UKT Melambung, Mahasiswa Buntung
Aspirasionline.com – Uang pangkal yang dibebankan kepada mahasiswa melalui jalur Seleksi Masuk Mandiri Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) No. 22 Tahun 2015 Pasal 9 ayat (1). Dan secara tegas apabila dilanggar ketentuan tersebut akan dikenakan hukuman disiplin sesuai ketentuan perundang-undangan yang terdapat pula pada pasal 10.
Akan tetapi saya mengkajinya berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomer 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Disitu ditulis Pendidikan tinggi berasaskan : a) kebenaran ilmiah; b) penalaran; c) kejujuran; d) keadilan; e) manfaat; f) kebajikan; g) tanggung jawab; h) kebhinnekaan; dan i) keterjangkauan.
Disini jelas ditulis ‘Pendidikan Tinggi’ yang berarti semua sivitas akademika di dalamnya harus berasaskan tersebut. Akan tetapi, apakah kampus UPNVJ telah menerapkan hal tersebut? Terutama dalam poin KEJUJURAN, KEADILAN dan KETERJANGKAUAN.
Semua asas tersebut belum dijalankan, baik itu mahasiswanya maupun kalangan rektorat, bahkan pemimpin PTN itu sendiri, yaitu Rektor. Saya tak habis pikir mengenai Uang Kuliah Tunggu (UKT) yang digolongkan tersebut berasa tak adil dikacamata saya karena berdasarkan pencarian informasi yang saya dapatkan bahwa UKT tidak jujur dan adil dalam hal ini.
Contohnya ada beberapa mahasiswa yang mungkin tidak mengumpulkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) akan tetapi dia malah mendapat UKT golongan rendah, sedangkan yang sebaliknya malah mendapat UKT tertinggi. Ada salah satu teman saya, dia adalah penerima program beasiswa Bidikmisi, tetapi dia malah tak terlihat sebagai mahasiswa yang kurang beruntung, justru malah yang saya lihat beliau seperti memanipulasi datanya tersebut.
Memang itu adalah kesalahan dari mahasiswanya sendiri yang tidak jujur, akan tetapi apa kampus diam saja dan tidak mencari bukti yang pasti mengenai hal ini? Karena sesuai dengan prinsip Pendidikan Tinggi yang terdapat dalam Pasal 6 huruf (b) demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan dan kesatuan bangsa.
Lalu Pasal 6 huruf (i) yang isinya keberpihakan pada kelompok masyarakat kurang mampu secara ekonomi. Seharusnya dalam hal ini kampus lebih jeli dalam memfilter mahasiswa penerima Bidikmisi dan penerima UKT golongan rendah sehingga tidak terjadi hal yang menurut saya tidak adil.
Kecurigaan saya malah menambah jadi ketika perbedaan yang cukup signifikan antara UKT tahun 2015 dengan biaya per semester angkatan 2014 dan 2013, sangat jauh berbeda. Ironisnya, yang dahulu UPNVJ yang dibilang memiliki Fakultas Kedokteran (FK) yang terbilang murah justru menaikkan biaya yang hampir 100%. Toh, kalau memang kita telah menjadi negeri seutuhnya seharusnya UKT 2015 bisa sedikit lebih murah dibandingkan dengan biaya per semester angkatan atasnya.
Disini yang kembali saya pertanyakan adalah sengketa antara Kementerian Pertahanan (Kemhan) dengan Kemristekdikti yang katanya masih belum selesai, dan biaya yang telah kami keluarkan yang katanya diserahkan kepada Kemenristekdikti, lalu Kemenristekdikti memberikan Bantuan Operasional Peguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang terbilang kurang kepada UPNVJ. Buktinya apa? Nah, kita justru minta bukti auditnya mengenai hal ini, berapa pengeluaran UPNVJ dan berapa pemasukan dari Kemristekdikti, lalu uang pangkal FK dengan nominal 250 juta, yang paling murah? Gunanya buat apa?
Yang saya dapat malah di FK justru ada beberapa mahasiswanya yang dicecar habis-habisan apabila mereka mengecam hal ini. Berapa banyak lagi yang mengeluarkan diri gara gara tak mampu untuk membayar UKT? Apa harus menunggu sampai 1 fakultas mengundurkan diri karena tak mampu bayar?
Untuk beberapa mahasiswa yang memang ekonominya tinggi hal ini tidak masalah akan tetapi yang menjadi masalah bagi mereka adalah uang sebesar itu tak dibarengi fasilitas memadai dan penunjang akademik yang justru kurang, serta ormawa yang cenderung menurut penelitian saya sedikit dibungkam.
Maaf saya menulis sseperti ini karena telah mencari beberapa pengakuan dari seluruh mahasiswa yang mengalaminya sendiri.
oleh : Muhammad Rifqi Midas, mahasiswa Fakultas Hukum, 2015.