Tumpeng dan Pohon Natal Sebagai Simbol Solidaritas Untuk Gereja Tlogosari
Gereja Baptis Indonesia (GBI) menerima tumpeng dan pohon natal sebagai bentuk solidaritas terhadap pembangunan Gereja Tlogosari
Pagi itu, matahari mulai menampakkan sinarnya di kota Semarang. Tak terkecuali, salah satu tempat ibadah umat Kristiani yang tahun ini menjadi perbincangan orang akibat video viral yang muncul di media sosial. Bangunan itu bernama Gereja Baptis Indonesia yang terletak di Tlogosari Wetan, Semarang, Jawa Tengah.
Hingga Senin (23/12), Pembangunan Gereja Tlogosari tidak mendapatkan titik terang. Padahal, sejak tanggal 28 Januari 1998 sudah mendapatkan Surat Keterangan (SK) Walikota No. 452.2/42/1998 tentang izin prinsip membangun atau mendirikan gedung GBI Tlogosari.
Selain itu, IMB dikeluarkan Walikota pada tanggal 8 Juni 1998 melalui SK No. 645.8/387/1998 tentang pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja. Namun, sempat beberapa kali mendapatkan penolakan dari warga. Dilansir dari CNN Indonesia, Proyek pembangunan GBI ini dihentikan warga sekitar akibat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dimiliki gereja itu kedaluwarsa.
Pada Kamis (1/8) lalu, warga mendatangi lokasi proyek gereja dan melakukan penyegelan secara paksa. Namun, penyegelan yang sempat dilakukan itu merupakan salah paham akibatnya kurangnya komunikasi. Padahal salah satu warga, mengaku bahwa tidak ada yang keberatan dengan keberadaan gereja tersebut.
Hal itu diakui oleh Wahyudi, salah satu pendeta GBI Tlogosari, bahwa perjalanan pembangunan GBI mengalami jatuh bangun hingga akhirnya pada 1 Agustus mulai terjadi pembangunan kembali.
Ia membenarkan bahwa memang ada beberapa warga yang menolak pembangunan karena IMB yang dianggap kadaluarsa. Namun menurut Wahyudi, Perizinan IMB yang ada masih berlaku, sebab izin itu baru akan hilang jika tidak ada pembangunan.
“Kami sudah mulai pembangunan sejak dikeluarkan izin dan masih berlaku karena kami tidak berhenti dan membangun sedikit demi sedikit,” jelas Wahyudi.
Penolakan pembagunan gereja tersebut berujung kepada mediasi yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Kota (pemkot) Semarang. Wahyudi mengaku diberikan tiga pilihan oleh Walikota Semarang.
Pertama, jemaat gereja bisa memakai fasilitas umum milik pemkot. Kedua pengajuan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait IMB. Dan yang terakhir adalah dalam bidang sosial.
“Kami pilih opsi kedua yaitu PTUN. Karena kami memiliki izin prinsip dan IMB, bagi pihak yang tidak setuju agar menggugat di PTUN,” terang Wahyudi
Bentuk Solidaritas Pelita
Pagi itu, didalam gereja yang masih dalam pembangunan terlihat ramai. Masing-masing perwakilan agama datang untuk mengikuti perayaan sederhana dalam menyambut perayaan Natal. Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) mengatakan bahwa kegiatan ini sebagai bentuk solidaritas dan dukungan moril antar umat beragama dengan memberikan tumpeng dan pohon natal perdamaian kepada GBI Tlogosari.
Setyawan Hadi, Koordinator Pelita Semarang mengatakan tumpeng dan pohon natal perdamaian sebagai simbol bahwa Kota Semarang berbeda agama dan kepercayaan tetapi warganya tetap bisa hidup rukun. “Seperti ornamen yang terdapat dalam tumpeng yang terdapat macam makanan dan pucaknya mengerucut,” ungkap pria yang disapa Setyawan itu.
Lebih lanjut Setyawan menjelaskan, makna tumpeng dan pohon natal adalah meskipun kita berbeda agama dan kepercayaan tapi kita memiliki keyakinan bahwa semuanya ini ada Tuhan yang mengatur semesta dan isinya.
Hal senada juga disampaikan Perwakilan Agama Hindu, Ikomang Dipta. Ikomang mengatakan pembangunan rumah ibadah adalah pembangunan tempat yang sangat baik dan mensejahterakan masyarakat.
“Walaupun ini mungkin bukan tempat ibadah kami, tapi dimana rumah tuhan dibangun itu jelas kebahagiaan kita bersama,” kata Ikomang.
Ketua Gusdurian Semarang, Ahmad Sajidin dengan tegas mengatakan perayaan suatu agama adalah ekspresi yg kita rayakan bersama dan pembangunan gereja rumah ibadah. Ia juga berpendapat tidak boleh atas nama siapapun dan atas nama agama apapun untuk melarang agama melakukan ekspresi kepercayaaannya.
“Sebagai perajut keragaman di Kota Semarang saya mengatakan hari ini menjadi saksi telah mengamalkan Bhineka Tunggal Ika dan menjunjung asas Pancasila,” jelas Sajidin.
Pendeta Wahyudi sangat mengapresiasi bentuk solidaritas yang dilakukan oleh Pelita. Ia juga merasa bangga karena Forum Lintas Agama ini memperhatikan perjuangan dalam mencapai harapan yaitu pembangunan gedung gereja yang sudah diperjuangkan sejak tahun 1998.
Wahyudi juga berharap agar pembangunan gereja di atas lahan 540 meter persegi ini dapat selesai dengan segera, sehingga dapat digunakan umat Kristiani dalam melakukan ibadah.
Reporter: M. Faisal Reza. |Editor: Nadia Imawangi.