Berdamai dengan Badai, Belajar Bahagia dan Bersyukur atas Ujian Hidup

Resensi

Judul Buku: Berdamai Dengan Badai

Penulis: M. Atiatul Muqtadir & Miftah Farid M

Penyunting: Fenti Novela

Penerbit: Bhumi Anoma

Tahun Terbit: 2020

Seperti judulnya, buku Berdamai dengan Badai mengajarkan kita untuk berdamai dengan segala permasalahan yang ada.

Aspirasionline.com – Buku Berdamai dengan Badai membawa kita agar terus menjadi teman bagi diri kita sendiri. Terdiri dari enam bab dengan total dua ratus enam belas halaman, buku ini akan mengajak kita untuk memahami dahulu tentang ‘badai’ itu sendiri. Badai, dalam judul buku ini menjadi kata yang mewakilkan ujian, kesedihan, rintangan, dan tantangan dalam hidup.

Sementara itu, ‘berdamai’ dalam judul ini menandakan keikhlasan dan ketabahan atas apa yang telah terjadi. Pertanyaannya, bagaimana caranya agar kita dapat ikhlas dan tabah menjalani berbagai ujian, rintangan, dan tantangan dalam hidup sementara kita sendiri selalu mengharapkan hal-hal baik dan kesenangan dalam hidup.

Sejatinya, kehidupan manusia bagaikan roda. Terkadang, manusia berada di atas, kadang pula berada di bawah. Roda itu terus berputar. Seiring dengan perputarannya, terdapat banyak hal yang mengiringi kehidupan kita. Lika-liku perjalanan, terkadang membuat kita senang, kadang pula membuat kita sedih.

Pada buku ini, kita akan diajak untuk mengeksplorasi hal-hal yang dapat kita lakukan agar tetap berdiri di tengah hilir mudiknya ujian, rintangan, dan tantangan dalam hidup. Dilengkapi dengan berbagai fakta dari penelitian para ilmuwan, kata-kata mutiara para pendahulu, dan kisah yang lekat dengan kehidupan, membuat buku ini semakin unik. Sehingga, dari buku ini, kita tidak hanya mendapat pengetahuan, tetapi juga ilmu.

Buku ini sangat cocok dibaca oleh para Milenial dan Zilenial. Sebab, pesan-pesan yang disampaikan dalam buku ini lebih menyasar kepada dua generasi tersebut. Halaman sampul yang mengilustrasikan dua orang pemuda yang sedang menatap ke arah badai yang berada di depannya, sangat selaras dengan judul buku ini. Namun sangat disayangkan buku ini terlalu dibangun dengan hal-hal Islami, sehingga ttidak leluasa dibaca oleh Milenial atau Zilenial yang non-Muslim.

Tentang Ujian dan Kebahagiaan dalam Hidup

Seperti yang sudah dituliskan sebelumnya, buku ini banyak berlandaskan Al-Quran dan hadits. Di awal, alur buku ini mengikuti pedoman Surat Ad-Dhuha mengenai kesedihan. Sementara, sebagai seorang muslim, kita tahu bahwa, Allah Subhana Wa Taala (SWT) tidak akan membenci dan meninggalkan kita.

Dalam Surat Ad-Dhuha ayat ketiga menjelaskan pada saat kita diberikan ujian atau kesedihan, seringkali kita menganggap jika Allah SWT sedang marah atau benci pada kita. Allah SWT berjanji bahwa suatu saat kita pasti akan mendapatkan hal baik dan kita pasti akan puas dengan hal yang diberikan-Nya tersebut.

Buku ini juga membuka pandangan kita tentang ujian yang datang kepada kita. dengan menyajikan sabda dari Ikrimah Rahimahullah yang berbunyi, “Setiap insan pasti merasakan suka dan duka. Maka, jadikanlah sukamu adalah syukur dan dukamu adalah sabar”.

Tak sampai di situ, dalam buku ini juga terdapat juga kutipan Surat Ad-Dhuha ayat tujuh dan delapan, yang berbunyi, “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan”.

Setelah mengetahui berbagai hal tentang kesedihan, kita akan digiring untuk pindah haluan untuk berbahagia. Terutama tentang bagaimana caranya Bahagia, bahkan berbagi kebahagiaan sementara keadaan sedang tidak baik-baik saja. Berbagi kebahagiaan, tidak selalu bicara soal materi atau non-materi. Berbagi kebahagiaan dapat juga dilakukan melalui senyuman.

Buku ini  menyajikan hasil penelitian dari Cutler rekan-rekannya yang terlampir dalam jurnal berjudul A Comparative MRI Meta-analysis of Altruistic and Strategic Decisions to Give. Penelitian Cutler dan kawan-kawannya tersebut menyebutkan bahwa, ketika kita sedang berbuat baik, akan terdapat dua stimulus yang ada dalam otak kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk berbagi kebahagiaan di tengah kesedihan yang teramat dalam karena ujian yang tak kunjung berakhir

Di bagian akhir, kita diingatkan tentang apa yang kita tanam, itulah yang kita petik. Senantiasalah berbuat baik meskipun kita kerap kali tidak dibalas baik. Senyum, selain dapat membuat orang lain dan diri sendiri bahagia, juga merupakan bagian dari ibadah. Karena sejatinya, jika kita berbuat baik kepada orang lain, kita juga sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri.

Pengajaran dalam yang terbilang sederhana berupa senyum, juga bagian dari bersyukur. Bersyukur dapat berarti menghargai semua apa yang telah kita miliki baik kebaikan dan cobaan dalam hidup. Buku ini bisa menjadi teman perjalanan pembaca dalam menghadapi ujian dan cobaan yang datang. Terakhir, yang paling penting adalah, selalu bersyukur.

Penulis: Dhea Sekar Arum, Mahasiswa Ilmu Komunikasi semester 6, UPNVJ (Kontributor). | Editor: Vedro Imanuel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *