Di tengah hiruk-pikuk lalu lintas kendaraan, langit malam Jakarta menjadi saksi atas gugatan mahasiswa terhadap dosa negara. lima puluh mahasiswa UPNVJ membentuk lingkaran, menggaungkan doa, orasi, dan puisi untuk menyerukan keadilan atas pelanggaran HAM yang tak kunjung tuntas di Indonesia.
Aspirasionline.com – Mengenang 21 tahun kematian Munir, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) menginisiasi aksi Mimbar Bebas dan Doa bersama pada Senin, (8/9). Aksi ini menyerukan tagar #MenggugatDosaNegara dan mendesak adanya peradilan terhadap rentetan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Aksi ini digelar tepat di seberang gedung rektorat UPNVJ. Aksi yang berjumlah sekitar lima puluh mahasiswa berdiri membentuk lingkaran, menyerukan orasi, berpuisi, serta bernyanyi. Dengan iringan deru bising kendaraan yang berlalu-lalang, aksi tetap terasa syahdu terhanyut sendu.
Menurut pantauan reporter, aksi dimulai pada pukul 18.00 Waktu Indonesia Barat (WIB), massa aksi bergantian menggabungkan orasi yang membakar semangat melawan impunitas. Antusiasme terlihat pada binar mata massa aksi yang serentak mengenakan pakaian hitam sebagai bentuk dari perlawanan dan rasa duka.
Di Balik September Hitam dan Perlawanan yang Tak Padam
Naufal Hakim, selaku Kepala Departemen Agitasi & Propaganda BEM FISIP UPNVJ, menegaskan bahwa aksi digelar tidak hanya berdiri karena satu kejadian, melainkan sebuah akumulasi dari berbagai peristiwa yang ada.
“Bukan cuma dari bulan Agustus hingga September ini saja, ya (peristiwa pelanggaran HAM), tetapi juga dari kasus-kasus lama, genosida (tahun) 1965-1966, Tanjung Priok, kasus Munir, Marsinah terus tentu yang paling baru, kasus Affan Kurniawan dan teman-teman yang lain, yang hanya hadir sebagai massa aksi yang meminta keadilan tetapi malah direnggut nyawanya,” tegas Hakim kepada ASPIRASI pada Senin, (8/9).
Hakim melanjutkan, negara dituntut membersamai dan juga mendengar apa yang sebenarnya disampaikan oleh massa aksi. Polisi dan institusi yang bersangkutan juga diminta untuk dapat mengayomi masyarakat, transparan, serta adil.
“Dia (institusi kepolisian) harus bertransparan tentang apa yang sebenarnya terjadi pada kawan-kawan kami yang diangkut, mereka harus menjunjung tinggi keadilan sebagaimana memang mereka adalah agen keamanan yang seharusnya mengayomi, tapi kenyataannya pun rasanya tidak mungkin kalau misalnya kita berharap kepada polisi, kepada institusi yang memang sebenarnya adalah pelakunya,” tegas Hakim.
Hakim mengungkapkan, aksi yang digagas ini merupakan bentuk perwujudan menolak lupa dan merawat ingat yang terus dihidupkan oleh mahasiswa dengan nilai yang murni tanpa ditunggangi kelompok kepentingan tertentu.
“Karena kurasa tidak ada intrik politik di sini (aksi), tidak ada kepentingan, tidak ada tujuan, selain meminta dan juga menjemput keadilan yang seharusnya memang sudah diberikan oleh negara dan segala aparatur,” terang Hakim.
Doa Damai Menyertai Aksi September Hitam
Kedamaian dalam suatu negara juga merupakan salah satu cita-cita dan tujuan negara sebagaimana telah dituliskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Riri Septiani Tunggal, mahasiswa Hubungan Internasional UPNVJ angkatan 2024, berharap bahwa perwakilan rakyat dapat mewakili rakyatnya dengan benar.
“Aku ingin negara yang aman, damai, makmur. Bisa membangun bersama-sama negara ini. Harusnya DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) mampu memahami rakyatnya sebagai perwakilan rakyat,” ujarnya kepada ASPIRASI pada Senin, (8/9).
Ia juga menilai, negara abai terhadap pemenuhan HAM serta kampus gagal sebagai ruang akademik yang justru berbuah represi.
“Sangat disayangkan, sangat lucu bahwa negara kita menyakiti anak-anaknya. Kampus kita seperti tidak memperdulikan lebih dalam terhadap apa yang terjadi,” ungkap Riri miris.
Selain itu, Fira, Mahasiswa Hubungan Internasional UPNVJ angkatan 2025, menilai bahwa kegiatan doa bersama September Hitam ini bukan hanya sekedar renungan, melainkan permintaan mahasiswa yang mewakili masyarakat untuk bisa didengar lebih baik oleh pemerintah akan haknya.
“Aku hanya ingin rakyat di dengar. Banyak oknum yang merusak demokrasi. Kami ingin didengar, bukan hanya mahasiswa UPNVJ, tetapi seluruh mahasiswa, seluruh masyarakat indonesia, kami ingin didengar,” tukas Fira kepada ASPIRASI pada Senin, (8/9).
Foto : Tim Redaksi LPM ASPIRASI
Naskah ditulis oleh: Tim Redaksi LPM ASPIRASI