187 Massa Aksi Ditangkap Polisi, Tidak Semuanya Dipulangkan
Ratusan massa aksi Tolak Omnibus Law pada Jumat (14/8) di Kemnaker dan Gedung DPR, diringkus ke Polda, bahkan sebelum beberapanya tiba di titik aksi.
Aspirasionline.com – Aksi Tolak Omnibus Law yang bertepatan dengan sidang tahunan DPR, mengalami banyak hambatan dari aparat. Sekitar pukul 10 pagi, massa aksi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) mulai memadati gedung Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta Selatan. Unjuk rasa GEBRAK kali ini bermula di kantor Kemnaker dan long march hingga gedung DPR di Jalan Gatot Subroto.
Dalam keterangan tertulis yang diterima ASPIRASI, GEBRAK mendesak Kemnaker agar bekerja lebih keras mengingat maraknya berbagai pelanggaran ketenagakerjaan di masa pandemi Covid-19. Massa aksi juga menuntut peran pemerintah untuk memenuhi kewajibannya dalam melindungi hak-hak pekerja seperti yang dijamin dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
Sekitar pukul 13.00 WIB, ratusan massa aksi yang hendak menuju gedung DPR dihalangi aparat kepolisian. Lantaran, di gedung DPR RI sedang berlangsung pidato kenegaraan oleh Presiden Joko Widodo dan sidang tahunan di Gedung DPR/MPR RI.
Pukul 14.00 WIB, massa aksi kembali melanjutkan perjalanan ke arah gedung DPR RI. Selang dua jam kemudian, massa aksi tiba di Jalan Gatot Subroto. Tampak barisan polisi melintang di pinggiran jalan. Mobil water cannon dan tronton terpajang rapi di sisi jalan. Aparat juga memblokade jalan ke arah Jalan Gerbang Pemuda menggunakan pembatas jalan (road barrier).
Pukul 17.00 WIB mobil komando aksi masih tertahan di sekitar Pulau Dua–sekitar 300 meter dari gedung dewan. Di saat yang sama, massa aksi lainnya terpisah di depan Taman Ria, Senayan. Di antara massa aksi tersebut, terdapat rombongan mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ). Mereka diblokade aparat, lengkap dengan kawat besi hampir setinggi orang dewasa. Mobil komando akhirnya juga tak bisa melanjutkan jalan ke gedung DPR.
Sebelum hari gelap, ASPIRASI menerima kabar ada beberapa massa aksi yang ditahan di Polda Metro Jaya. Pukul 18.30 WIB, orator yang berdiri di mobil komando menyiarkan ada 15 orang ditahan. Saat itu, posisi tim advokasi aksi Jegal Omnibus Law juga sudah bertandang ke Polda Metro Jaya untuk mendampingi peserta aksi secara hukum.
Tim hukum tersebut antara lain berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Masyarakat, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan paralegal jalanan (street paralegal).
Hampir pukul 19.00 WIB, tim hukum berkoordinasi dengan Kapolres Jakarta Pusat dan mendapat informasi sekitar seratusan orang ditahan di Polda Metro Jaya. Beberapa massa aksi juga beralih memadati Polda Metro Jaya usai aksi di DPR bubar.
Lima Peserta Aksi Ditetapkan Sebagai Tersangka
Koordinator Penanganan Kasus LBH Masyarakat Yosua Octavian mengatakan terdapat 187 massa aksi ditangkap dan ditahan di Polda Metro Jaya pada Jumat (14/8). Sampai Sabtu malam, masih tersisa enam massa aksi yang belum dipulangkan karena masih proses pendalaman oleh polisi. Mereka dituding akan merakit molotov.
“Pada jam sepuluh malam, saya masuk ke Krimum (Kriminal Umum, red.). Beberapa sudah dikeluarkan. Pukul tiga pagi saya masih mendampingi enam orang. Mereka ini yang tertangkap dengan barang bukti kain, jaket, botol, kaos. Seolah diarahkan seperti perkumpulan anarko. Kita protes,” katanya kepada ASPIRASI pada Sabtu, (15/8).
Menurut Yosua, petunjuk yang hanya berupa botol-botol masih kurang tepat untuk ditautkan dengan Molotov. Selain karena tak ada barang-barang lain yang berkaitan seperti alkohol, minyak tanah, ataupun bensin, juga tak ada kegiatan yang keos dalam aksi.
“Apakah sudah dibuktikan ada pelemparan botol molotov ke masyarakat?” katanya.
Ia juga mempertanyakan tudingan polisi terhadap peserta aksi yang digadang sebagai kelompok anarko. “Mereka bawa bendera anarko,” kata Yosua meniru ucapan aparat. “Kami mempertanyakan. Loh terus kenapa, itu kan cuma kain,” tandasnya.
Yosua juga menyatakan keberatan terkait konferensi pers yang digelar Polda di depan gedung pada Sabtu (15/8). Ia mengaku bahwa konferensi pers yang menampilkan peserta aksi di depan wartawan itu dilakukan tanpa ada diskusi dan kesepakatan dari tim kuasa hukum maupun peserta aksi itu sendiri.
“Peserta aksi yang masih ditahan tiba-tiba dibawa keluar. Saya tanya polisi enggak ada yang bisa jelaskan. Saya ikutin ternyata dibawa ke bagian depan sudah banyak wartawan berkumpul. Ini tidak ada persetujuan dulu dari peserta aksi dan kami sebagai tim kuasa hukum,” terang Yosua.
Ia melanjutkan, saat itu status enam orang tersebut juga masih belum jelas.
“Kami selalu ada di sana (Polda, red.). Tapi tidak dibuat ruang diskusi dengan kami. Mau dibawa ke konferensi pers juga untuk apa, kan prosesnya belum selesai,” ujar advokat itu.
Menurutnya, seharusnya semua massa aksi dapat dilepaskan sejak Jumat malam.
“Toh enggak ada perbuatan yang membuat kerusuhan, tidak ada kantor polisi yang terbakar. Kembalikan saja,” pungkasnya.
Koordinator Penanganan Hukum LBH Jakarta Nelson Simamora mengatakan, mayoritas massa aksi ditangkap ketika tidak melakukan tindak pidana yang jelas.
“Ada yang hanya sedang jalan kemudian tiba-tiba ditangkap tanpa ada tindak pidana yang jelas. Itu disampaikan oleh banyak peserta aksi,” katanya, dikutip dari video penjelasan tim hukum yang dipublikasikan di akun Instagram LBH Masyarakat.
Nelson juga menyayangkan kepolisian yang tidak melepaskan semua peserta aksi yang ditahan. Padahal, kata dia, polisi sempat membuat semacam perjanjian akan melepas semua massa yang ditahan saat aksi Jegal Omnibus Law di DPR telah selesai. Namun, sampai saat ini masih ada massa yang tersisa di Polda Metro Jaya.
Perkembangan terbaru hingga Minggu (16/8) pukul 12.00 WIB, ASPIRASI mendapat informasi bahwa terdapat lima orang ditetapkan sebagai tersangka.
Reporter: Firda Cynthia. |Editor: Faisal Reza.