Mematuhi Kode Etik Ditengah Quo Vadis Hukum Persma
Aspirasionline – Pers mahasiswa dituntut mengikuti kode etik jurnalistik tanpa adanya perlindungan hukum yang jelas.
Di warung makan bernama Pempek Muno, Hesthi Murthi bersama dua temannya terlihat duduk dan menempati dua meja. Ia mempersilakan satu meja untuk ASPIRASI yang datang malam itu, Jumat (20/5). Ia mengatakan bahwa pers mahasiswa (persma) harus mengetahui tugas pers tanpa embel-embel mahasiswa. “Pers mahasiswa harus mengetahui posisi, tugas, dan tanggung jawab pers sebagai apa. Kemudian mempraktikan kode etik jurnalistiknya,” jelas perempuan yang pernah menjadi pegiat pers mahasiswa Situs di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (FIB Unair) Surabaya.
Keberadaan media dalam memberikan informasi dan menjadi kontrol sosial, telah mendorong beberapa kampus untuk menghadirkan lembaga pers mahasiswa. Keberadaan pers mahasiswa tersebut, harus diikuti dengan peran kode etik jurnalistik sebagai norma yang mengatur pekerjaan pers. Dengan cara tidak menerima amplop saat liputan dan memenuhi cover both side, kata Hesthi.
Wanita kelahiran 30 April 1980 itu mengatakan bahwa masih ada beberapa persma yang praktik jurnalimesnya tidak benar. Namun secara perspektif persma saat ini terbilang cukup bagus. “Secara perspektif masih bagus, tetapi dalam karya jurnalistiknya persma masih perlu diperbaiki. Mungkin karena masih awal di dunia pers.”
Hesthi mengatakan bahwa pers mahasiswa dan pers secara karir memiliki tugas yang sama. Disamping itu juga terdapat perbedaannya. “Pertama, persma memiliki status sebagai mahasiswa, sedangkan pers secara karir bukan lagi mahasiswa. Kedua, persma tidak digaji sedangkan pers secara karir digaji.”
Pers mahasiswa pun harus bisa memberikan headline yang tidak hanya mengkritisi kampus. Hesthi menjelaskan bahwa persma sebetulnya memiliki cukup ruang hal tersebut, khususnya di media dalam jaringan (daring) atau online. Maka dari itu, persma harus bisa mengangkat headline keberhasilan mahasiswa, dan keberhasilan kinerja kampus.
Hal tersebut erat kaitannya dengan fungsi pers. Ia mengatakan bahwa pers memiliki fungsi sebagai edukasi dan hiburan. “Headline keberhasilan mahasiswa sebagai implementasi fungsi pers sebagai hiburan. Itu memiliki news value juga,” jelas perempuan yang kini menjabat sebagai Koordinator Isu Perempuan dan Kaum Marjinal di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Sebagai contoh, koran tidak hanya memberikan berita berat. Di dalamnya juga terdapat berita artis dan kuliner.
Dibalik semua itu, masih terdapat keganjalan di ranah persma. Walaupun persma dituntut untuk memenuhi kode etik jurnalistik., Dewan Pers masih belum mengakui persma sebagai bagian dari pers. Persma masih berlandasankan hukum di bawah Rektorat terkait. Meskipun secara hukum persma bukan merupakan bagian pers, bukan berarti menghilangkan spirit persma. “Secara spirit, komisioner mengakui persma sebagai bagian dari pers. Dimana persma harus mendapatkan perlindungan,” tegasnya.
Reporter : Donal Cristoper Siahaan |Editor : Haris Prabowo