Tolak Omnibus Law, GEBRAK Gelar Aksi di Depan DPR
Dinilai bermasalah dan tak berpihak kepada rakyat, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) dan mahasiswa melakukan aksi massa menolak Omnibus Law di depan DPR
Aspirasionline.com – “JEGAL SAMPAI GAGAL”, tulis salah satu spanduk yang dibentangkan di Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) oleh massa aksi di depan gedung DPR/MPR RI, Kamis (16/7). Siang itu yang dibalut dengan hujan gerimis, GEBRAK dan mahasiswa menggelar aksi tolak Omnibus Law, termasuk Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker).
Dalam pantauan ASPIRASI, sekitar pukul 13.00 WIB massa memulai aksi mereka di depan gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Massa buruh dan mahasiswa dengan berbagai warna almamater mereka mulai memenuhi depan gedung DPR.
GEBRAK sendiri terdiri atas beberapa serikat buruh, elemen masyarakat sipil, dan mahasiswa, seperti Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Sentra Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Pergerakan Pelaut Indonesia, Jarkom Serikat Pekerja Perbankan, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), dan Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia.
Selain itu, organisasi yang tergabung dalam GEBRAK antara lain, Lembaga Bantuan Hukum )LBH) Jakarta, AEER, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Uiversitas Kristen Indonesia (GMNI UKI), Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI), Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO), Federasi Pelajar Indonesia (Fijar), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Dewan Nasional (LMND-DN), dan lainnya
“Pemerintah memanfaatkan kondisi saat ini (pandemi Covid-19) dengan mengeluarkan kebijakan yang semakin menyengsarakan rakyat,” kata salah satu orator aksi di atas mobil komando dalam memulai orasinya.
Juru Bicara GEBRAK Ilhamsyah melalui pers rilisnya mengatakan bahwa langkah pemerintah dan DPR untuk tetap membahas Omnibus Law memaksa rakyat untuk turun ke jalan menggelar aksi meski di tengah pandemi Covid-19.
“Kengototan pemerintah dan DPR memaksa rakyat mempertaruhkan nyawa mereka melawan Omnibus Law, keduanya (pemerintah dan DPR, red) mencuri kesempatan dalam kesulitan rakyat,” kata Ilhamsyah.
Perbudakan Modern Hingga Rawan Konflik Lahan
Pada rilis persnya, GEBRAK menilai gagasan ekonomi mengucur ke bawah (Trickle Down Economy) yang menjadi landasan dibuatnya Omnibus Law RUU Ciptaker hanya akan memperkaya para oligarki dan membuat mayoritas rakyat semakin miskin. Kondisi tersebut diperparah dengan semakin buruknya kondisi kerja, upah, mudahnya pekerja terkena PHK, hingga potensi kerusakan lingkungan.
Ketua Umum KASBI Nining Elitos menolak Omnibus Law yang ingin menciptakan lapangan kerja dengan memudahkan PHK. Menurutnya, pasar kerja fleksibel sama saja dengan memaksa rakyat bekerja dalam perbudakan modern.
“Rakyat kerja keras tapi tetap miskin karena keringetnya untuk pemilik modal,” kata Nining.
Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) Ellena Ekarahendy mengatakan, investasi asing yang diundang melalui RUU Ciptaker tidak akan menarik alih teknologi. Hal itu karena RUU Sapu Jagat tersebut menurunkan upah pekerja.
“Upah murah Omnibus Law hanya akan menarik modal berteknologi rendah yang mengandalkan buruh terampil murah,” kata Ellena.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengkritik kemudahan pemberian izin dalam Omnibus Law RUU Ciptaker yang dinilai akan mengakibatkan terjadinya konflik lahan. Hal itu disebabkan karena sistem perluasan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang bisa mencapai 90 tahun akan memperbesar ketimpangan agraria.
“Saat ini saja, 1 persen orang menguasai 68 persen tanah,” kata Dewi.
Dalam rilis pers GEBRAK menyatakan, tanah yang merupakan sumber penghidupan petani hanya akan menjadi komoditas semata yang penggusurannya akan semakin difasilitasi oleh negara jika Omnibus Law RUU Ciptaker disahkan.
Hasil Audiensi
Sekitar pukul 16.00 WIB, perwakilan serikat buruh dan mahasiswa sebanyak 20 orang diperbolehkan memasuki gedung DPR untuk melakukan audiensi dengan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad dan Ketua Badan Legislasi (Baleg), Supratman Andi Agtas.
Audiensi tersebut dilaksanakan hingga pukul 19.00 WIB. Hasil pertemuan tersebut yakni, tidak ada pengesahan Omnibus Law di paripurna hari ini, pembahasan Omnibus Law baru berjalan 1/8 dan pembahasan baru mengenai soal UMKM, pembahasan lanjut atau tidak akan dibahas di rapat pimpinan setelah reses yg akan berakhir pada 14 Agustus, pimpinan DPR berjanji tidak akan ada persidangan semasa reses membahas Omnibus Law
Dalam audiensi juga dijelaskan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual resmi dikeluarkan dari prolegnas 2020 dan DPR berjanji akan memasukannya kembali di prolegnas 2021. GEBRAK juga mendorong RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) akan didorong untuk masuk di keputusan Bamus setelah reses. Perihal Surat Keputusan (SK) Drop Out (DO) mahasiswa Universitas Nasional (UNAS), hari ini pimpinan DPR akan mengirim surat ke Rektor Unas.
Selain menolak Omnibus Law, Gebrak juga mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Tidak hanya itu, GEBRAK juga mendesak DPR segera mensahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Pendesakan tersebut lantaran banyak pekerja rumah tangga terjebak dalam perbudakan modern karena tidak adanya perlindungan yang tegas. Selama masa pandemic Covid-19, Gebrak juga mendesak pemerintah untuk membebaskan biaya Pendidikan.
Reporter: Rafi Shiddique | Editor: M. Faisal Reza