16HAKTP, KITASAMA Selenggarakan Pameran Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Nasional

Koalisi Indonesia untuk Seksualitas dan Keberagaman (KITASAMA) mengadakan Eksibisi 16 Rupa: Beda Itu Biasa di Selatan Café, Kemang, Jakarta Selatan dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HAKTP).

Aspirasionline.com — Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan semakin meningkat setiap tahunnya. Dilihat dari Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, pada tahun 2001 terdapat lebih dari 3.000 kasus terjadi. Hingga saat ini, tahun 2019 telah mencapai 407.000 lebih kasus dengan beragam jenis kasus kekerasan, misalnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kekerasan dalam ranah personal, dan lain sebagainya.

Dalam rangka memperingati 16 HAKTP yang berlangsung dari 25 November s.d. 10 Desember 2019, KITASAMA mengadakan pameran instalasi rupa pakaian penyintas kekerasan seksual dengan menampilkan juga cerita yang dialaminya. Selain itu, di sana juga terdapat instalasi rupa ragam bentuk tubuh perempuan dan lukisan perempuan.

Ayunita Xiao Wei, salah satu dari penyelenggara kegiatan 16 Ruang Puan (RUPA) mengungkapkan bahwa stigma di masyarakat yang selalu menyalahkan para penyintas karena pakaiannya, terbukti salah. Menurutnya bukan pakaian yang dapat memicu para pelaku melakukan pelecehan dan kekerasan, melainkan niat dari pelaku itu sendiri.

“Intinya karena kesalahan pelaku yang mendorong pikirannya untuk melakukan apa yang dia pikirkan. Jadi, siapapun korbannya itu bukan salah korban,” ujar Ayunita kepada ASPIRASI pada Kamis, (28/11).

Ayunita menyampaikan bahwa instalasi rupa pakaian penyintas kekerasan seksual ini didapat dari berbagai koalisi komunitas penggerak anti kekerasan seksual. Ayunita mengatakan pakaian tersebut sudah melalui konfirmasi dari para penyintas sebelum dipamerkan. Mulai dari bentuk pakaian pada saat kejadian tanpa memaksakan penyintas untuk bercerita.

“Kami tidak memaksa penyintas untuk bercerita dan menjelaskan secara spesifik apa yang mereka pakai saat itu terjadi. Kamipun meminta izin dan konfirmasi dahulu ke mereka untuk menjadikan ini sebagai instalasi dengan menjanjikan tanpa mencantumkan nama, hanya inisial saja,” jelasnya.

Beberapa diantara baju yang dipamerkan adalah baju dengan keadaan tertutup bahkan ada seragam anak SD dan seragam guru. (Virgiekesfian/ASPIRASI)

Jasmine Larasati Santoso dari Aliansi Remaja Independen, bersepakat dengan Ayunita bahwa pakaian yang dipakai penyintas tak dapat dijadikan alasan dari niatan pelaku untuk melakukan pelecehan.

“Walaupun seseorang telanjang dan melakukan hal-hal apapun, jika pelaku tidak berniat melecehkan pasti tidak akan terjadi kasus pelecehan seksual itu sendiri,” tegas Jasmine.

Sayangnya stigma yang berkembang pada masyarakat selalu menyalahkan penyintas yang berpakaian minim atau yang dianggap menggoda para lelaki.

Jasmine juga menyampaikan bahwa pameran ini sangat bermanfaat dan mampu membuka pikiran masyarakat. “Pikiran saya pun menjadi terbuka setelah melihat pameran pakaian penyintas ini, menunjukkan bahwa tidak selalu pakaian yang harus disalahkan,” tutur Jasmine pada ASPIRASI Kamis, (28/11) lalu.

Stigma yang sudah berkembang di masyarakat memanglah sulit untuk diubah, namun Jasmine optimis hal itu bisa diusahakan dengan perlahan-lahan.

“Walaupun stigma sulit diubah, tetapi jika terus diusahakan bagai batu diteteskan air, sedikit demi sedikit pasti akan hancur. Kita mulai semuanya dengan mengadvokasikan secara perlahan-lahan bahwa pelecehan itu bukan salah korban tetapi salah pelakunya,” tutup Jasmine.

Reporter: Virgie Mg. |Editor: Yurri Nurnazila

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *