
PjBL Jadi Syarat Wajib Baru Perkuliahan, Mahasiswa Ragukan Persiapan Kampus
Tempat pameran yang tidak memadai hingga simpang siurnya informasi jadwal pelaksanaan menuai keluhan mahasiswa atas pameran PjBL Tahun Ajaran 2023/2024.
Aspirasionline.com — Pelaksanaan program Project Based Learning (PjBL) menjadi upaya pembelajaran kolaboratif Mata Kuliah Wajib Universitas (MKWU) di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) yang dikhususkan kepada mahasiswa baru semester satu di tahun ajaran 2023/2024 sebagai terobosan sekaligus tantangan baru bagi civitas akademika UPNVJ.
Pada Senin, (20/12/2023) mahasiswa baru UPNVJ mulai melaksanakan pameran PjBL di depan Plaza Internet, Gedung Soemari Prawirawijono, Kampus Pondok Labu. Pameran ini merupakan puncak dari proses akumulasi projek pembelajaran yang dilakukan oleh mahasiswa selama 15 pertemuan MKWU di semester ganjil.
Ireneus Hessel Fridyanto Pujono, mahasiswa D3 Program Studi (Prodi) Sistem Informasi Fakultas Ilmu Komputer (FIK) UPNVJ tahun angkatan 2023, memahami PjBL sebagai suatu program pembelajaran yang dilakukan melalui projek yang dikerjakan oleh mahasiswa.
“Menurut aku, PjBL itu program di mana mahasiswa ditugaskan untuk belajar, bukan belajar melalui teori, tapi melalui projek-projek yang akan dilewati dan dikerjakan oleh mahasiswa,” ungkap Hessel saat diwawancarai ASPIRASI pada Kamis, (23/8/2023).
Bagi Hessel, program pembelajaran ini juga mendorong kreativitas mahasiswa selama mengerjakan projek yang menjadi penugasan dengan menuntut mahasiswa untuk berpikir kreatif.
Aniek Irawatie, selaku Koordinator MKWU UPNVJ, menjelaskan bahwa PjBL sendiri merupakan program pembelajaran yang mengedepankan kreativitas mahasiswa dengan mengkolaborasikan projek dari MKWU.
“Jadi, mata kuliah MKWU itu dikolaborasikan hanya proyeknya, mata kuliahnya tetap dilaksanakan masing-masing. Namun, pelaksanaan proyeknya itu berkolaborasi, muatannya mengandung nilai-nilai dari mata kuliah tersebut (MKWU),” terang Aniek saat diwawancarai ASPIRASI pada Jumat, (1/12/2023).
Aniek juga menambahkan bahwa program ini menjadi istimewa karena kegiatan PjBL yang mengkolaborasikan projek dari tiga mata kuliah menjadi satu, ini merupakan hal yang pertama kali di UPNVJ, karena sebelumnya projek MKWU ini dilakukan secara terpisah oleh mata kuliah terkait.
Meski begitu, dalam pelaksanaannya, pameran ini mengalami kendala dan keluhan dari mahasiswa. Persoalan ini berkaitan dengan jumlah mahasiswa yang memadati lokasi pameran, hingga terkait informasi dan jadwal pemasangan karya yang kurang terorganisir.
Keluhan Mahasiswa Terkait Kurang Kondusifnya Pameran PjBL
Keluhan terkait kepadatan jumlah mahasiswa yang memadati Plaza Internet saat pameran PjBL dilaksanakan salah satunya diungkapkan oleh mahasiswi S1 Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Medinna Tasya Aprila, yang mengeluhkan lokasi yang terlalu sempit.
“Kurang luas mungkin tempatnya, jadi agak saling bentrok satu sama lain. Kadang kalau mau foto sama dosen buat absensi, itu agak susah gitu, jadi (situasinya) banyak yang lalu lalang. Terus antara poster satu sama lain juga terlalu dempet, dengan sembilan orang di satu kelompok itu kayak rame banget sih jadinya di Plaza Internet,” ujar Dinna kepada ASPIRASI pada Kamis, (23/8/2023).
Serupa dengan Dinna, Russel juga menyoroti kebutuhan akan penjadwalan pemasangan karya yang lebih terstruktur dengan baik. Menurutnya, belum terdapatnya sistem penjadwalan yang jelas menyebabkan kekisruhan akibat jarak antar partisi yang padat, sehingga menyulitkan ruang gerak bagi mahasiswa di tempat pameran.
“Kalau menurutku, yang perlu diperbaiki mungkin karena crowded (ramai). Mungkin jadwalnya bisa diganti-ganti, per-shift-an bagian apa, bagian apa. Karena kalau yang tadi tuh, menurutku, terlalu padat, jadi rapat banget (jarak antar partisi). Untuk nafas aja agak susah,” keluhnya.
Permasalahan kurang memadainya tempat pameran juga dikeluhkan oleh mahasiswi S1 Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Rachel Hisanaah Tsabitah.
“Menurut aku sangat padat ya. Jadi kita pun nggak bisa nikmatin poster-poster yang ada gitu. Karena ruangannya kecil terus banyak orangnya, jadi padat, pengap. Jadi tuh rasanya kita kayak ya udah pengen buru-buru keluar ruangan aja, gitu. Bukan nikmatin poster,” ujar Rachel kepada ASPIRASI pada Jumat, (24/11/2023).
Menanggapi hal ini, Aniek menyebutkan sebetulnya pihaknya telah melakukan penjadwalan penempelan poster berdasarkan masing-masing kelas.
“Ada, ada bukan perprodi, tapi per-kelas. Saya bilang, hari Senin siapa saja. Tapi, namanya anak-anak, selesai nempel nongkrong di situ. Hati-hati ya, Bapak Ibu, perhatikan, tempel-lah pada jamnya, harinya,” sebut Aniek menjelaskan instruksinya kepada pada dosen.
Namun, tidak hanya terkait situasi pameran, Rachel juga mengeluhkan terkait tindakan sabotase karya yang terjadi dan juga dialami oleh kelompoknya. Hal ini terkait berpindahnya poster yang telah ditempel pada partisi yang menyebabkan kerusakan pada poster tersebut.
“Tadinya kan poster aku tuh ada di atas gitu, terus tiba-tiba hari Rabu pagi di cek kok udah di bawah. Terus, posisi posternya itu juga kertasnya udah sobek, udah lecek, udah nggak jelas. Yang (akhirnya) bikin kita nempelin poster baru lagi,” terang Rachel menjelaskan kronologi yang terjadi.
Bagi Rachel, kejadian ini cukup meresahkan karena suasana pameran yang menurutnya tidak terkendalikan, sehingga menyebabkan pameran PjBL tidak terkoordinasi dengan baik.
Miskomunikasi Antara Dosen MKWU dengan Mahasiswa
Keluhan yang muncul atas pelaksanaan pameran PjBL tak lepas dari terjadinya miskomunikasi yang seringkali terjadi antara dosen dan mahasiswa, hingga menyebabkan kebingungan.
Hal ini dikemukakan oleh Desika, mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan, yang menyebutkan terjadinya miskomunikasi antar dosen MKWU terhadap penugasan yang diberikan.
“Sebelum penyuluhan itu banyak miskom dari dosen Bahasa Indonesia ke dosen Bela Negara. Seperti konsep artikelnya, itu mereka miskom gitu. Yang satu ingin seperti ini, yang satu ingin seperti itu,” tutur Desika kepada ASPIRASI pada Sabtu, (2/12/2023).
Selain miskomunikasi yang terjadi, pemilihan format penugasan artikel juga menjadi permasalahan yang dikeluhkan oleh Desika.
“Artikelnya tuh pakai template-nya tuh yang dari (MKWU) Pendidikan Bela Negara atau Indonesia, gitu. Terus kayak ada sempet ada debat juga yang kayak, harusnya poster tuh kayak gini, nggak kayak gini-gini,” ungkap Desika menambahkan.
Menanggapi persoalan ini, Aniek menegaskan bahwa komunikasi dengan dosen MKWU sudah dilakukan melalui grup dengan para dosen. Sayangnya, menurut Aniek, hal ini mungkin masih terjadi karena terdapat beberapa dosen yang kurang memperhatikan instruksi darinya.
“Ada beberapa dosen yang entah itu kurang care atau kurang informasi atau tidak mau bertanya atau apa Bu Aniek tidak tahu,” jelas Aniek menanggapi miskomunikasi yang masih terjadi.
Lebih lanjut, Aniek menghimbau mahasiswa untuk lebih memperhatikan Learning Activities Through Digital System (LeADS) karena, semua informasi terkait kegiatan sudah terunggah di sana, sehingga hal seperti ini dapat dihindari.
“Semuanya sudah ter-upload, jadi tolong kalau melalui informasi ini, tolong mahasiswa lebih care dengan LeADS-nya. Jadi semuanya sudah ada ya di sini, sudah kelihatan. Di sini sudah ada RPS (Rencana Pembelajaran Semester)-nya, kenapa mereka tidak melihat ini, dan ini ter-upload, tidak ada yang tersembunyi,” Aniek menambahkan.
Aniek juga mengklarifikasi mengenai keluhan mahasiswa terkait keinginan dosen yang berbeda-beda mengenai PjBL. Dia menegaskan bahwa ada upaya untuk koordinasi antara dosen terkait pelaksanaan PjBL.
“Saya sudah selalu tekankan kepada dosen, sekali lagi ini adalah projek kolaborasi pertama, berarti kan ada tiga kepala. Bu Aniek setiap kali rapat itu, sudah, boleh tekankan nilai di dalam proposal itu ada tiga, tentukan, bikin grup dosen PjBL masing-masing.” pungkasnya.
Aniek menjelaskan bahwa segala ketentuan terkait pelaksanaan PjBL, mulai dari sistem penilaian hingga adanya logbook (catatan sistematik) untuk mengontrol proses mahasiswa secara individu. Hal ini, menurut Aniek, ditujukan agar bobot penilaian juga dilakukan secara objektif.
Disisi lain, berbagai keluhan mahasiswa terkait dugaan sabotase karya mahasiswa, Aniek menyebut bahwa pihaknya telah melakukan langkah-langkah untuk mengatasi masalah tersebut, termasuk komunikasi dengan dosen dan pengawasan kehadiran mahasiswa di lokasi pameran.
“Bu Aniek sudah sounding ke dosen. Bapak Ibu, mohon setiap hari mahasiswa hadir perwakilan saja, yang khusus PIC (Person In Charge) poster untuk melihat posisinya sampai kemarin itu,” jelas Aniek.
Aniek juga menjelaskan bahwa ia sendiri turun langsung untuk memeriksa kondisi karya di lokasi pameran setiap pagi. Ia juga mengakui terkait penempelan karya poster pada partisi yang ada terlalu padat sehingga tidak terdapat cukup ruang.
“Itu seharusnya perjanjian dengan dosen, satu partisi itu enam. Ini enggak, ada yang poster gede ditempel, yang spanduk gitu. Ini dosennya saya tegur,” tegasnya.
Persoalan ini, menurutnya, bergantung kepada kontrol dari dosen dan mahasiswa terhadap pengaturan tata letak poster yang ditempel pada partisi yang ada. Meski begitu, kondisi ini dianggap Aniek sebagai bentuk pembelajaran terhadap pelaksanaan pameran PjBL ke depannya.
Meski begitu, Aniek menyatakan bahwa setiap keluhan mahasiswa akan menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan di masa yang akan datang.
“Apapun evaluasi, pasti Bu Aniek akan evaluasi, karena dari awal pelaksanaan, perencanaan, dosen kita sudah berikan. Bagaimana setiap saat, tadi sudah Bu Aniek lihatkan, kontrol ada bermasalah, itu juga Bu Aniek sounding,” ungkap Aniek menanggapi.
Baginya, komunikasi terbuka dengan dosen dan evaluasi terus-menerus menjadi fokus dalam penyelesaian permasalahan yang terjadi.
Foto: ASPIRASI/ Zahra Mg.
Reporter: Manda Mg, Zahra Mg | Editor: Natasya Oktavia.