Menyoal Praktik dan Transparansi Pelaksanaan Pemira BEM
Polemik munculnya dua calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari dua fakultas yang sama dipicu karena singkatnya waktu sosialisasi Pemilihan Raya (Pemira) oleh PPRM.
Pemilihan Raya (Pemira) UPNVJ 2019 memiliki mekanisme baru yakni adanya Panitia Pemilihan Raya Mahasiswa (PPRM) yang terdiri dari Panitia Pengawas (Panwas) dan Panitia Penyelenggara (Panpel).
Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Restu Maulidiya mengatakan bahwa sebelumnya pemilihan BEM selalu diselenggarakan oleh MPM. Namun, pada tahun ini MPM membentuk suatu lembaga independen yang akan menjalankan pemira. Tujuannya agar mahasiswa lain juga bisa belajar bagaimana menyelenggarakan suatu pemilihan dan tidak hanya anggota MPM yang bisa belajar.
“Kita bentuk lembaga independen di sini biar menjalankan ibaratnya di Indonesia KPU (Komisi Pemilihan Umum, red.) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum, red.),” ujarnya.
Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Pemira, Egi Permana Saragih berpendapat bahwa pendaftaran panpel dan panwas diperkirakan sekitar seminggu, yang pada awalnya diberikan waktu hanya enam hari.
“Kalau untuk mekanismenya sendiri yang sudah terjadi selama tujuh hari tetapi kami kasih enam hari karena terkait waktu dan ada beberapa fakultas yang mengadakan hari tenang kami mengantisipasi itu,” ucap Egi.
Ketika ASPIRASI menanyakan tentang transparansi dalam pelaksanaan pemira, Egi mengatakan bahwa panpel dirasa masih kurang dalam hal sosialisasi pemira. Sebab, pembentukan Panwas dan Panpel sangat cepat.
“Untuk transparansi sendiri sudah jelas. Jikalau ada yang ingin dipertanyakan pasti kami jawab. Namun mungkin kenapa dibilang ada pertanyaan transparansi, memang kami kurang disosialisasi sih. Kami juga terbentuknya sangat cepat. Mungkin itu,” imbuhnya kepada ASPIRASI pada Senin, (25/11).
Ketua BEM UPNVJ Belly Stanio menyatakan bahwa ada beberapa kendala yang disayangkan olehnya, seperti kurangnya pelibatan BEM dalam penyusunan Undang-Undang Pemira. Sehingga BEM tidak ingin bertanggungjawab bila ada permasalahan terkait Undang-Undang (UU) Pemira.
“Dalam negara tidak ada Undang-Undang yang ditandatangani sama ketua DPR, UU itu hasil bahasan antara legislatif sama eksekutif yang tandatangan pun juga. Kita tahu yang bikin itu pasti DPR, yang bikin itu pasti legislatif tapi disertai juga dengan tanda tangan presiden,” terangnya.
Dua Paslon dari Fakultas yang Sama
Dalam Pemira 2019 terdapat dua kandidat ketua BEM yang keduanya berasal dari fakultas yang sama yakni FH. Menurut Restu, ini hanya kebetulan belaka.
“Kalau misalnya dari yang aku lihat paslon dari FH memang kebetulan saja karena kalau kita bicara politik kita tidak tahu entah itu dari fakultas hukum mencalonkannya dan mempersiapkannya dua atau memang kalau ada yang ketiga kita tidak tahu siapa”, pungkas mahasiswa Hubungan Internasional (HI) ini.
Sedangkan, Belly Stanio yang juga berasal dari FH mengaku senang bahwa adik-adik di fakultasnya mau melanjutkan jejaknya sebagai ketua BEM, tetapi Ia juga merasa sedih.
“Sedihnya kenapa karena sebagai anak hukum ya kita sadar di universitas kita ngerasa kalo demokrasi kita tuh mati, kenapa fakultas-fakultas yang lain tidak mau nge-nyalonin,” ungkap pria yang juga aktif dalam kegiatan Palang Merah Indonesia (PMI) ini.
Di samping itu, ketika periode pendaftaran terdapat paslon dari Fakultas Ilmu Komputer (FIK) yang tidak terakomodir. Menurut Egi, hal ini karena terjadi keterlambatan pemberian berkas paslon kepada PPRM.
“Untuk FIK sendiri kasusnya seperti ini, saat kami sudah menutup pendaftaran itu sudah ada dua paslon. Nah setelah dua paslon, baru FIK ingin mendaftarkan lagi padahal pendaftaran sudah tutup. Itu menurut kami suatu hal yang tidak bisa kami lakukan,” tutur mahasiswa FH ini.
Hal ini disayangkan oleh Belly. “Padahal seru tuh kalo daftar ada pilihan lah,” ungkapnya.
Mekanisme Kepatutan Paslon dalam Pemira
Menurut Egi, mekanisme pendaftaran calon ketua dan wakil ketua BEM sudah diatur mengikuti aturan yang ada di Undang-Undang Keluarga Mahasiswa (KEMA).
“Paslon yang sudah mendaftar sesuai prasyarat sesuai dengan yang ada di UU KEMA seperti hal 150 KTP, IPK-nya jelas, terus syarat-syarat seperti formulir dan surat pernyataan sudah jelas ya itu bisa berhak menjadi pendaftar,” jelasnya.
Kriteria dalam memilih pasangan calon BEM dalam uji kelayakan dinilai Egi bahwa setiap paslon akan dipertanyakan mengenai permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan mereka hadapi saat mereka menjabat nanti.
“Menurut kami saat mereka sudah menjawab itu, dan mereka meyakini, menurut kami itu sudah layak untuk dicalonkan,” tutupnya.
Reporter: Arine Mg. dan Tegar Mg.| Editor: Syena Meuthia.