Mahasiswa FH UPNVJ Layangkan Protes atas Perubahan Kurikulum Kacau Balau
Tahun ajaran baru 2024/2025 mahasiswa Fakultas Hukum UPNVJ diwarnai ketidakpuasan dan kekecewaan mahasiswa atas perubahan kurikulum yang dinilai minim sosialisasi dan ketidaksiapan pihak fakultas.
Aspirasionline.com – Memasuki tahun ajaran 2024/2025, penerapan kurikulum baru secara mendadak yang dilakukan Fakultas Hukum (FH) UPN “Veteran” Jakarta (UPNVJ) menimbulkan ketidakpuasan di kalangan mahasiswa, khususnya yang terdampak pada mahasiswa angkatan 2021 dan 2022.
Dekan Fakultas Hukum, Suherman, turut menjelaskan bahwa kurikulum yang diberlakukan di UPNVJ mengikuti Peraturan Menteri Pendidikan Budaya (Permendikbud) No. 53 Tahun 2023 yang baru. Ia juga menyebut, terdapat sebanyak 40 Program Studi (prodi) di UPNVJ yang juga mengalami perubahan serupa.
“Kurikulum baru ini, kita menyesuaikan Permendikti baru ya. Sebenarnya, perubahan kurikulum bukan hanya di Fakultas Hukum ya semua prodi di UPN juga sama, berubah. Di UPN ada 40 prodi, semuanya juga berubah, sama kurikulum nya dengan Fakultas Hukum,” jelas suherman ketika ASPIRASI wawancarai di Tennis Indoor Senayan pada Senin, (12/8).
Pasalnya, perubahan ini tidak diiringi dengan sosialisasi yang memadai terkait perubahan skema besar pada penempatan magang mitra mahasiswa angkatan 2021 dan penerapan program MBKM pada mahasiswa angkatan 2022.
Hal ini dirasakan oleh Raisa (nama disamarkan), salah satu mahasiswi FH angkatan 21 yang merasa bahwa sosialisasi yang dilakukan pihak kampus kurang efektif dan tidak cukup menjawab.
“Ini (sosialisasi) gak efektif, karena yang pertama gak bisa menampung semua pertanyaan atau kebingungan dan juga aspirasi kami sebagai mahasiswa di sosialisasi tersebut. Kedua, ketika ada pertanyaan, baik dari Dekanat maupun Kaprodi sendiri, itu tidak memberikan jawaban yang menjawab dari apa yang dipertanyakan. Jadi, masih kurang jelas, masih simpang siur,” ungkap Raisa saat diwawancarai ASPIRASI pada Rabu, (18/9).
Raisa juga mengungkapkan bahwa informasi mendadak memang kerap kali terjadi di FH. Menurutnya, hal ini yang berdampak kepada mahasiswa yang belum melakukan persiapan.
“Apalagi untuk kurikulum baru ini, banyak banget perubahan, dan (mahasiswa) tidak diberikan persiapan untuk menghadapi apa yang berubah. Itu sih yang paling utama,” ujarnya menambahkan.
Kabar perubahan kurikulum di Fakultas Hukum sebetulnya sudah berhembus sejak satu bulan sebelumnya, setidaknya sejak 15 Juli 2024. Diajeng Dhea Annisa, salah satu mahasiswa FH angkatan 2022, mengungkapkan kabar perubahan ini diterimanya melalui pesan Whatsapp yang diteruskan berulang kali, namun kabar ini terkesan simpang siur.
“Temen aku chat, katanya dapat forward-an many times, nah disitu dikasih tau angkatan 22 bakal magang di semester 5. Sedangkan, posisinya MSIB (Magang dan Studi Independen Bersertifikat) udah tutup waktu Juli. Awalnya bingung, itu info dari mana, simpang siur juga,” keluh Diajeng saat diwawancarai ASPIRASI pada Sabtu, (17/8).
Diajeng juga sangat menyayangkan keputusan pihak prodi Hukum yang terlambat memberikan informasi. Padahal, setiap mahasiswa sudah memiliki rencananya masing-masing, dan adanya persoalan ini dirasa merugikan.
“Aku ngerasa dirugiin karena pas dikasih taunya itu, MSIB udah tutup. Sedangkan, (perubahan kurikulum) baru dikasih tau bisa ikut MSIB. Nah, itu tuh aku kecewa,” keluh Diajeng.
Perubahan Skema Dilakukan Tanpa Surat Pernyataan Resmi
Mengacu pada sosialisasi dari fakultas yang dilaksanakan pada Sabtu, (10/8) melalui Zoom Meeting, dijelaskan bahwa program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) kali ini menempatkan mahasiswa angkatan 2022 ke dalam empat kategori, yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik, Magang Industri, Pembelajaran Luar Program Studi (PLPS), dan Pembelajaran Luar Perguruan Tinggi (PLPT).
Meski telah dilakukan sosialisasi, nyatanya saat proses pengisian Kartu Rencana Studi (KRS), sejumlah mahasiswa FH masih belum mendapatkan penempatan magang dan program MBKM. Bahkan, sejumlah mahasiswa angkatan 2022 belum juga mendapatkan kejelasan jadwal perkuliahan hingga minggu pertama perkuliahan dimulai.
Kendala tersebut juga dialami Diajeng yang menjelaskan bahwa awalnya dirinya mendapat penempatan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) melalui program PLPT.
Namun, tepatnya pada tanggal 16 Agustus, terjadi perubahan mendadak. Mahasiswa yang awalnya ditempatkan untuk menjalani program PLPT di Untirta, secara tiba-tiba diberitahu bahwa penempatan mereka dibatalkan dan dipindahkan ke Universitas Negeri Semarang (Unnes).
“Ini kedua kalinya aku kecewa karena tidak diberi tahu dari awal bahwa anak PLPT Untirta pindah ke Unnes. Kita gak ikut sosialisasinya, sehingga kami tidak mendapatkan informasi yang valid,” keluh Diajeng kembali.
Reporter ASPIRASI juga mendapat informasi tambahan dari Diajeng yang mengungkapkan hingga 27 Agustus, ketika perkuliahan sudah dimulai, masih terjadi ketidakpastian terkait jadwal program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM).
Berdasarkan informasi yang disampaikannya, terjadi miskomunikasi antara dosen dan penyelenggara terkait jadwal pelaksanaan PMM yang seharusnya sudah dimulai sejak minggu terakhir bulan Agustus.
“Jadwalku belum fix, ada yang nama dosennya belum keluar, bahkan sampai sekarang. Ada misscom juga dari dosen pengampu sama penyelenggara PMM (a.k.a Dikjar). Dosennya taunya PMM mulai September, tapi kita dikasih tau kalo udah mulai minggu ini,” tulis Diajeng melalui pesan WhatsApp kepada reporter ASPIRASI pada (27/8).
Di sisi lain, Ketua Prodi (Kaprodi) FH, Abdul Kholiq mengakui belum ada pernyataan resmi terkait program PLPT yang mengalami perubahan dari Unnes ke Untirta. Pihak prodi beralasan, tidak adanya pengumuman atau pernyataan resmi dilakukan agar tidak membingungkan mahasiswa.
“Saya khawatir nih, tiba-tiba Untirta (bagi mahasiswa PLPT) menerima di akhir-akhir. Tapi, sosialisasi sudah saya sampaikan ya, kemarin Jumat. Hanya, memang resmi keluar pengumuman (perubahan ke Unnes) sih, belum ada. Takutnya, nanti saya keluarkan pengumuman lagi, nanti jadi bingung lagi nih mahasiswanya,” jelas Abdul Kholiq kepada ASPIRASI, Senin (19/8).
Meski begitu, ia menghimbau mahasiswa untuk tidak menjadikan ketiadaan pengumuman tertulis sebagai alasan, karena substansi dan tujuan dari sosialisasi telah disampaikan dengan jelas.
Abdul Kholiq menambahkan, pengumuman yang bersifat lisan pun tetap dapat dipertanggungjawabkan dan diikuti.
“Hanya saja, jangan dijadikan alasan bahwa gak ada pengumuman padahal sudah disampaikan secara lisan, gak mesti tertulis. Pengumuman yang penting substansi dan maknanya, tujuannya sama,” tegasnya.
Kaprodi Hukum Sebut Pengurangan Jumlah SKS Bukan Masalah yang Berarti
Merespon perubahan kurikulum yang dinilai mendadak, Abdul Kholiq juga angkat bicara dengan menjelaskan bahwa hal tersebut bukanlah keputusan yang semata-mata hanya berasal dari prodi, melainkan adalah kebijakan yang dikeluarkan secara tersentral dan harus ditindaklanjuti oleh setiap prodi.
Ia menjelaskan, perubahan kurikulum di tahun 2024 telah dimulai sejak akhir November 2023. Namun, dalam proses implementasinya, pihak prodi harus menunggu pedoman yang perlu diakomodir dalam kurikulum tersebut.
“Perubahan kurikulum sudah sejak akhir bulan november 2023. Cuman, dalam proses perjalanan waktu ini kan kita harus menunggu pedomannya yang memang di dalam nya itu harus diakomodir,” terang Abdul Kholiq.
Kaprodi FH tersebut berdalih, perubahan kurikulum yang terkesan terburu-buru itu terjadi karena menunggu finalisasi dengan Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M).
“Prosesnya memang tidak bisa cepat dan membutuhkan waktu. Finalisasi dengan LP3M baru dilakukan pada pertengahan Juli. Jadi, kesan terburu-buru itu muncul karena sebelumnya kami belum final,” ujar Abdul Kholiq menambahkan.
Meski begitu, Raisa justru mengungkapkan kekecewaannya atas perubahan kebijakan kurikulum yang dirasa belum siap.
Pasalnya, Raisa mengalami penurunan Satuan Kredit Semester (SKS) yang telah ditempuh. Bahkan, teman-teman seangkatannya juga terkena imbas penurunan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) akibat perubahan kurikulum yang terjadi.
“Aku cuman berkurang menjadi 119 dari 125 (SKS) awalnya. Nah, tapi teman-teman aku yang NIM (Nomor Induk Mahasiswa) ganjil itu bisa sampai kayak (berkurang menjadi) 115, 114 gitu. Itu kan lebih banyak ya dibanding aku. Nah terus, selain SKS yang sudah ditempuh berkurang, itu kan tentunya IPK-nya juga jadi yang ada yang berkurang,” jelas Raisa.
Hal ini bertentangan dengan pernyataan Suherman, yang justru berani menjamin proses konversi SKS bagi mahasiswa berjalan lancar.
“Dari kami, Dekanat, menjamin bahwa mahasiswa semuanya akan aman untuk mata kuliah nya, konversi nya dan sampai lulus kami jamin aman.” ungkap Suherman yakin.
Keyakinan Suherman berbanding terbalik dengan persoalan lainnya. Faktanya, mata kuliah yang sebelumnya tidak pernah diambil oleh Raisa, justru nilainya tertera secara tiba-tiba pada sistem. Hal ini pun sudah dicoba disampaikan Raisa melalui Advokasi Mahasiswa (Adkesma).
“Kita udah follow up melalui Adkesma dibantu juga, katanya semua itu karena masih penyesuaian dari peran kurikulum ini karena nantinya itu, katanya SKS bakal balik lagi kayak semula,” ungkap Raisa.
Pernyataan tersebut juga diamini oleh Abdul Kholiq, menurutnya, masalah berkurangnya jumlah SKS bukan menjadi persoalan karena saat ini masih dalam tahap penyesuaian.
“Berkurangnya SKS sebenarnya bukan masalah yang berarti. Itu hanya karena proses konversi yang belum selesai. Selama satu semester ini, kita berada dalam masa penyesuaian,” tukas Abdul Kholiq.
Reporter: Azahwa Zulfa | Editor: Tiara Ramadanti, Natasya Oktavia