunya e-commerce TikTok.
Meski begitu keberadaan platform tersebut kembali eksis dan masih terus mendistorsi pasar domestik, sehingga diperlukan pengawasan dan implementasi regulasi yang lebih kuat untuk menjaga stabilitas pasar, seperti yang dibenarkan Tauhid.
“Sudah betul misalnya apa platform itu ya sudah mulai dilarang dan sebagainya, tapi yang sudah eksis aja sudah mendistorsi pasar kita, jadi harus lebih kuat lagi untuk pengawasan dan implementasi,” jelasnya.
Memasuki persaingan pasar, produk lokal juga masih mengalami banyak tantangan. Dengan jumlah produk lokal yang cenderung sedikit, social – commerce menjadi terintegrasi dengan algoritma yang mengarahkan konsumen pada produk impor, mengakibatkan produk lokal kesulitan untuk bersaing.
“Social-commerce by system sudah terkoneksi ya algoritma, masalahnya adalah yang dijual dijual dari produk produk kita itu sedikit, jadi kita misalnya mau beli fast beauty, kalau kita buka TikTok, pasti akan muncul itu terus,” lanjut Tauhid.
Di samping itu, diskon besar-besaran yang ditawarkan di e-commerce semakin memengaruhi pola konsumsi masyarakat, namun dampaknya terhadap perubahan pola belanja dan ekonomi rumah tangga diperkirakan tidak terlalu besar. Jika dilihat dari sisi lain, hal tersebut berakibat pada terjadinya over consumption (konsumsi yang berlebihan).
Pemerintah Indonesia belum memiliki regulasi khusus untuk mengatasi masalah ini, banyak produk, terutama dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yang belum dilengkapi dengan label lingkungan. Berbeda dengan produk global yang sudah memiliki label tersebut, sehingga dampaknya dapat lebih mudah dilacak.
Beberapa produk, seperti hasil ekstraksi sumber daya alam atau produk rumah tangga, memang berpotensi besar menimbulkan dampak lingkungan. Namun, ada upaya perbaikan dengan beberapa perusahaan yang mulai melaporkan standar Environmental, Social and Government (ESG) untuk mengurangi pengaruh negatif terhadap lingkungan.
“Apakah memiliki dampak besar atau tidak saya kira untuk sebagian produk pasti memiliki dampak lingkungan tapi sebagian sudah mulai dibenarkan lah, seperti produk produk yang telah melaporkan ESG-nya,” tukas Tauhid.
Harapannya, masyarakat bersama sama dapat memperkuat industri produk lokal dengan mencintai produk dalam negeri, dibantu sokongan pemerintah dengan memperkuat dukungan terhadap produk dalam negeri melalui penguatan pasar dan sumber pendanaan.
Sumber Photo : Britannica
Reporter : Najwa, Mg. | Editor: Ummu Hanni.