Menghubungkan Komunitas dan Memicu Refleksi dalam “Take Me to Church”

Resensi

Judul : Take Me To Church

Penyanyi : Hozier

Produser : Rob Kirwan, Joe Fisher

Penulis : Andrew Hozier-Byrne

Genre: Alternative Rock

Tahun : 2013

Durasi : 4 menit 1 detik

Hozier, dalam lagunya Take Me to Church, mengkritisi dunia yang seakan menolak kebebasan pribadi bahkan dengan orientasi seksual yang berbeda. Hozier menggunakan metafora agama dalam menyampaikan pesan dalam lagu ini.

Aspirasionline.com – Lagu Take Me to Church, karya debut yang mengguncang dari musisi asal Irlandia, Hozier, telah menarik perhatian dunia dengan pesan kuat tentang cinta, kebebasan, dan identitas. 

Sejak dirilis pada tahun 2013, Take Me to Church telah menjadi salah satu lagu yang paling dikenal dan melekat pada dekade ini. Sepanjang tahun 2014 hingga 2015, lagu ini berada pada deretan teratas Billboard dan masuk ke dalam nominasi penghargaan musik paling bergengsi Grammy Award untuk Song of the Year pada 57th Annual Grammy Awards 2015.

“Beberapa tahun lalu, saya tinggal di rumah orang tua dan menulis lagu-lagu di loteng,” ujar pria berumur 24 tahun tersebut pada saat itu (2015), dilansir dari Vanity Fair.

Saat ini Take Me to Church  telah ditonton sebanyak 756 juta lebih pada platform Youtube. Dalam videonya, Hozier menceritakan dua pria homoseksual yang dikejar oleh sekelompok orang pembenci homoseksual. Hozier juga menggambarkan massa ini sebagai orang yang penuh kebencian, kasar, dan penganiaya pada akhir video.

Antara Cinta dan Agama 

Di balik kesuksesannya, lagu ini tidak lepas dari kontroversi dan dampak sosial yang mempengaruhi masyarakat modern. Karya seni ini berbicara tentang konflik antara cinta dan kepercayaan, serta menyuarakan pentingnya menerima diri sendiri tanpa rasa takut atau malu. 

Salah satu aspek utama yang membuat lagu ini menonjol adalah liriknya yang menggugah emosi. Dalam bait-baitnya yang penuh makna, Hozier menggunakan metafora agama untuk menggambarkan perasaan cinta dan keintiman yang kuat. Lirik, “My lover’s got humor / She’s the giggle at a funeral / Knows everybody’s disapproval / I should’ve worshipped her sooner,” mencerminkan kesadaran akan perbedaan dan kontradiksi dalam perasaan cinta yang mendalam.

Namun, beberapa baris lirik ini juga menimbulkan kontroversi. Penggunaan istilah “church” (gereja) dan “worship” (sembah) yang digunakan sebagai simbol seksualitas dan keintiman, sehingga menciptakan gelombang reaksi dari berbagai kalangan agama dan konservatif. Beberapa pihak menilai bahwa lagu ini menghina keyakinan agama, sementara yang lain menyatakan bahwa itu adalah bentuk kritik terhadap dogma dan norma yang menghambat kebebasan individu.

Dalam menghadapi kritik dan kontroversi, Hozier menegaskan bahwa lagu ini adalah tentang cinta dan kebebasan untuk mencintai tanpa rasa takut atau rasa bersalah. Ia menolak untuk mempertahankan norma-norma sosial yang membatasi hak asasi manusia, terutama hak orang-orang dengan orientasi seksual yang berbeda.

Pentingnya makna di balik lagu ini semakin diperkuat oleh video musiknya yang kontroversial. Video ini menampilkan kisah cinta dua pria muda yang berjuang melawan penganiayaan karena orientasi seksual mereka. Cerita video ini menjadi representasi kuat dari perjuangan komunitas Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Queer, dan lain-lain (LGBTQ+) dalam mencari pengakuan dan penerimaan sosial.

Meski di satu sisi video ini diakui sebagai bentuk upaya penghadiran isu-isu sosial yang penting, di sisi lain terdapat juga pandangan yang beranggapan jika Hozier memanfaatkan kontroversi demi mendapat popularitas.

Hak Atas Kebebasan Pribadi di Dunia saat ini

Dalam beberapa kesempatan, Hozier menyatakan bahwa lagu Take Me to Church terinspirasi dari pengalaman pribadinya dan juga peristiwa nyata dalam masyarakat. Di banyak negara, isu-isu seputar hak-hak LGBTQ+ dan perjuangan mereka masih menjadi perdebatan yang terus berlangsung. 

Di Indonesia, isu LGBTQ+ merupakan salah satu bentuk kebebasan individu yang semua orang berhak mendapatkannya. Namun, isu tersebut seringkali bertolak belakang dengan norma sosial yang ada di Indonesia.

Berdasarkan data survei Lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terkait penerimaan masyarakat Indonesia pada LGBT tahun 2018, lebih dari 40 persen responden menilai LGBT sangat mengancam. Sementara hanya 9,4 persen responden yang menyebut LGBT tidak mengancam.

Sikap diskriminatif pada kelompok LGBTQ+ juga dirasakan Ragil Mahardika, pria gay yang beberapa waktu lalu viral dan memutuskan untuk menetap di Jerman. “Aku sadar bahwa Indonesia bukan tempat yang ramah untuk seorang LGBT. Jadi memang niat untuk berkarir di Eropa,” ungkap Ragil dilansir dari DW Indonesia.

Meski mereka tidak punya ruang untuk bersuara, sejauh ini sistem hukum Indonesia belum secara khusus mengatur sanksi pidana terkait kelompok LGBTQ+. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) saat ini, seseorang yang teridentifikasi sebagai LGBT tidak dapat dituntut di hadapan hukum. KUHP hanya mengatur hukuman bagi pelaku kekerasan seksual. 

Kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia merupakan isu penting selama perayaan Pride Month. Perayaan yang diadakan sepanjang bulan Juni ini sering dimeriahkan dengan berbagai acara yang diadakan oleh kelompok LGBTQ+ dan pendukungnya, yaitu parade, pawai, pesta, konser, dan lain-lain.

Setelah dirilis, lagu ini menjadi anthem bagi banyak orang yang merasa terpinggirkan atau tidak diterima karena orientasi seksual mereka. Komunitas LGBTQ+ merasa terhubung dengan pesan penuh semangat dari Take Me to Church, yang membangkitkan keberanian untuk bangkit dan berbicara.

Seiring berjalannya waktu, Take Me to Church tetap relevan dan mendapat tempat di hati pendengar di era modern. Di tengah tuntutan untuk kebebasan berekspresi dan pengakuan hak asasi manusia, lagu ini terus menyuarakan pesan tentang cinta tanpa batas, penerimaan, dan perlawanan terhadap norma yang membatasi kebebasan individu.

 

Foto: www.youtube.com (Hozier – Take Me To Church)

Penulis: Maulana Ridhwan. | Editor: Mahalia Taranrini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *