2017 Tanpa UN, Pro-Kontra Mencuat

Nasional

Wacana penghapusan UN menuai pro kontra. Tak hanya dari kalangan siswa, tenaga pendidik pun ikut andil dalam mengeluarkan pendapatnya.

Aspirasionline.com – Menteri pendidikan dan kebudayaan Indonesia (Kemdikbud), Muhadjir Effendy memutuskan untuk menghapus Ujian Nasional (UN) bagi seluruh jenjang pendidikan di Indonesia pada 2017 mendatang. Menyoal penghapusan UN, tanggapan pun mencuat dari berbagai pihak, baik dari kalangan siswa maupun tenaga pendidik.

Dalam menyikapi wacana penghapusan UN, sebagian besar siswa di SMK Pembangunan Jaya Pasar Minggu setuju dengan wacana tersebut. Dengan alasan UN tidak didasari atas kemampuan siswa. Soal yang biasa diujikan pada ujian nasional terkadang berbeda dengan apa yang diajarkan di sekolah. “Harusnya diganti dengan ujian yang berstandar sekolah, seperti UAS. Sebab biasanya apa yang diajarkan selama 3 tahun itu tidak ada di soal UN, dan yang diujiankan belum kita pelajari.” ujar Fidela pada Kamis, (1/12).

Senada dengan Fidela, siswa kelas tiga SMK lainnya, Andhika mengatakan bahwa “apabila guru yang membuat ujian, maka ujian tersebut akan lebih mudah. Sebab guru tersebut akan menyamakan soal ujian dengan kemampuan siswanya,” katanya. Lagipula setiap sekolah itu memiliki sistem dan pengajaran yang berbeda-beda, “jadi ya proses belajar selama 3 tahun tidak bisa ditentukan dengan waktu 3 hari saja,” tegas Agustin.

Pendapat dari Tenaga Pendidik
Salah satu tenaga pendidik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta), Dindin Ridwanudin juga ikut melontarkan pendapatnya. Dosen Bahasa Indonesia di Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) UIN Jakarta ini mengatakan bahwa dirinya bisa setuju dan tidak setuju terhadap UN dengan berbagai alasan. Ia setuju UN dihapus apabila selama ini UN hanya dijadikan tombak ukur kelulusan siswa, “ya karena itu tidak fair, yang mengajar siapa dan yang menguji siapa,” jelasnya pada Aspirasi pada Kamis, (1/12).

Di samping itu, Dindin bisa tidak setuju terhadap penghapusan UN apabila UN yang selama ini telah diusung dimanfaatkan sebagai pengukur pencapaian standar minimal. “Sebab dari hasil UN pemerintah akan memperoleh informasi pencapaian standar dari sabang sampai merauke dan dapat menentukan kebijakan terkait pendidikan,” ujar pria kelulusan Magister Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tersebut.

Lain halnya dengan Dindin, kepala lab Akuntansi SMK Pembangunan Jaya Pasar Minggu mengatakan bahwa UN masih dibutuhkan sebagai tolak ukur kemampuan siswa. UN yang akan diganti dengan ujian provinsi dinilai hanya akan menjadi ajang bergengsi, bukan lagi menjadi standar mutu. “Tiap-tiap provinsi akan bersaing dengan provinsi lain untuk menjadi yang unggulan,” ujar Nur Budiyanto saat ditemui di ruangannya, Kamis, (1/12).

Lanjut Budiyanto, UN bisa dihapuskan tetapi harus memiliki bandingan yang tepat. Penghapusan UN tidak dapat dilakukan secara mendadak dan dibutuhkan pengkajian yang dalam. “UN tidak sepenuhnya efektif, mungkin bisa dikatakan 80-90%, tetapi UN sangat efektif untuk dijadikan tolak ukur terhadap jenjang berikutnya, yang membuat tidak efektif itu ya kegagalan sistemnya,” tegasnya.

Diketahui, ujian Nasional adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di indonesia. Ujian Nasional pernah dilakukan dengan sistem Paper Based Test (Ujian Berbasis Kertas) dan Computer Based Test (Ujian Berbasis Komputer). Ujian ini biasa dilakukan secara serempak dan menyeluruh se-Indonesia.

Reporter: Diah Mg. |Editor: Tri Ditrarini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *