Pro-Kontra “Kawasan Anti Nyontek”

Berita UPN Kabar Kampus

Aspirasionline.com – Beberapa banner himbauan anti nyontek muncul di Fakultas Hukum (FH) guna menanamkan nilai kejujuran. Mendapat respon negative dari mahasiswa.

Di salah satu sudut kampus Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) terdapat pemandangan yang tidak biasa menjelang Ujian Akhir Semester (UAS) semester genap tahun ajaran 2015-2016. Di wilayah Gedung Dr. Soepomo Fakultas Hukum (FH) terdapat beberapa banner yang terpasang di bagian depan gedung, salah satunya bertuliskan “Kawasan Anti Nyontek”.

Maraknya kejadian menyontek dikalangan mahasiswa ternyata menjadi perhatian khusus oleh Dekan FH Dwi Desi Yayi. Ia menjelaskan adanya beberapa banner yang menghimbau kegiatan menyontek tersebut, merupakan salah satu implementasi dari mata kuliah Wawasan Kebangsaan mengenai anti korupsi. “Tindakan pencegahan tindak korupsi itu dimulai dari kejujuran dalam diri sendiri, yaitu dengan tidak menyontek,” ujar wanita berkerudung biru itu saat ditemui oleh ASPIRASI pada Kamis (5/6) lalu. Ia mengaku bahwa sebenarnya ide pemasangan banner ini sudah ada sejak lama, namun belum terimplementasikan.

Wanita yang juga mengajar mata kuliah Hukum Antar Tata Hukum (HATAH) di semester enam ini pun mengatakan bahwa kebiasaan menyontek itu seharusnya tidak dilakukan oleh para mahasiswa. Hal seperti ini, tambah Dwi Desi Yayi, seharusnya juga diterapkan oleh fakultas lain yang ada di UPNVJ. “Slogan yang mengangkat kejujuran ini perlu diadakan guna mengingatkan mahasiswa akan kejujuran dalam diri masing-masing.”

Pemasangan beberapa banner tersebut ternyata membuat para mahasiswa merasa kurang nyaman. Niat baik pihak dekanat FH untuk memupuk kejujuran ternyata menuai pro dan kontra dari kalangan mahasiswa. “Tidak diperlukan sama sekali. Menurut saya karena hanya akan mencoreng nama Fakultas Hukum itu sendiri jika dilihat aspek negatifnya,” ujar Luthdy Diandri, salah satu mahasiswa FH tahun 2013. Ia menilai bahwa dengan adanya pemasangan banner tersebut dapat memberikan pandangan buruk ke mahasiswa FH sebagai mahasiswa penyontek, dan dapat menjatuhkan nama baik fakultasnya sendiri.

Pria yang juga menjabat anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) ini berpendapat bahwa seharusnya tindakan ini didiskusikan terlebih dahulu ke para mahasiswa, terutama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Senat Mahasiswa (SEMA) FH. Mereka yang berperan sebagai penghubung antara mahasiswa dengan jajaran dekanat, “karena ditunjukan untuk mahasiswa, seharusnya ada diskusi antara kedua belah pihak”.

Senada dengan Luthdy, Ketua BEM FH Agisna Viet Maulida juga mengutarakan ketidaksetujuannya dengan pemasangan banner tersebut. ”Saya tidak setuju karena pemasangan ini hanya berada di FH dan tidak di seluruh kampus,” ujarnya saat dihubungi lewat pesan singkat. Sebagai perwakilan mahasiswa, Agis berencana akan meminta kejelasan mengenai pemasangan banner, mengingat banyaknya mahasiswa yang tidak setuju.

Lain Agis dan Luthdy, lain pula pandangan Sadiq Ahmad Adhetyo. Perwakilan SEMA FH ini berpendapat hal tersebut sah-sah saja. Menurutnya kampanye kejujuran itu perlu, karena kejujuran juga diperlukan dalam kehidupan masyarakat. “Kalau untuk menekan angka penyontek saya kurang setuju, apa lagi bila pihak Dekanat su’udzon kepada kami, bisa jadi senjata makan tuan,” ujarnya saat dimintai keterangan, Sabtu (4/6) sore lalu.

Ia juga menambahkan bahwa sebenarnya ada cara lain untuk mengurangi fenomena ini. Menurutnya, perubahan sistem ujian yang biasanya menulis esai dapat diubah dengan menerapkan sistem menulis jurnal yang lebih merangsang pemikiran mahasiswa untuk dituangkan dalam ujian.

Meski menuai berbagai tanggapan dari mahasiswa, gerakan yang diterapkan oleh Dekanat FH ini sebenarnya hanya bertujuan untuk meningkatkan dan mengingatkan mahasiswanya untuk bersikap jujur, minimal dalam dirinya sendiri. “Meski orang lain menertawakan kita, saya tidak masalah semua kebijakan pasti menuai pro dan kontra, kita lihat saja nanti dampak positif dibalik ini,” tutup Dwi Dewi Yayi dengan senyum.

Reporter : Danang Kurniawan |Editor : Brigita Ferlina Siaminari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *