Pembentukan Pansel Satgas PPKS UPNVJ: Lamban, Minim Informasi, dan Sempat Cacat Prosedur
Lambannya pembentukan Pansel Satgas PPKS di UPNVJ menjadi persoalan pelik dalam beberapa waktu belakangan. Hal tersebut mengakibatkan pembentukan Satgas yang ikut terhambat, belum mengingat permasalahan cacat prosedural yang sempat terjadi dan minimnya publikasi.
Aspirasionline.com – Kekerasan seksual sudah seharusnya menjadi perhatian bagi segala kalangan, salah satunya civitas akademika dengan mengingat maraknya kasus kekerasan seksual di kampus. Atas dasar tersebut, dibentuklah Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS bertujuan untuk memberikan perlindungan dari segala bentuk kekerasan seksual yang ada di lingkungan perguruan tinggi serta memandatkan kepada perguruan tinggi di Indonesia untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) PPKS.
Satgas PPKS sendiri merupakan bagian dari perguruan tinggi yang berfungsi sebagai pusat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi yang beranggotakan unsur mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan (tendik).
Pembentukan Satgas PPKS dapat menjadi awal dari kesungguhan dalam iktikad memberantas kekerasan seksual di tingkat perguruan tinggi. Sebelum menyasar terbentuknya Satgas PPKS, terdapat tahap-tahap yang perlu dilakukan, salah satunya membentuk Panitia Seleksi (Pansel) Satgas PPKS yang bertugas menyeleksi calon satuan tugas.
Pada Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), rekrutmen Pansel Satgas PPKS sendiri sudah dilakukan sejak awal tahun 2022. Terkini, Satgas PPKS sudah terbentuk di UPNVJ dengan keluarnya Surat Keputusan (SK) Rektor tertanggal 11 Agustus 2022.
Namun, dalam proses pembentukannya ditemukan banyak lika-liku yang mengurangi efisiensi pembentukan Satgas PPKS di UPNVJ. Bahkan, permasalahan tersebut sudah dimulai pada awal pembentukan Pansel Satgas PPKS.
Proses Pembentukan yang Sempat Cacat Prosedural
Perjalanan pembentukan Satgas PPKS dimulai saat pihak Rektorat UPNVJ mengirimkan surat permohonan kepada Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) UPNVJ yang berisi mengenai permintaan untuk mengirimkan nama-nama Calon Pansel (Capansel) dari kalangan Mahasiswa.
Surat permohonan tersebut kemudian diteruskan ke pihak fakultas untuk mengirimkan nama calon Pansel perwakilan fakultas. Senat Mahasiswa tingkat fakultas berperan dalam memilih nama-nama calon Pansel mahasiswa yang diikuti dengan surat rekomendasi dari dekan fakultas. Barulah nama-nama yang terseleksi di tingkat fakultas tersebut diteruskan oleh MPM ke pihak rektorat.
“Dari MPM langsung nih menaikkan ke pihak rektorat nama-namanya siapa (Capansel, red.),” jelas Bunga Deskomala selaku Ketua MPM UPNVJ kepada ASPIRASI, Senin, (27/06).
Terdapat kejadian menarik setelah MPM UPNVJ mengirimkan nama-nama Capansel yang telah diseleksi oleh pihak fakultas kepada pihak Rektorat, yaitu terbentuknya Satgas secara tiba-tiba. Entah apa yang melandasi hal tersebut, pihak Rektorat menjadikan para Capansel sebagai Satgas PPKS.
Dalam Surat Keputusan Rektor yang ditandangani langsung oleh Erna Hernawati selaku Rektor tersebut, nama Heru Sugiyono terpilih menjadi Ketua Satgas PPKS UPNVJ. Dibantu dengan seorang sekretaris dan tiga anggota.
Hal tersebut sontak memunculkan pendapat kontra dari mahasiswa UPNVJ. Bilal Sukarno, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPNVJ, mengaku “kecolongan” pada saat Surat Keputusan Rektor tersebut diterbitkan.
“Kita gamau nama-nama (satgas, red.) ini karena kita tidak tau jelas ini siapa dan bagaimana mekanismenya, tiba tiba ada. Pansel aja belom masa ada satgas,” jelas Bilal saat ditemui ASPIRASI pada Senin (27/06).
Ketua dan Pendiri Amnesty UPNVJ, Felicia Yafa beranggapan sudah seharusnya mekanisme pembentukan Satgas PPKS tersebut mengikuti Buku Pedoman Pelaksanaan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (selanjutnya disebut buku pedoman pelaksanaan).
“Sudah dijelaskan sangat komprehensif sih di situ (buku pedoman pelaksanaan, red.). Jadi yang pertama itu bukan langsung satgas, ada yang namanya itu panitia seleksi atau pansel,” ujar Yafa.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, BEM UPNVJ dan MPM UPNVJ melakukan audiensi dengan pihak rektorat. Dimana dalam audiensi tersebut membuahkan hasil, pihak rektorat membuka kembali rekrutmen calon Pansel dengan mekanisme yang seharusnya diterapkan dari awal yakni sesuai pedoman.
“Akhirnya itu (SK Rektor, red.) kita tarik lagi, karena itu kan salah tidak sesuai dengan tata cara urutan yang ada” terang Ria Maria Theresa, selaku Warek III saat diwawancarai ASPIRASI pada Kamis (4/8).
Namun sayangnya, setelah sempat terjadinya cacat prosedural pada awal proses pembentukan. Menurut Yafa, proses selanjutnya dalam pembentukan pansel pun masih sangat lamban dilakukan oleh pihak rektorat.
“Kampus ini kayaknya lambat ya dalam memproses dan juga memberikan informasi (pansel, red.),” jelas Yafa.
Kelambanan pihak rektorat dalam mengurusi pembentukan pansel pun ditanggapi mahasiswa dengan melakukan konsolidasi bersama. Berdasarkan hasil konsolidasi waktu itu, melalui aliansi mahasiswa yang dinamakan UPNVJ Bergerak. Seruan aksi media digaungkan guna mendesak pihak Rektorat terkait percepatan pembentukan Pansel dan Satgas PPKS.
“Dari teman-teman pas saat forum ini (konsolidasi, red.) menginisiasi adanya aksi media untuk menekan pihak rektorat,” ujar Bunga menjelaskan.
Sulitnya Mencari Capansel dan Kurangnya Informasi Bagi Capansel
Dalam proses pemilihan nama-nama Capansel di UPNVJ, pihak kampus berwenang dalam pemilihan personil Capansel dari pihak dosen dan tenaga kependidikan (tendik), sedangkan Capansel dari pihak mahasiswa diserahkan kepada MPM UPNVJ dan BEM UPNVJ.
Bukannya mengemban tugas tanpa adanya perintah, pihak kampus lah yang memberikan arahan kepada Ketua MPM UPNVJ dan BEM UPNVJ untuk mengirimkan perwakilan calon Pansel mahasiswa dari tiap Fakultas.
Dengan adanya arahan tersebut, pihak MPM UPNVJ pun melakukan sosialisasi dan konsolidasi kepada fakultas melalui Senat mahasiswa tingkat fakultas yang hasilnya adalah bahwa tiap-tiap fakultas mengirimkan perwakilannya sebanyak satu sampai dua orang.
Selanjutnya, MPM UPNVJ memberikan nama-nama Capansel dari masing-masing fakultas kepada Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama (Warek III) pada Senin (07/02/22). Namun, dijelaskan MPM U dalam press release Jumat (04/03/22) bahwa beberapa fakultas mengalami kendala berupa surat rekomendasi dekan.
Bunga Deskomala mengatakan bahwa pada saat itu sudah berlangsung libur hari raya Idul Fitri, maka sulit bagi beberapa fakultas untuk meminta tanda tangan dan surat rekomendasi dari dekan. Hal tersebut membuat MPM U mengirimkan lagi nama-nama calon Pansel beserta berkas terbaru yang sudah lengkap pada Selasa (22/02/22) kepada Warek III melalui whatsapp.
“Ada beberapa fakultas yang terkena kendala karena itu sudah libur (Idul Fitri, red.). Jadi ada beberapa fakultas nih yang ketinggalan mengirimnya karena ini (Surat Rekomendasi, red.) kan harus ada tanda tangan dari dekan untuk persetujuannya,” jelas Bunga.
Dalam proses pemilihan Capansel dari unsur mahasiswa sendiri setelah proses pendaftaran. Menurut pengakuan Adjrina Dawina, mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat Angkatan 2020. Seharusnya akan diadakan wawancara untuk calon Pansel mahasiswa oleh MPM U sebelum nama-nama tersebut dikirimkan ke Warek III.
“Tapi karena ternyata kita perlu segera kan, jadi kayak dipercepat gitu, jadinya engga wawancara, terus langsung ikut pelatihan dari Kemendikbud,” kata Adjrina saat diwawancarai ASPIRASI pada Selasa (5/7) via telepon.
Berbeda dengan Adjrina, Sarah Juwita yang merupakan mahasiswa program studi Hubungan Internasional Angkatan 2020 mengatakan ia sempat menjalani proses wawancara. Selain tentunya juga seleksi berkas.
“Waktu open recruitment itu kita menjalani seleksi seperti biasanya berkas hingga tahap wawancara dan akhirnya terpilih,” ujar Sarah ketika dihubungi oleh ASPIRASI, Selasa, (28/06).
Berbeda dengan pemilihan calon Pansel mahasiswa yang prosesnya berupa pendaftaran, pemilihan Capansel dosen dan tendik dipilih langsung oleh pihak Fakultas. Ria mengatakan bahwa minimnya minat dosen dan tendik untuk mendaftar sebagai Capansel menjadi alasan terjadinya hal tersebut.
“Gaada yang daftar (dosen dan tendik, red.) kalau disuruh daftar, beneran, dibuka pendaftaran gaada yang daftar, akhirnya kita tunjuk karena gaada yang mau,” jelas Ria kala itu.
Bunga seakan mengamini apa yang dikatakan oleh Ria. Ia bahkan mengaku bahwa pihak rektorat sendiri sempat mengeluhkan terkait permasalahan tersebut.
“Dari pihak rektorat ini mengeluhkan kalau misalnya ada kesulitan dalam penentuan panitia seleksi dari tim dosen nya,” jelasnya.
Pemilihan perwakilan dosen maupun tendik sebagai Capansel oleh pihak fakultas nyatanya menimbulkan permasalahan baru. Salah satu dosen yang ditunjuk oleh fakultas untuk menjadi Capansel menyatakan bahwa dirinya tidak diberitahu terlebih dulu.
Fakhri Akbar Ayub, Dosen dari Fakultas Teknik UPNVJ mengaku dirinya ditunjuk langsung oleh pihak fakultas untuk mendaftar. Bahkan ia langsung di-invite ke WhatsApp Group tanpa pemberitahuan. Barulah setelah itu dikirimkan terbitan SK Rektor terkait nama-nama Capansel terpilih.
“Tiba-tiba dibuatlah grup WhatsApp itu dari rektorat dan ya awalnya tidak diberi tau ppks itu apa, jadi tiba-tiba langsung dibuat grup calon pansel ppks,” ujar Fakhri pada ASPIRASI pada Kamis, (14/07).
Hal tersebut nyatanya diamini oleh Sarah. Menurut pengakuannya, terdapat Capansel dosen yang masih bertanya terkait kegunaan group chat yang dibuat.
“Ketika grup itu ada dan beberapa dosen diundang, ada dosen yang bertanya ‘ini grup apa? untuk apa?’. Jadi, mungkin bisa dibilang miss komunikasi,” tutur Sarah.
Masih kurang baiknya alur informasi yang diberikan oleh pihak rektorat kepada para Capansel tersebut juga menjadi poin kritik bagi Citra Ayu Kinanti, mahasiwa program studi Hubungan Internasional Angkatan 2019. Menurutnya hal tersebut menjadi kendala utama dalam proses pembentukan Pansel.
“Saya berpendapat kendala utama dalam proses pembentukan pansel ialah diseminasi informasi yang tidak berjalan baik, hal ini telah menyebabkan informasi yang diterima tidak konsisten dan koheren,” jelas Capansel dari perwakilan mahasiswa tersebut kepada Reporter ASPIRASI, Kamis, (21/07).
Pada 31 Mei 2022, terbit SK Rektor yang berisi pengumuman nama-nama Capansel. Para Capansel tersebut kemudian akan mengikuti pelatihan dan seleksi yang diselenggarakan oleh Kemendikbud.
Namun lagi dan lagi, proses pelatihan tersebut memakan waktu yang cukup lama pula. Hal ini berdasarkan pengakuan Ria diakibatkan para Capansel yang masih menunda-nunda dalam mengisi Learning Management System (LMS).
“Beberapa (Capansel, red.) mahasiswa belum ngerjain (pelatihan, red.), termasuk ada juga dosen,” jelas Ria.
Namun berbeda dengan Ria, Fakhri justru mengatakan rata-rata Capansel yang ada saat itu sudah mengikuti pelatihan. Ia bahkan mengatakan bahwa sebetulnya pihak rektorat yang masih kurang dalam hal follow up terkait agenda pelatihan tersebut dengan para Capansel.
“Mungkin kurang di follow up dari atasan juga, dari rektoratnya juga mengenai ini (pelatihan, red.). Cuma kalau saya pas lagi iseng cari-cari nama dari group whatsapp itu sih emang rata-rata sudah mengisi (LMS, red.) sih,” terang Fakhri.
Uji Publik dan Terbitnya SK Pansel
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pun juga tertuang dalam Bab IV buku pedoman pelaksanaan, para Capansel akan mengikuti pelatihan dan seleksi yang diselenggarakan oleh unit kerja di Kementerian yang melaksanakan fungsi dan tugas penguatan karakter. Barulan nantinya, para Capansel yang lulus melewati ambang batas nilai yang ditentukan oleh Kementerian berhak mengikuti tahapan selanjutnya yaitu proses uji publik.
Di UPNVJ sendiri, uji publik bagi para Capansel diselenggarakan pada Senin, 08 Agustus 2022. Hal itu dapat diketahui lewat poster yang dipublikasi di akun Instagram resmi UPNVJ. Dari poster tersebut juga dapat dilihat nama-nama Capansel yang lolos ke tahapan uji publik.
Dalam keterangan di postingan tersebut, terdapat kalimat ajakan untuk mengikuti kegiatan uji publik tersebut. Namun sayangnya, poster tersebut dipublikasi hanya dua hari sebelum diadakannya uji publik. Informasi yang sedikit terkesan dadakan tersebut membuat peserta yang mengikuti uji publik relatif tidak terlalu banyak.
Masih dalam Bab IV buku pedoman pelaksanaan dinyatakan bahwa Capansel yang lulus tahapan uji publik akan ditetapkan sebagai anggota Pansel melalui Surat Keputusan Pemimpin Perguruan Tinggi (SK Rektor). Frasa ‘lolos melewati uji publik’ menandakan adanya seleksi kembali.
Tahapan seleksi ini sendiri kemungkinan dilakukan oleh pihak rektorat sendiri. Meski ternyata, banyak Capansel sendiri yang tidak tahu pada awalnya siapa yang akan menyeleksi mereka.
“Kita juga ada prosedur (seleksi, red.) dari pihak kampus, kalau nggak salah. Aku juga kurang ngerti sih itu, karena nggak dikasih tahu,” ujar salah satu Capansel, Sarah.
Penyeleksian oleh pihak rektorat itu sendiri dibenarkan oleh Bunga. “Dari rektorat itu sendiri yang melakukan penyeleksian kembali,” terang Bunga.
Hingga akhirnya, tiga harinya setelah proses uji publik dilakukan nama-nama Pansel terpilih pun diumumkan. Lewat SK Rektor Nomor 1200/UN61.0/HK.02/2022 ditetapkan lima nama Pansel yang akan bertugas.
Kelima nama tersebut adalah Sarlan, I Wayan Widi Pradyana, Isfandriya Sintasari, Retno Dwi Cahyani, dan Sarah Juwita. Nama-nama tersebut sudah memenuhi unsur keterwakilan baik dosen, tenaga kependidikan, maupun mahasiswa. Selain itu keterwakilan anggota pansel perempuan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota juga telah terpenuhi.
Namun sayangnya, SK Rektor terkait pengumuman nama-nama Pansel tersebut tidak dipublikasikan kepada mahasiswa umum secara resmi. Sehingga banyak mahasiswa yang bahkan tidak tahu bahwa sebelumnya Pansel tersebut sudah terbentuk, jauh sebelum kemudian Satgas PPKS juga terbentuk di UPNVJ.
Urgensi Pembentukan Satgas PPKS
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) mengeluarkan pasal 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Kemendikbud menghimbau perguruan tinggi untuk membuat Satuan Tugas (Satgas) dalam upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Dalam pembentukan Satgas PPKS akan melibatkan semua civitas akademika kampus apapun itu keahliannya. Satgas PPKS dibentuk pertama kali melalui panitia seleksi, yang terdiri atas pendidik, tenaga kependidikan dan mahasiswa.
“Kalau pembentukan Satgas PPKS itu tentunya melibatkan semua unsur pihak kampus, walaupun ini berkaitan dengan proses hukum bukan berarti hanya orang hukum saja yang boleh terlibat, tapi semuanya,” ujar Siti Mazumah, Direktur LBH (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi) APIK (Perempuan Indonesia untuk Keadilan) Jakarta mengatakan pada ASPIRASI, Sabtu, (09/07).
Banyaknya korban pelecehan dan kekerasan seksual yang memang membutuhkan penanganan kasus di kampus, Satgas ini harus secepatnya dibentuk. Oleh karena itu, kampus perlu mengoptimalisasikan pembentukan Satgas PPKS dengan cara melakukan taksiran akan kebutuhan apa yang diinginkan oleh warga kampus.
Seperti bagaimana bentuk pengaduannya, penanganannya, dan pendampingannya. Pentingnya pembentukan Satgas PPKS berkaitan dengan manfaatnya bagi semua warga kampus. Yang menurut Yafa, merupakan suatu langkah maju dalam hal berperspektif korban.
“Satgas ini juga menjadi satu kemajuan di society kita secara general bahwa pada akhirnya masyarakat kita meng-acknowledged bahwa memang kasus-kasus KS (Kekerasan Seksual, red.) ini tuh penting untuk ditindaklanjuti dan apalagi Permendikbud itu (30 Tahun 2021, red.) kan sangat berperspektif korban,”
Indikator keberhasilan Satgas PPKS bergantung pada komitmen anggotanya dan dapat dipercaya. Tidak bergantung pada apapun latar belakangnya, selama anggota Satgas PPKS tidak memiliki latar belakang sebagai pelaku kekerasan seksual.
Mazumah mengatakan kriteria anggota Satgas, yaitu pertama, mampu untuk berkomitmen membantu korban kekerasan seksual. Tak hanya membantu dalam penanganan kasus namun juga pencegahan kekerasan seksual sampai nanti proses pemulihan. Kedua, memahami prosedur penanganan. Ketiga, keberpihakan tinggi pada korban. Keempat, memiliki mental dan fisik yang kuat, karena dalam menyelesaikan kasus kekerasan tidak mudah dan perlu waktu yang cukup lama.
“Bukan hanya sekedar formalitas kampus punya Satgas PPKS, tapi benar-benar Satgas yang mewadahi kebutuhan dari korban kekerasan seksual, Satgas yang mampu menciptakan ruang aman sebagai kampus yang merdeka dari kekerasan seksual apapun bentuknya,” harap Mazumah.
Ilustrasi: Rina Rustanti
Reporter : Agnes Felicia, Rina Rustanti, Diva Latifah. | Editor : Marsya Aulia.